Sukses

Investasi Rempang Eco-City Rp 175 Triliun Mandek Gara-Gara Warga Tolak Relokasi

Rencana investasi tahap I ke Rempang Eco-City terhambat. Padahal, rencana awal, investasi senilai USD 11,6 miliar atau Rp 175 triliun itu dijadwalkan terealisasi Januari 2024 ini.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengusahaan kawasan Batam (BP Batam) mengklaim investasi ke proyek Rempang Eco-City mandek karena adanya konflik di kawasan tersebut. Itu merujuk pada adanya sejumlah warga yang menolak direlokasi akibat kawasan tempat tinggalnya terdampak proyek strategis nasional (PSN).

Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam Sudirman Saad mengatakan rencana investasi tahap I ke Rempang Eco-City terhambat. Padahal, rencana awal, investasi senilai USD 11,6 miliar atau Rp 175 triliun itu dijadwalkan terealisasi Januari 2024 ini.

"Sudah pasti (terganggu). Sebetulnya rencana awal realisasi investasi tahap I di Januari ini, tapi karena ada resistensi atau konflik di awal membuat dia delay," ujar Sudirman saat ditemui di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, Senin (29/1/2024).

Dia menegaskan, kalau salah satu PSN ini harus mulai digarap pada 2024 ini. Alhasil, dia mengaku telah mendapat restu dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk melakukan negosiasi dengan warga.

Sudirman mengatakan, ada waktu sekitar 6 bulan di awal tahun ini untuk proses negosiasi tersebut. Tujuannya, guna mengebut tahap awal proyek ini bisa berjalan.

"Pemerintah melalui Menko Ekonomi kita diberi waktu 6 bulan di tahun ini untuk melakukan nego dengan warga supaya investasi bisa tetap investasi tahun ini. Karena ini kebijakan pemerintah ini PSN harus mulai ada realisasi 2024, tidak boleh ada delay lewat 2024," jelasnya.

Atas adanya tenggat waktu tersebut, kata dia, bukan berarti proyek ini dipaksakan. Tahap awal sendiri, menyasar pembangunan seluas 2.370 hektar lahan untuk Rempang Eco-City.

"Tidak berarti dipaksakan, bertahap tentunya. Dari 8.000 ha kita mulai dari 2.370 ha," ucapnya.

2 dari 4 halaman

Kurang Mulus

Sudirman mengakui kalau di awal proyek ini ada komunikasi yang kurang mulus dengan masyarakat yang tinggal di Pulau Rempang. Namun, dia mengaku telah menindaklanjuti arahan yang diberikan oleh pemerintah pusat.

Alhasil, terjadi penolakan dari warga yang tinggal di kawasan tersebut untuk direlokasi. Untuk itu, Sudirman mengatakan, langkahnya dengan membangun sebagian kecil dulu kawasan Rempang Eco-City.

"Memang awal kami sudah dapat koreksi dari Presiden langsung, ada komunikasi yang kurang smooth di awal. Tapi intinya kita sudah betul betul melakukan pendataan sesuai rekomendasi ombudsman dan pentahapan, dari 8.000 hektare yang akan dikembangkan tahap satu tahun ini 2.370 hektare," jelasnya.

Mengaca data Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), proyek tahap awal ini berdampak pada 961 keluarga. Sudirman menyebut, guna mencari solusi, pihaknya sudah membuat tim yang melibatkan tokoh adat melayu, yang diharapkan bisa menjembatani komunikasi antara pemerintah dan warga.

"Dari ombudsman juga kami diminta supaya jangan lagi ada tindakan tindakan kekerasan atau penggusuran paksa," tuturnya.

3 dari 4 halaman

Investasi Tahap Awal Perusahaan China

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, membeberkan reaksi investor Xinyi Group terkait konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam.

Bahlil mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan perusahaan kaca asal China tersebut. setelah dilakukan koordinasi, pihak Xinyi pun memahami permasalahan yang timbul dengan warga Rempang tersebut.

Xinyi Group dikatakan mempercayakan seluruhnya kepada Pemerintah Indonesia untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan rencana investasi senilai USD 11,6 miliar atau Rp 175 triliun untuk pengembangan Rempang Eco City.

"Insya Allah mereka mau pahami. Karena perwakilan saya sebelum rapat saya telepon, Insyaallah mereka pahami, tapi mereka berpikirnya agar sama-sama selesaikan dengan baik dan kalau bisa diharapkan bisa cepat itu jauh lebih baik," kata Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI, secara virtual, Sein (2/10/2023).

4 dari 4 halaman

Tak Ada Tekanan

Sejauh ini, pihak Xinyi pun tidak menekan Pemerintah Indonesia. Adapun Bahlil menegaskan, Pemerintah akan selalu bijak dalam mengambil keputusan agar bisa menyelesaikan masalah Rempang dengan baik.

"Tapi posisinya tidak sampai menekan kita, nggak lah. mudah-mudahan kita mampu menyelesaikan ini dengan baik-baik saja dan dengan cepat," katanya.

Bahlil menilai, sangat disayangkan jika investasi Rempang ini tidak berhasil diperoleh. Sebab investasi merupakan salah satu jalan untuk mencapai Indonesia emas tahun 2045.

"Terkecuali kita ini semua sepakat mengusir investasi, nggak apa. Seandainya kita sepakat, jangan bermimpi 2045 akan menjadi Indonesia Emas. Nanti Indonesia tembaga nanti," pungkasnya.

Video Terkini