Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan memberikan insentif kepada para pengusaha hiburan yaitu diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa dengan adanya kenaikan tarif pajak hiburan mulai dari 40 persen hingga 75 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap cara memperoleh insentif tersebut sehingga tarif pajak bisa di bawah 40 persen.Â
Airlangga menyebut, relaksasi tarif pajak di bawah 40 persen akan diberikan langsung oleh kepala daerah. Cara lain, pengusaha juga dapat mengajukan langsung jika kesulitan untuk membayar tarif pajak terbaru yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Baca Juga
Â
Advertisement
"Bisa kepala daerahnya menerapkan selaku pejabat dia bisa menerapkan secara sektoral, tetapi bisa juga pengusahanya meminta," ujar Menko Airlangga kepada awak media di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).
Terlebih, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 dapat dijadikan rujukan bagi kepala daerah atau pemerintah daerah setempat untuk memberikan insentif fiskal bagi pelaku usaha hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa.
Jadi SolusiÂ
Airlangga meyakini, SE ini dapat menjadi solusi bagi pelaku usaha karaoke hingga kelab malam yang kesulitan membayar tarif pajak mulai dari 40 persen hingga 75 persen.
"Ya kan kita sudah lihat, dalam berbagai penerapan kebijakan itu penanggung jawab daripada perda itu Menteri Dalam Negeri, nah itu sudah banyak regulasi yang dilakukan mulai untuk penanganan inflasi, kemudian juga untuk penanganan Covid, sudah biasa dengan Se Mendagri," terangnya.
Pemerintah akan menyerahkan sepenuhnya penerapan insentif tarif pajak di bawah 40 persen bagi masing-masing kepala daerah. Dengan catatan, keputusan yang diambil pemda telah dikonsultasikan ke DPRD.
"Jadi, kepala daerah bisa menerapkan selaku dengan jabatannya, dengan kewenangannya dia bisa untuk membuat keputusan itu, dan di konsultasikan dengan DPRD masing-masing," pungkas Menko Airlangga.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Â
PHRI Bali Tolak Kenaikan Pajak Hiburan
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, Ray Suryawijaya, menegaskan bahwa PHRI di Bali menolak dengan tegas kenaikan tarif pajak hiburan sebesar 40-75 persen.
"Kami di seluruh usaha yang di Bali bersatu untuk menolak secara tegas kenaikan daripada pajak hiburan termasuk karaoke, diskotik dan mandi uap/spa," kata Ray saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).
Penolakan tersebut dilatarbelakangi lantaran sektor hotel dan restoran, serta usaha hiburan lainnya di Bali masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi covid-19. Menurutnya, dengan pajak hiburan sebesar 15 persen sudah cukup tinggi.
"Karena baru aja kita mengalami masa recovery. Jadi, pajak 15 persen saya rasa more than enough sudah sangat tinggi sekali," ujarnya.
Lanjut Ray, jika tarif pajak hiburan terus dinaikkan, hal itu bisa mempengaruhi jumlah wisatawan ke Bali, sehingga perekonomian di Bali terganggu dan diprediksi bisa kembali kolaps seperti dulu saat covid.
"Kami hanya khawatir kalau wisatawannya kurang ke Bali, nanti tentu perekonomian Bali akan kolaps lagi seperti dulu, karena 60 persen Bali ini sangat tergantung daripada sektor pariwisata," ujarnya.
Mewakili PHRI di Bali, Ray meminta agar pajak hiburan tidak dinaikkan. Menurutnya, dengan tarif pajak 15 persen saja sudah cukup untuk menyetor penerimaan pajak ke kas daerah.
"Saya yakin juga pendapatan daerah khususnya dari pajak hiburan akan bertambah terus. Jangan mematikan usaha," pungkasnya.Â
Advertisement
Pajak Hiburan 40%-75%, Hotman Paris: Pengusaha Bisa Binasa!
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, menilai dinaikkannya tarif pajak hiburan justru membinasakan pengusaha di industri hiburan.
Diketahui, dalam Ketentuan pajak hiburan terbaru yakni Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan untuk kategori diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinaikkan menjadi 40-75 persen.
"Ini dianggap membinasakan," kata Hotman saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).
"Tadi pak Menko (Airlangga Hartarto) mengakui 40 persen pajak itu dikembalikan ke konsumen. Kalau dia tidak bayar berarti perusahaan yang bayar. Berarti 40 persen dari pendapatan kotor," tambahnya.
Menurutnya, jika pajak hiburan dikenakan 40 persen, maka akan merugikan usahanya. Selain itu, pengusaha juga tidak hanya membayar pajak usaha saja melainkan ada pajak makanan minuman, hingga pajak karyawan.
Â
Masih Ada Pajak Lainnya
"Bayangkan 40 persen, padahal keuntungan perusahaan tidak mungkin hanya 10 persen. Kalau 40 persen pendapatan kotor harus dibayarkan pajak, maka 10 persen keuntungan harus sudah di pakai untuk bayar pajak ke pemerintah. Lalu 30 persen nya darimana? Ya dari modal. Belum lagi pajak dagang 22 persen, pajak pengusaha perorangan, pajak progresif, pajak karyawan," ujarnya.
Hotman mengatakan, secara keseluruhan pelaku usaha hampir membayar pajak sebesar 100 persen, jika dihitung dari semua aspek pajak lainnya.
"Berarti majikan harus bayar pajak lagi, belum lagi PPN minuman 10 persen, kalau dihitung-hitung hampir 100 persen pajak yang kita bayar. Jadi, kalau memang tujuannya untuk membinasakan kami ya jangan pakai undangan-undang, jangan keluarin izin ya," pungkasnya.Â
Advertisement