Sukses

Hotman Paris Pilih Buka Tempat Hiburan di Dubai karena Pajak Lebih Murah: Goodbye Indonesia!

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea mengatakan tarif pajak hiburan di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Thailand yang hanya 5 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, membandingkan besaran pajak hiburan di Indonesia dengan negara lain. Menurutnya, tarif pajak hiburan di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Thailand yang hanya 5 persen.

Hotman menilai, tarif pajak hiburan yang ideal itu dikisaran 5 persen, sehingga bisa meningkatkan wisatawan.

"Pajak idealnya seperti di Bangkok, 5 persen ya. Karena itu dari total gross. Ibaratnya gini loh. Pajaknya itu kan biasanya dari keuntungan dipotong biaya. Itu prinsip pajak," kata Hotman saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).

Di sisi lain, Hotman menyebut tarif pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, klub malam dan spa yang dipatok 25 persen masih terbilang besar jika dibandingkan dengan negara lain. Oleh karena itu, Hotman pun mengaku akan mengembangkan usahanya di luar negeri.

"Sudah mulai. Kita sekarang sudah merencanakan lagi, pendapatan tahun ini kita fokuskan di Dubai. Makanya kita mau kabur. Kita sudah mau buka di Twin Tower dekat Malaysia. (Juga) seluruh penghasilan kita mau ke Dubai. Goodbye Indonesia," ujar Hotman Paris.

Sebagai informasi, dalam Ketentuan pajak hiburan terbaru yakni Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan untuk kategori diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinaikkan menjadi 40-75 persen.

2 dari 3 halaman

Pajak Hiburan Diprotes, Menko Airlangga: Pemerintah akan Beri Insentif

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan Kementerian Keuangan bersama kementerian/lembaga terkait tengah menyelesaikan kajian untuk memberikan dukungan insentif perpajakan untuk Sektor Pariwisata yang berupa PPh Badan DTP (Ditanggung Pemerintah).

Besaran insentif pajak PPh Badan DTP tersebut sebesar 10 persen, sehingga besaran tarif pajak PPh Badan akan turun menjadi 12 persen (dari tarif normal sebesar 22 persen). Hal ini diharapkan akan mampu memberikan angin segar bagi pelaku usaha dan dapat menjaga iklim usaha agar tetap kondusif.

Hal itu disampaikan Menko Airlangga setelah menerima audiensi Asosiasi dan Pelaku Usaha di bidang Perhotelan dan Jasa Hiburan di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (22/1/2024).

Dalam pertemuan tersebut, Menko Airlangga menerima aspirasi terkait penerapan insentif fiskal terhadap PPh Badan atas Penyelenggara Jasa Hiburan dan terkait dengan kebijakan PBJT untuk Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu.

“Masukannya tadi sudah kita terima semua. Saya minta, solusinya tadi dengan SE Mendagri. Pada waktu di Istana, saya sampaikan bahwa akan ada SE, dan Kepala Daerah bisa mengacu kepada SE Mendagri,” tegas Menko Airlangga.

 

3 dari 3 halaman

Kewenangan Daerah

Selanjutnya Menko Airlangga menyampaikan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 101 UU HKPD telah jelas diatur bahwa Kepala Daerah secara jabatan dapat memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pokok pajak daerah. Hal ini telah ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Surat Edaran Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 kepada Gubernur Daerah DKI Jakarta dan Bupati/ Walikota.

Dengan demikian berdasarkan ketentuan yang ada, Kepala Daerah memiliki kewenangan yang diberikan UU HKPD untuk melakukan pengurangan tarif PBJT atas Jasa Hiburan yang tarifnya 40 persen sampai dengan 75 persen.

Maka kewenangan tersebut, Kepala Daerah dapat mengurangi tarif PBJT hiburan sama dengan tarif sebelumnya. Pemberian insentif fiskal dengan pengurangan tarif PBJT hiburan tersebut cukup ditetapkan dengan Perkada.

Alhasil pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah tersebut cukup mengacu kepada UU HKPD, PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribnusi Daerah, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024.