Liputan6.com, Jakarta Indonesia memiliki cadangan gas bumi terbesar di Asia Tenggara, seiring penemuan sumber daya gas bumi di Wilayah Kerja South Andaman serta Geng North. Hal ini yang diharapkan mampu berperan menjadi penyedia energi di dunia.
Berdasarkan data Rystad Energy, diperkirakan Indonesia memiliki sumber daya gas lebih dari 100 trillion cubic feet (TCF). Volume ini mewakili hampir separuh dari total sumber daya gas di Asia Tenggara.
Baca Juga
Hal ini membuat Indonesia memiliki momentum untuk dapat memenuhi kebutuhan energi secara mandiri sekaligus mempunyai posisi yang berpengaruh di panggung dunia melalui pemanfaatan potensi sumber daya gas bumi.
Advertisement
Namun, potensi sumberdaya yang besar saja tidak cukup karena tantangan sebenarnya adalah bagaimana monetisasi sumberdaya dapat segera dilakukan.
“Mengoptimalkan cadangan gas Indonesia, khususnya bagi KKKS, memiliki tantangan yang kompleks. Sebagian besar potensi gas belum diproduksikan lantaran berada di wilayah deepwater serta memiliki kandungan CO2 tinggi,” ujar Sofwan Hadi, Country Head Indonesia Rystad Energy, Selasa (24/1/2024).
Menurut Sofwan, prioritas utama saat ini memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tujuan investasi investor global.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menciptakan kebijakan yang tepat demi mengantisipasi kebutuhan energi di masa depan, sekaligus memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya dalam rangka menghadirkan energi rendah karbon.
“Strategi untuk memaksimalkan cadangan ini harus bertahap. Dalam jangka pendek, kita perlu fokus untuk menjalankan kembali proyek-proyek gas yang tertunda karena tantangan pada Mergers and Acquisition (M&A) dan keterbatasan keuangan,” ujar Sofwan
Harga Gas
Dalam jangka menengah, lanjut Sofwan, pengembangan Blok Masela dan IDD menjadi sangat penting. Namun, masalah harga gas juga jadi salah satu faktor penentu kesuksesan pengembangan kedua blok tersebut.
“Tantangan berikutnya adalah penyesuaian dengan kebijakan low-carbon dan meningkatkan daya tarik fiskal proyek-proyek ini serta tidak lupa juga ketersediaan infrastruktur,” katanya.
Sofwan menjelaskan, pengembangan infrastruktur dan hub penting untuk mengeksploitasi penemuan pada deepwater.
Selain itu, penyesuaian kebijakan penetapan harga gas domestik dan memastikan peningkatan demand gas yang stabil juga sangat penting.
“Sejalan dengan itu, kita harus memberikan prioritas untuk lebih mempromosikan potensi eksplorasi di Indonesia pada perusahaan migas internasional,” katanya.
Menurut dia, insentif diperlukan untuk bisa memastikan keekonomian proyek migas ke depan. Rystad Energy menilai pendekatan Indonesia terhadap insentif fiskal telah cukup efektif.
Pengenalan Simplified Gross Split PSC menjadi bukti dedikasi pemerintah untuk membuat proyek migas yang ada saat ini lebih menarik. Ia menilai bahwa memasukkan insentif dengan basis waktu akan berdampak signifikan pada realisasi proyek.
Selain itu, keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada KKKS terkait pilihan PSC Gross Split atau kembali ke PSC Cost Recovery, cukup menarik.
Selain itu, lanjutnya, kehadiran teknologi baru dalam sektor eksplorasi, produksi, dan pengolahan gas bumi di Indonesia juga dinilai sangat penting.
Partisipasi perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki keahlian dalam bidang Enhanced Oil Recovery (EOR), Carbon Capture and Storage (CCS), dan teknologi di area deepwater sangat diperlukan.
Pengembangan proyek gas bumi yang sukses, sangat penting untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan memastikan pasokan stabil untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Dalam konteks ketegangan politik global saat ini, produksi gas domestik yang dimiliki Indonesia juga menjadi hal sangat penting.
“Indonesia sebaiknya tidak melewatkan peluang untuk menggunakan gas bumi sebagai bahan bakar transisi dan untuk mengembangkan CCS hub,” jelas Sofwan.
Advertisement
Realisasi Produksi
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi produksi gas sepanjang 2023 sebesar 960 juta barel setara minyak per hari (BOEPD), di bawah target sebesar 1.100 juta BOEPD.
Realisasi tersebut meningkat bila dibandingkan 2022 yang tercatat sebesar 953 juta BOEPD. Pemerintah mengklaim, porsi pemanfaatan gas untuk domestik tahun 2023 sebesar 68,2%, lebih besar dibandingkan porsi ekspor dengan realisasi penyaluran Gas Bumi Domestik 2023 sebesar 3.745 BBTUD. Pemanfaatan gas domestik paling besar untuk industri sebesar 1.515,8 BBTUD (40,5%).
Pemerintah memiliki prioritas untuk membangun infrastruktur gas agar tersambung antara Sumatera dan Jawa melalui dua proyek pipa transmisi yaitu Cirebon – Semarang serta Dumai Sei Mangkei dengan total panjang ruas pipa mencapai sekitar 760 km.
Setelah lama tidak digarap akhirnya pemerintah turun tangan mendanai sendiri proyek tersebut. Untuk Cirebon – Semarang (Cisem) tahap 1 sudah rampung, sementara untuk Cisem tahap 2 serta Dumai – Sei Mangkei akan dikerjakan tahun ini.