Liputan6.com, Jakarta Menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, kelima Kementerian/Lembaga menangani dugaan pelanggaran netralitas ASN secara nasional melalui satu sistem bersama melalui Sistem Berbagi Terintegrasi (SBT).
Penanganan dugaan pelanggaran netralitas ASN diproses secara terintegrasi oleh 5 (lima) Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan yang telah ditetapkan pada September 2022 lalu.
Baca Juga
Kelima Kementerian/Lembaga itu terdiri dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Advertisement
Plt. Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto, menjelaskan, SBT sendiri merupakan sistem penanganan bersama yang diinisiasi oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) selaku bagian dari Satgas Netralitas ASN.
Kasus Disiplin PNS
Hal ini terkait dengan kencederungan penjatuhan disiplin terkait dugaan pelanggaran netralitas pada musim Pemilu dan Pemilihan. BKN menilai potensi tersebut berpeluang terjadi lantaran hasil temuan Kedeputian Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN soal kasus disiplin PNS yang berkaitan dengan ketentuan netralitas kerap marak terjadi jelang kontestasi politik.
"Dengan adanya kolaborasi pengelolaan data terintegrasi ini, penanganan netralitas yang dilakukan oleh BKN dan K/L terkait Keputusan Bersama akan terpantau secara nasional, transparan, akuntabel dan tidak tebang pilih,” kata Haryomo dalam Rapat Koordinasi Pengawasan dan Pengendalian, Selasa (6/2/2024).
Adapun kolaborasi tersebut untuk memenuhi prinsip Keputusan Bersama kelima instansi tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang objektif, transparan, akuntabel, terintegrasi dan memenuhi persamaan data hasil penanganan pelanggaran.
Lebih lanjut SBT yang telah diluncurkan pada tanggal 21 Maret 2023 ini sudah dapat dimanfaatkan oleh PIC yang ditunjuk dari masing-masing Kementerian/Lembaga untuk kepentingan penanganan pelanggaran netralitas pegawai ASN sesuai dengan surat KemenPAN RB Nomor: B/26/S.SM.00.01/2023.
Proses Penanganan Melalui SBT
Proses penanganan melalui SBT diawali dengan Bawaslu melakukan pengecekan lebih lanjut terhadap laporan dugaan pelanggaran yang dilaporkan masyarakat.
"Hasil pengecekan Bawaslu kemudian diverifikasi dan divalidasi oleh KASN melalui pemberian rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau PPK Instansi untuk menindaklanjuti ASN yang sudah terbukti melakukan pelanggaran netralitas sesuai PP 94/2021," jelasnya.
BKN kemudian memastikan apakah PPK Instansi telah melakukan penjatuhan disiplin terhadap pelanggaran netralitas ASN sudah sesuai atau tidak dengan ketentuan disiplin melalui Integrated Discipline atau disingkat dengan I’Dis.
Sementara jika rekomendasi penjatuhan disiplin tidak dijalankan oleh PPK Instansi selama 14 hari kerja, BKN akan melakukan tindakan pengendalian mulai dari peringatan, teguran sampai dengan pemblokiran data kepegawaian. Termasuk jika penjatuhan disiplin yang dilakukan PPK keliru, BKN dapat membatalkan Surat Keputusan atau SK yang diterbitkan PPK Instansi sesuai dengan Peraturan Presiden 116 Tahun 2022 tentang Pengawasan dan Pengendalian Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Manajemen ASN.
Advertisement
183 ASN Terbukti Tak Netral di Pemilu 2024, Makin Nekat dan Sistemik
Sebelumnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menerima kurang lebih 403 pelaporan mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar netralitas dalam Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 183 ASN atau sekitar 45,4 persen dari total terbukti melakukan pelanggaran netralitas dalam Pemilu 2024.
"Berdasarkan laporan yang diterima oleh KASN, terdapat 403 ASN yang dilaporkan atas dugaan pelanggaran netralitas. Sejumlah 183 ASN atau 45,4 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran netralitas," ujar Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto dikutip dari Antara, Selasa (6/2/2024).
Kemudian, sebanyak 97 ASN atau 53 persen di antaranya sudah dijatuhi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK). Sementara itu, pada Pilkada Serentak 2020 tercatat ada 2.034 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas.
Sejumlah 1.597 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran. Lalu, 1.450 ASN atau 90,8 persen sudah dijatuhi sanksi oleh PPK.
Menurut Tasdik, dari perbandingan tersebut ada anomali data yang perlu diungkap lebih lanjut dari para penyelenggara pemilu. Hal ini tentunya dapat melalui dukungan organisasi masyarakat sipil pemerhati demokrasi dan khususnya Pemilu.
"Kasus-kasus pelanggaran yang fakta-faktanya semakin nekat secara sistemik, masif dan terstruktur, ternyata tidak berbanding lurus dengan laporan pelanggaran yang terjadi," katanya.
Tidak hanya itu, dia pun menjelaskan fakta-fakta pelanggaran yang berpotensi paling merusak dan nekat adalah bersumber dari penggunaan sumber daya birokrasi, yaitu berupa rekayasa regulasi, mobilisasi SDM, alokasi dukungan anggaran, bantuan program, fasilitasi sarana/prasarana, dan bentuk dukungan lainnya untuk memberikan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
Dilema Besar
Maka yang terjadi bukan hanya politisasi birokrasi, tapi semakin keras mendorong birokrasi berpolitik. Sebab, muaranya adalah tergerusnya etika ASN dengan kondisi politik yang semakin tak menentu.
Hal ini mengakibatkan ASN dalam dilema besar, karena menghadapi tekanan untuk berpihak. Kondisi ini tentu akan menjadi permasalahan dan sangat mempengaruhi terlaksananya Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Saat ini dari berbagai fakta yang terjadi, hampir seluruh unsur dan simpul ASN berpotensi melakukan pelanggaran netralitas, mulai dari tingkat puncak sampai dengan bawah, yaitu PPK, Penjabat Kepala Daerah, Penyelenggara Pemilu, ASN, PPNPN di berbagai jenjang. Bahkan banyak pejabat negara dan pejabat aparatur perekonomian negara terjun menjadi tim pemenangan pasangan calon tertentu.
"Kondisi ini tentunya sangat mungkin memanfaatkan berbagai sumber daya birokrasi di lembaganya masing-masing," pungkas Tasdik.
Advertisement