Sukses

Thailand Resesi, Bank Sentral Didesak Turunkan Suku Bunga

Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin mendesak bank sentral untuk menurunkan suku bunga untuk membantu ekonomi yang sedang masih dalam jurang resesi.

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian negara tetangga Indonesia di ASEAN yaitu Thailand tengah berada dalam kondisi resesi karena tingginya tingkat utang rumah tangga. Hal itu diungkapkan oleh wakil menteri keuangan Thailand, Julapun Amornvivat.

Resesi di Thailand kini meningkatkan tekanan pada bank sentral negara itu untuk menurunkan suku bunga.

Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (30/1/2024) Julapun Amornvivat mengatakan kebijakan suku bunga negara tersebut, yang berada pada tingkat tertinggi dalam satu dekade sebesar 2,50 persen, harus diturunkan pada tinjauan kebijakan bank sentral berikutnya pada 7 Februari mendatang untuk membantu menurunkan biaya pinjaman yang tinggi.

"Angka tersebut harus diturunkan karena tingginya tarif sekarang menjadi beban masyarakat. Masyarakat tidak dapat bertahan hidup," katanya.

Senada, Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin juga mendesak bank sentral untuk menurunkan suku bunga untuk membantu negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara yang menurutnya sedang mengalami krisis.

Sebelumnya, pekan lalu, Gubernur Bank Sentral Thailand Sethaput Suthiwartnarueput, yang mendapat kecaman dari perdana menteri karena tidak menurunkan suku bunga meskipun inflasi negatif, mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi lebih lambat dari perkiraan namun perekonomian tidak berada dalam krisis.

Sethaput mengatakan kebijakan suku bunga saat ini "secara umum netral".

Sebagai informasi, Bank sentral Thailand mempertahankan suku bunga kebijakannya tidak berubah sebesar 2,50 persen pada pertemuan suku bunga terakhirnya di November 2023, setelah menaikkannya sebesar 200 basis poin sejak Agustus 2022 untuk mengendalikan inflasi.

2 dari 3 halaman

Thailand Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi di 2024

Thailand pekan lalu juga memangkas proyeksi pertumbuhan tahun 2024 menjadi 2,8 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,2 persen, karena faktor melemahnya ekspor dan menurunnya jumlah wisatawan asing.

Pemerintah juga menurunkan perkiraan pertumbuhan tahun 2023 menjadi 1,8 persen dari 2,7 persen, di bawah pertumbuhan tahun 2022 sebesar 2,6 persen. Produk domestik bruto (PDB) resmi tahun 2023 akan dirilis oleh badan perencanaan negara tersebut pada 19 Februari meendarang

"Kalau ditanya, sekarang sudah pada level berbahaya. Semacam resesi ekonomi," kata Julapun, seraya menambahkan situasi tersebut didorong oleh tingginya beban utang rumah tangga dan sektor swasta.

"Sulit untuk mendorong perekonomian maju. Itu sebabnya kita melihat pertumbuhan ekonomi selalu lamban," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Dana Bantuan ke Masyarakat

Julapun juga mengungkapkan, pemerintah Thailand berkomitmen untuk melaksanakan pemberian dana sebesar 500 miliar baht (USD 14 miliar) yang akan ditransfer masing-masing sebesar 10.000 baht (USD 281) kepada 50 juta warga Thailand, dan berharap penundaan dalam peluncurannya tidak akan lama.

Dia juga menyebut Thailand berencana menerbitkan obligasi di luar negeri dalam satu atau dua tahun ke depan dalam dolar, yuan dan yen untuk menciptakan tolok ukur bagi dunia usaha untuk mengumpulkan dana.

Disebutnya akan ada penjualan obligasi tabungan pemerintah senilai sekitar 100 miliar baht (USD 2,8 miliar) pada tahun fiskal 2024, dengan batch pertama sebesar 40 miliar baht pada Maret 2024.