Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, tidak memusingkan janji Tesla Inc yang sempat ingin membangun pabrik mobil listrik di Indonesia.
Sebab, sudah ada perusahaan otomotif besar asal China, BYD yang telah berinvestasi membangun ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air dengan nilai USD 1,3 miliar, atau setara Rp 20 triliun.
Baca Juga
"Tesla? Kita sudah ada BYD kok, BYD juga enggak jelek, bagus. Kalau Tesla enggak mau datang, ya silakan juga," kata Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Advertisement
Kendati begitu, Luhut menyebut Tesla milik Elon Musk tetap bakal membeli produk turunan nikel dari proyek smelter yang dikerjakan PT Vale Indonesia di Sulawesi.Â
"Dia (Tesla) mau masuk nanti di Vale yang di-joint dengan Ford, dia mau beli mungkin produk mereka itu," ungkap Luhut.
Seperti diketahui, Tesla pada 2022 lalu telah menandatangani kesepakatan jangka panjang baru dengan dua pemasok bahan baterai asal China, yaitu Zhejiang Huayou Cobalt Co dan CNGR Advanced Material Co.
Huayou Cobalt akan memasok bahan ke Tesla mulai 1 Juli 2022 hingga akhir 2025. Harga produk akan dikenakan harga pasar untuk nikel, kobalt dan mangan, serta biaya pemurnian. CNGR akan memasok mobil kendaraan listrik antara 2023 dan 2025.
Merujuk catatan Liputan6.com, Huayou juga telah berkolaborasi dengan investor lain maupun BUMN dalam proyek hilirisasi Indonesia. Salah satunya, dengan PT Kolaka Nickel Indonesia di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, proyek HPAL memproduksi 120.000 ton nikel MHP.Â
Huayou bekerja sama dengan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan Ford Motor Company untuk mengembangkan proyek ini yang disaksikan oleh Presiden Jokowi pada Maret 2023.
Pemerintah Masih Andalkan Nikel Ketimbang LFP, Bahlil: Investasi Sudah Masuk
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalian menegaskan, Pemerintah masih akan menggunakan nikelsebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Alasannya, sejauh ini sudah ada investasiyang masuk untuk pengembangan itu.
Bahlil menyebut, baterai kendaraan listrik, Nickel Manganese Cobalt Oxide (NMC) masih jadi pilihan ketimbang Lithium Ferro Phosphate (LFP). Dia menilai, kualitas LFP jauh lebih rendah dari nikel atau NMC tadi.
"Katanya bila bahwa kita akan bergeser dari bahan baku nikel ke LFP, itu keliru. Karena kualitas LFP itu ini tidak sebaik kualitas dari nikel. Ini penting agar tidak sesat kita berfikir," ungkap Bahlil dalam Trimegah Political and Economic Outlook 2024, di Jakarta, ditulis Kamis (1/2/2024).
Dia menegaskan, upaya pengembangan baterai kendaraan listrik berbasis nikel sudah dimulai. Bahkan, sudah ada investasi yang mulai masuk untuk membangun pabriknya.
Misalnya, perusahaan baterai kendaraan listrik asal China, Contemporary Amperex Technology Co. Limited atau CATL yang disebut sudah mengucurkan investasi Rp 60 Triliun. Pengembangannya, kata Bahlil, mulai dari penambangan hingga daur ulang baterainya.
"CATL ini ada pabrik dari China, dan dia pemain terbesar di dunia. Investasinya dengan BUMN itu Rp 60 trilun dan mereka sudah chip-in uang masuknya dan sekarang sudah mulai bangun," ungkap Bahlil.
"Mulai dari hulu, dari mining, smelter, kemudian precursor, katoda, baterai sel, sampai dengan recycle-nya. Konsep ini pertama kali diterapkan di dunia, yaitu di Indonesia. Jadi bukan di negara lain," imbuhnya.
Advertisement
Perusahaan Lainnya
Kemudian, Bahlil mengungkap investasi yang datang dari perusahaan asal Korea Selatan, LG. Dia menyebut, nilai investasi untum industri baterai listrik RI mencapao Rp 180 triliun.
"Kalau CATL dia masuk dari hulu ke hilir, kalau LG dia masuk dari hilir ke hulu. Sekarang pabriknya 10 giga pertama itu akan deresmikan bulan Februari besok. Dan itu adalah pabrik baterai pertama di Asia Tenggara," paparnya.
Selain dua perusahaan tadi, Bahlil mencatat ada sejumlah perusahaan kakap lainnya yang mengantre masuk ke Indonesia.
"Selain CATL, LG, itu ada VW, ada BASF ada Ford. Kita pikir Indonesia itu betul-betul mendapat nilai tambah lebih dari persoalan ini. karena kita pakai baterai mobil dari nikel, itu bahannya cuma empat, nikel, cobalt, mangan, dan lithium. 80 persen nikelz habis itu mangan, cobalt, dan lithiumnya kita masih impor. Ada dari Australia, ada dari Amerika Latin," pungkasnya.