Liputan6.com, Jakarta- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencoba melakukan simulasi pendapatan negara dari pemungutan pajak rokok elektrik. Angkanya ternyata terungkap sekitar Rp 175 miliar dalam setahun.
Angka ini merupakan hasil simulasi jika dilakukan pemungutan pajak rokok elektrik sepanjang 2023. Sedangkan pemungutan pajak rokok elektrik ini baru diberlakukan mulai 1 Januari 2024.
Baca Juga
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati mengatakan angka Rp 175 miliar tersebut mengacu pada hitungan besaran pajak rokok elektrik merupakan 10 persen dari tarif cukai yang berlaku.
Advertisement
"Jika kita simulasikan, karena belum dipungut kan, baru sekarang kan, maka kita simulasikan jika pajak rokok elektrik ini sudah dipungut dari 2023 kan 10 persen dari cukainya itu sebesar Rp 0,175 trilin atau Rp 175 miliar," tutur Lydia dalam Diskusi Publik YLKI, di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Dia mengatakan, angka tersebut masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan pendapatan negara dari pajak di sektor lainnya. Maka, bisa diambil kesimpulan kalau pemungutan pajak rokok elektrik bukan sebatas mencari pendapatan untuk negara.
"Kalau dilihat dari sini, kita lihat bahwa ini kecil sekali, maka ini menjadi dasar yang kami bilang tadi, tidak semata-mata pendapatan loh untuk penetapan pajak elektrik ini," tuturnya.
Lydia kembali menegaskan, tujuan pemungutan pajak rokok elektrik ini adalah untuk menerapkan unsur keadilan di sektor pengolahan hasil tembakau dan lainnya. Termasuk disini adalah industri rokok elektrik.
"Sedikit, kecil sekali gitu ya. Tetapi keadilan tadi bahwa rokok tradisional pun kena kok, rokok konvensional pun kena kok, rokok elektrik juga apalagi, juga menjadi bagian yang harus dikenakan (pajak rokok)," pungkasnya.
Â
Pajak Rokok Bukan Cari Pendapatan
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan tujuan dari pengenaan pajak rokok, termasuk pajak rokok elektrik adalah untuk mengendalikan konsumsi di masyarakat. Sehingga, bukan berarti pajak yang ditetapkan pemerintah semata-mata untuk meningkatkan pendapatan.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati mengatakan, pajak itu jadi salah satu instrumen fiskal yang digunakan pemerintah. Meski menjadi instrumen pengumpulan dana, dia menegaskan tujuannya bukan hanya mendulang pendapatan bagi masyarakat.
"Pajak atau cukai apapun, sekali lagi bukan semata-mata menggali pendapatan sebanyak-banyaknya, tapi lebih kepada instrumen mengendalikan konsumsinya," ujar Lydia dalam Diskusi Publik YLKI di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Dia menegaskan, pengendalian ini diperlukan untuk menjaga konsumsi di masyarakat. Pasalnya, seperti pajak rokok, menjadi barang yang berdampak ketika dikonsumsi.
Â
Advertisement
Dampak Negatif
Misalnya, kata Lydia, adalah dampak dari kandungan zat-zat yang ada dalam rokok tersebut. Baik itu rokok konvensional, maupun rokok elektrik. Pajak sendiri masuk pada sisi pengendalian dari aspek keuangan.
"Kenapa perlu? karena yang dikonsumsi adalah sesuatu yang berdampak. Contohnya kalau rokok itu didalamnya ada tembakau, ketika diekstrak nikotinnya jadi zat yang adiktif, maka disitulah peran pajak dan cukai," jelasnya.
"Cukai itu sama dengan pajak, cukai itu pajak tertentu yang dikenakan pada barang konsumsi tapi pajak tadi disampaikan adalah kewajiban. Sesuatu kewajiban jika rokok kena cukai maka otomatis nempel disitu. Jadi setiap ada cukai rokok itu harus dikenakan pajak rokoknya," sambung Lydia.
Â