Sukses

Regulasi Indonesia Tidak Pro Nikel

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PP) baru terkait peningkatan ekosistem dari kendaraan listrik. Namun sayangnya, dalam PP tersebut tidak ada satu bab maupun ayat yang menekankan ekosistem kendaraan listrik berbahan baterai nikel.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)  menilai regulasi di Indonesia belum pro terhadap bahan logam nikel. Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan, ketidakkeberpihakan tersebut karena regulasi di Indonesia tidak mengeksklusifkan aturan nikel.

Andry mencontohkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PP) baru terkait peningkatan ekosistem dari kendaraan listrik. Namun sayangnya, dalam PP tersebut tidak ada satu bab maupun ayat yang menekankan ekosistem kendaraan listrik berbahan baterai nikel.

"Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) diberikan diskon. Semua (pajak) dipotong kalau mau beli mobil listrik, silakan beli mobil listrik, tapi harusnya silakan membeli mobil listrik berbasis nikel, bukan semuanya kita obral," ujar Andry dalam dalam diskusi Tanggapan INDEF atas Debat Keempat, disiarkan pada Senin (22/1/2024).

 

"Dari regulasi (Indonesia) sendiri, menurut saya, tidak pro ke nikel," seburnya.

Andry menyoroti perusahaan yang dijalankan Elon Musk, Tesla yang masih menggunakan nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik.

Sementara itu, giga factory (pabrik giga) milik Tesla di Shanghai, China, sudah sepenuhnya menggunakan lithium ferrophosphate atau LFP sebagai baterai kendaraan listrik buatannya.

Sebagai informasi, LFP merupakan baterai yang tidak menggunakan nikel sama sekali dan menawarkan harga yang lebih murah.

"2024 paling cepat ya pabrikan-pabrikan akan bergeser dari nikel ke LFP. Ini yang sebetulnya tidak dilihat oleh Indonesia," jelas Andry.

Argumen Andry datang menyusul debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Minggu malam (21/1), ketika Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka bertanya soal LFP kepada Cawapres nomor Urut 1, Muhaimin Iskandar.

Pertanyaan itu terkait anggota tim sukses Muhaimin, yaitu Thomas Lembong yang secara keras menolak kebijakan nikel.

Gibran, dalam pernyataannya, menekankan bahwa China dan Tesla hingga hari ini masih berburu nikel untuk baterai kendaraan listrik mereka.

2 dari 4 halaman

LFP Jadi Bahasan Debat Cawapres, Ini Deretan Mobil Listrik yang Menggunakannya

Seperti diketahui, calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka dan calon wakil presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar saling serang soal lithium ferrophosphate (LFP). Keduanya juga membahas terkait penggunaan nikel, yang sejatinya menjadi material yang banyak dimiliki oleh Indonesia, dan dapat digunakan sebagai alternatif LFP.

Awalnya, Gibran mempermasalahkan salah satu tim pemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1, Anie-Muhaimin (AMIN), yaitu Tom Lembong yang sering menggaungkan LPF, dan terkesan anti nikel.

Padahal jika ditelaah lebih jauh, penggunaan LFP ini memang sudah jamak digunakan oleh pabrikan mobil di Indonesia, dengan berbagai modelnya.

Pertama adalah Wuling, yang sudah menggunakan baterai jenis LFP di model Air ev dan Binguo EV. Baterai jenis LFP ini diklaim lebih unggul dari jenis lain, dengan memiliki waktu penggunaan yang lebih panjang, dan daya tahan terhadap suhu yang tinggi.

Wuling Air ev standard range dan lite dengan baterai LFP mampu menempuh jarak hingga 200 km, dengan kapasitas baterai 17,3 kWh. Sedangkan untuk varian long range, dengan kapasitas baterai 26,7 kWh mampu menempuh jarak hingga 300 km.

Sementara Wuling Binguo EV, dengan varian long range mampu memiliki jarak tempuh hingga 333 km dengan kapasitas baterai 31,9 kWh. Dan untuk versi premium range, dengan kapasitas 410 km memiliki kapasitas 37,9 kWh. 

3 dari 4 halaman

BYD

Tidak hanya Wuling, BYD yang baru mengumumkan diri untuk masuk ke pasar otomotif Indonesia, juga menggunakan baterai jenis LFP yang disebut blade battery untuk tiga calon mobil listriknya di pasar Tanah Air, yaitu Atto 3, Dolphin, dan juga Seal.

Bahkan, dijelaskan Eagle Zhao, Presiden Direktur BYD Motor Indonesia, Blade Battery diklaim lebih baik dibanding baterai mobil listrik biasa, seperti lithium ion NMC.

"Baterai LFP sangat aman, dengan daya tahan yang tinggi. Dengan kepadatan energinya yang tinggi, dan juga sangat aman untuk kendaraan listrik," jelas Eagle, saat ditemui di Chongqing, China, Kamis (21/12/2023).

Dari riset yang telah dilakukan secara mandiri oleh BYD, Blade Battery memiliki kemampuan yang lebih mutakhir dibanding baterai lainnya untuk diimplementasikan pada kendaraan elektrik. Baterai jenis ini dapat digunakan hingga 600 km dan dapat meningkatkan kepadatan energi hingga 50 persen.

Tingkat keamanan dari Blade Battery ini pun sudah teruji dengan peningkatan yang signifikan. Dengan keunggulan itulah, BYD memiliki pijakan yang kuat bagi pengembangan kendaraan elektriknya.

"Saat ini BYD menjadi produsen baterai terbesar ke-2 di dunia. Skala fasilitas, teknologi, serta volume produksi yang kami miliki inilah yang menjadi bukti keunggulan BYD dibandingkan produsen kendaraan elektrik lainnya,” tambah Luther Panjaitan, Head of Marketing Communication PT BYD Motor Indonesia di kesempatan yang sama.

4 dari 4 halaman

Baterai Lithium-ion NMC

Namun, untuk baterai lithium-ion dengan bahan baku nikel, mangan, dan cobalt (NMC) memang masih digunakan oleh Hyundai, untuk model listrik Ioniq 5 di Tanah Air.

Dipaparkan di situs resmi Hyundai Indonesia, Lithium-ion diklaim sebagai salah satu baterai yang terbaik, karena daya tahannya yang tinggi, energi padat, dan degradasi yang rendah.

Sedangkan kendaraan listrik yang masih menggunakan baterai dengan material nikel, adalah mobil hybrid seperti Innova Zenix hybrid.