Liputan6.com, Jakarta Ekonom memandang merger antara BTN Syariah dan PT Bank Muamalat Indonesia bisa jadi langkah strategis gua memperkuat industri perbankan syariah di Indonesia. Mengingat ada tujuan perluasan pasar dari bank syariah di Indonesia.
Ekonom Perbankan Syariah Banjaran Surya Indrastomo menerangkan proses merger dan akuisisi di sektor perbankan syariah jadi upaya perampingan jumlah bank. Pada saat yang sama, diharapkan mampu memperkuat sisi permodalan bank tersebut.
Baca Juga
"Terkait M&A di perbankan Indonesia ini secara garis besar sejalan dengan kebutuhan penyederhanaan jumlah bank dari 100 ke dibawah itu. Dalam konteks perbankan syariah dibutuhkan sekali karena tingkat permodalan bank menentukan outreach dan impact yang bisa diberikan," ujar Banjaran kepada Liputan6.com, Rabu (24/1/2024).
Advertisement
Melalui proses merger, seperti yang direncanakan antara BTN Syariah dan Muamalat, nantinya bank syariah itu bisa memperluas cakupannya. Dengan demikian bisa jadi cara untuk memberikan pembiayaan ke dunia usaha secara lebih terintegrasi.
"Bank skala besar bisa masuk ke pembiayaan dunia usaha yang lebih terintegrasi, jadi bisa biayai UMKM dan bisa support mereka masuk ke ekosistem yang lebih besar," kata dia.
Guna menopang hal tersebut, kata Banjaran, diperlukan modal untuk meningkatkan cakupan pasar dan mendorong awareness. Maka, merger bisa jadi salah satu cara untuk memperkuat modal dan memperbesar cakupan tadi.
"Hal-hal ini perlu untuk meningkatkan market share perbankan syariah naik tembus double digit, dengan mesin yang lebih besar," tegasnya.
Â
Ada Perhitungan
Lebih lanjut, Banjaram mengatakan ada satuan ukuran yang jadi pertimbangan rencana merger anak usaha bank BUMN itu dan Muamalat sebagai bank swasta.
Artinya, keuntungan dari aksi korporasi itu masuk pada pertimbangan matang tiap-tiap pihak yang terlibat.
"Untuk Merger, pasti ada due diligence untuk mengukur nilai tambah. Dari investor lama dan baru mencoba menjajaki, kalau sampai done deal berarti ketemu harga yang disepakati," urainya.
Â
Advertisement
MUI Tolak Merger
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas memandang langkah merger BTN Syariah dan Bank Muamalat bukan sesuatu urgensi saat ini. Dia memandang, merger itu bakal menjadikan Bank Muamalat menjadi bank milik negara.
Anwar menegaskan, awal mula pendirian Bank Muamalat Indonesia diusung oleh umat dan bergerak untuk umat. Setelah melewati beragam tantangan, Anwar menyebut kalau Bank Muamalat sempat menjadi tempat investasi dari dana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
"Tetapi hal itu bukanlah berarti BMI sudah menjadi bank milik pemerintah karena dana BPKH yang diinvestasikan di BMI tersebut bukanlah dana dari pemerintah tapi adalah dana milik umat," ucap Anwar dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Selasa (23/1/2024).
"Untuk itu kedepan kita harus bisa menjaga agar BMI tetap dengan paradigmanya dari umat, milik umat, bersama umat dan untuk umat . Oleh karena itu ide untuk memergerkan bank muamalat dengan BTN Syariah sebaiknya tidak dilanjutkan dengan pertimbangan," sambung Anwar.
Â
Banyak Pertimbangan
Dia mengatakan, ada sejumlah pertimbangan yang mendasari penolakannya terhadap rencana merger BTN Syariah dan Bank Muamalat. Pertama, agar legacy dari pendiri Bank Muamalat sebagai bank syariah murni ini tetap terjaga. Tujuannya menjadi pelajaran bagi generasi sekarang dan masa depan.
Kedua, kita juga ingin di tengah-tengah persaingan dunia perbankan yang ada di negeri yang mayoritas umatnya beragama islam ini tetap ada bank swasta yang merupakan milik umat.
Dia meminta, dalam menangani masalah Bank Muamalat ini kedepan pendekatan yang digunakan tidak hanya murni mempergunakan hitung-hitungan ekonomi dan bisnis saja. Tetapi juga harus bisa memperhatikan dan mempertahankan sejarah.
"Maksud dan tujuan dari kita mendirikan bank ini yaitu kita ingin umat islam punya bank yang berdasarkan prinsip syariah yang diharapkan akan dapat membantu ekonomi umat terutama usaha-usaha yang berada di kelompok UMKM terutama usaha kecil, mikro dan ultra mikro yang jumlahnya 99 persen dari seluruh pelaku usaha di negeri ini yang oleh sistim perbankan yang ada secara sistemik telah termarginalkan," tuturnya.
Advertisement