Sukses

Pajak BBM DKI Jakarta Naik, Siap-Siap Harga Pertamax Cs Ikut Terkerek

Perubahan harga BBM di Jakarta ini bisa terjadi pasca Pemprov DKI menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) akan berdampak terhadap harga BBM non subsidi seperti Pertamax cs.

Perubahan harga BBM di Jakarta ini bisa terjadi pasca Pemprov DKI menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024. Melalui regulasi ini, pajak BBM DKI Jakarta ditetapkan naik dari 5 persen menjadi 10 persen.

Vice President Corporate Secretary PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengkonfirmasi, pemerintah daerah memang punya hak untuk menaikan harga BBM.

"Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) merupakan salah satu komponen pembentuk harga BBM nonsubsidi yang besarannya ditetapkan oleh pemerintah daerah," jelasnya kepada Liputan6.com, Selasa (30/1/2024).

"Sehingga jika ada penyesuaian PBBKB oleh pemerintah daerah maka akan mempengaruhi harga jual BBM nonsubsidi," kata Fadjar.

Kendati begitu, ia memastikan harga BBM yang bakal terkerek lebih kepada jenis BBM yang tidak mendapat subsidi dari pemerintah pusat, semisal Pertamax, Pertamax Turbo, dan lainnya.

"BBM bersubsidi tetap karena kewenangannya ada di pemerintah pusat," tegas Fadjar.

Untuk BBM nonsubsidi di lingkup nasional, Fadjar pun tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan harga lagi per Februari 2024 nanti. Mengikuti tren harga minyak Mean of Plats Singapore (MOPS) dan komponen lainnya.

"Iya setiap bulan ada penyesuaian. (Harga BBM untuk Februari 2024) masih dihitung di Pertamina Patra Niaga," imbuh dia.

Untuk diketahui, harga seluruh produk BBM non subsidi per Januari 2024 kompak mengalami penurunan. Seluruh jenis bahan bakar tak bersubsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex terpotong antara Rp 400-1.100 per liter.

2 dari 3 halaman

Menteri ESDM Siapkan Subsidi Energi Rp 186,9 Triliun di 2024

Sebelumnya, pemerintah menyiapkan dana cukup besar untuk subsidi energi di tahun 2024 ini. Angkanya mencapai Rp 186,9 triliun, baik untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquified Petroleum Gas (LPG), dan listrik.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan angka alokasi subsidi energi itu berkaca pada realisasi subsidi di 2023. Tercatat ada realisasi sebesar Rp 159,6 triliun, dengan Rp 95,6 triliun untuk BBM dan LPG, serta Rp 64 triliun untuk subsidi listrik.

"Kemudian di 2024 targetnya itu untuk BBM dan LPG sebesar Rp113,3 triliun, kita liat ini tren (konsumsi) meningkat," ujar Arifin dalam Konferensi Pers Capaian Sektor ESDM Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (16/1/2024).

"Ini tentu saja kita antisipasi harga bahan baku minyak mentahnya juga demand yang juga cukup meningkat, dan kita liat juga listrik juga meningkat menjadi Rp73,6 (triliun). Totalnya subsidi ini Rp186,9 triliun," imbuhnya.

Guna mengoptimalkan porsi kucuran subsidi, Arifin berharap harga bahan baku seperti minyak dunia bisa berangsur turun. Dengan begitu, harapannya, beban terhadap dana subsidi menjadi lebih ringan dan efisien.

"Kita berharap juga bahwa adanya perubahan-perubahan keadaan di global yang memang bisa memberikan dampak positif yang bagus untuk pengehmatan subsidi kita dalam negeri," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Minta Masyarakat Bijak

Sementara itu, di sisi lain, Arifin meminta masyarakat turut bisa terlibat dalam mengurangi beban subsidi ini. Caranya, bisa dengan menggunakan BBM non subsidi.

"Intinya bagaimana kita bisa mengefesiensikan subsidi energi tanpa mengurangi kebutuhan, itu harus dari semua pihak berpartisipasi. Nah ini perlu masyarakat juga untuk bisa membantu kan lebih bagus kita hemat biaya subsidinya dan bisa dimanfaatkan untuk sektor lainnya yang masih membutuhkan," tutur Arifin.

Dengan dukungan regulasi nantinya, dia berharap hanya kelompok yang berhak saja yang mendapatkan alokasi subsidi.

"Inilah yang memang kita harus lakukan dan harus kita selesaikan ke depan, tapi memang konsistensi program harus bisa dilanjutkan," pungkasnya.