Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berjanji akan menyelesaikan utang atas selisih harga atau rafaksi minyak goreng tahun ini. Polemik rafaksi minyak goreng ini sudah berjalan 2 tahun.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, pemerintah memastikan akan membayar rafaksi minyak goreng kepada para pengusaha tahun ini.
Baca Juga
"Pasti, tahun ini mungkin dibayar," kata Isy ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, dikutip Selasa (30/1/2024).
Advertisement
Dia berharap, proses yang sedang berjalan ini bisa segera selesai. Dengan begitu, utang pemerintah ke pengusaha ritel dan produsen minyak goreng bisa dilunasi.
Â
"Ya mudah-mudahan selesai lah insyaallah," ucapnya.
Adapun, utang rafaksi minyak goreng muncul dalam upaya pemerintah menstabilkan harga minyak goreng di pasaran Rp 14.000 per liter. Alhasil, sejumlah selisih harganya bakal ditanggung pemerintah dan dicairkan ke pengusaha ritel dan produsen.
Utang pemerintah ke anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tercatat sebesar Rp 344 miliar. Sementara, jika menghitung dengan produsen minyak goreng, jumlahnya menjadi Rp 800 miliar.
Belum Dibahas
Sementara itu, Isy menyebut belum ada waktu yang pas untuk membahas mengenai rafaksi minyak goreng bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pasalnya, rapat koordinasi terbatas (rakortas) tak sebatas Kemendag dengan Menko Perekonomian.
"Kan kalau rakortas kan bukan hanya menko aja, ada menteri banyak, untuk kumpul menteri banyak sekarang lagi agak lagi sulit," kata dia.
Kemudian, terkait gugatan hukum yang dilayangkan pengusaha, Isy memilih menghormati proses tersebut. Menurutnya, itu jadi hak pengusaha.
"Kalau gugat itu kan hak pengusaha. Kalau maunya ya sekarang kita harus tunggu proses hukumnya aja udah," ungkap Isy Karim.
Â
Pengusaha Tagih Utang Rafaksi
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey, mengatakan bahwa permasalahan pembayaran utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng (migor) hingga saat ini belum menemukan titik terang.
Padahal Aprindo telah berulang kali menagih pembayaran utang rafaksi migor kepada Kementerian Perdagangan, namun peritel kerap kali tidak mendapatkan jawaban yang pasti kapan tepatnya pembayaran utang dibayarkan.
Roy bercerita, semakin berlarutnya polemik utang rafaksi ini, membuat pihaknya banjir dukungan dari produsen-produsen minyak goreng. Lantaran, para produsen migor tersebut juga memiliki permasalahan yang sama.
"Awalnya hanya Aprindo saja yang maju untuk kita menjalankan panglima ini, bukan orang ya, tapi hukum sebagai panglima. Kita masih terus diskusi di internal karena produsen minyak gorengnya masih dalam proses-proses komunikasi. Nah belum 1 bulan ini, jadi masih hangat, kami sudah dapat dukungan dari produsen," kata Roy dalam konferensi pers Aprindo di Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Atas dukungan dari para produsen migor, pengusaha ritel pun akhirnya memantapkan diri untuk melakukan gugatan hukum terhadap Kemendag.
"Dengan bersatunya belum 1 bulan ya kita akan segera masukkan. Itu ada kuasa hukumnya sedang kita siapkan, apakah kita melaporkan kepada Mabes (Markas Besar Kepolisian), apakah kita somasi, gugat PTUN. Ini lagi dicari antar kuasa hukum, karena kami ada kuasa hukum, produsen juga ada pengacara," ujarnya.
Â
Advertisement
Keluhan Pengusaha
Adapun Roy mengungkapkan alasan peritel dan produsen migor melakukan gugatan hukum, yaitu lantaran pihak pengusaha ritel sudah lelah menghadapi ketidakpastian terkait pembayaran utang rafaksi migor.
"Kenapa harus lewat itu? Karena kami nggak dapat kepastian, niatnya (pemerintah) juga nggak ada bahkan. Karena kalau niat surat terakhir dari Kemenkopolhukam untuk mendorong Kemendag segera, mestinya. Hanya jarak ke lapangan banteng nggak sampai 2 km, sesibuk itu kah untuk menyelesaikan kewajiban yang harus menjadi kewajiban negara?" ungkapnya.
Bahkan, pengusaha ritel merasa didzalimi oleh Pemerintah khususnya Kemendag. Sebab, sebelumnya pihak ritel dijanjikan Pemerintah akan dibayarkan selisih harga dari minyak goreng yang dijual pada waktu itu.
"Diminta dan dijanjikan pula, dijanjikan Permendag 3/2022, tetapi tidak dipenuhi dengan berbagai alasan. Dengan janji dan alasan yang bermacam-macam. Ini sudah mau akhir tahun, sudah mau 2 tahun, tinggal 1 bulan lagi berumur 2 tahun. Dan ini hak pelaku usaha dan kewajiban pemerintah karena kita sudah penuhi kewajiban kita menjual Rp14.000 (per liter) di seluruh Indonesia," pungkasnya.
Â