Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membantah permasalahan kenaikan harga beras dan kelangkaan stok yang terjadi diakibatkan oleh program bantuan sosial (bansos) pangan yang aktif digelontorkan pemerintah.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto mengatakan, program bansos pangan yang rajin digelontorkan pemerintah justru bertujuan untuk memenuhi pasokan dan menstabilkan harga beras yang terus alami kenaikan.
Baca Juga
"Oh nggak, kan (bansos) itu merupakan bagian dari itu untuk mengatasi pasokan pangan, menstabilkan harga (beras)," kata Haryo kepada awak media di Jakarta, (13/2/2024).
Haryo menyebut, kenaikan harga beras dan kelangkaan stok disebabkan oleh mundurnya musim tanam akibat dampak El-Nino. Anak buah Menko Airlangga ini mencatat, produksi beras dalam negeri pada periode Januari sampai Maret diperkirakan hanya 5,8 juta ton. Angka ini turun sekitar 37 persen dibandingkan periode yang sama 2023 lalu.
Advertisement
"Tadi baru ada rapat terkait tersebut yang dipimpin presiden (Jokowi). Artinya Kemenko Perekonomian memonitor perkembangan harga pangan termasuk beras dan berkoordinasi dengan stakeholders ya, KL terkait, kemudian juga memonitor di lapangan. Jadi kenaikan harga beras itu, sejauh informasi yang saya terima itu dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam," ungkapnya.
Impor Beras
Di sisi lain, upaya pemerintah untu melakukan impor beras juga menghadapi sejumlah kendala yang mempengaruhi stok beras dalam negeri. Antara lain tingginya harga beras impor akibat kenaikan harga pupuk dunia yang disebabkan terganggunya pasokan bahan baku pupuk terdampak perang Rusia Ukraina.Â
"Kemudian juga rantai pasok global, akibat konflik di Terusan Sues, itu mengganggu juga pasokan pangan dunia, di Asia. Jadi hal-hal tersebut mengganggu," imbuh Haryo.
Untuk mengatasi kelangkaan stok dan kenaikan harga beras, pemerintah memerintahkan Perum Bulog agar mempercepat penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Pangan (SPHP) yang berasal dari cadangan beras pemerintah (CBP). Percepatan penyaluran beras SPHP ini diharapkan dapat menekankan harga beras yang terus melambung.
"Terus juga mempercepat impornya juga. Jadi yang mendapatkan penugasan Bulog, diperintahkan kepada Bulog mempercepat proses impor dan penyaluran," pungkas Haryo.
Â
Kenaikan Harga Beras
Sebelumnya, Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyoroti ihwal persoalan kenaikan harga dan kelangkaan stok beras di pasaran yang banyak dikeluhkan masyarakat selaku konsumen.Â
Eliza menilai, tren kenaikan harga beras dan kelangkaan stok beras ini dipengaruhi oleh program bantuan sosial (bansos) pangan yang gencar dilakukan pemerintahan Jokowi di tahun politik.Â
"Karena pemerintah mengguyur bansos, akibatnya stok CBP di Bulog saat ini hanya sekitar 1,2 juta, tidak cukup kuat mengintervensi kenaikan harga di pasar," ungkap Eliza saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Selasa (13/2).
Kondisi ini, diperparah oleh masifnya penggunaaan beras sebagai alat kampanye pada musim pemilu serentak 2024. Antara lain pemilihan kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan umum legislatif (Pileg) di berbagai wilayah Indonesia.
"Pesta demokrasi ini selain pilpres juga ada pilkada dan pileg yang diselenggarakan di 37 provinsi, 508 kabupaten/kota. Hajatan besar ini tentu mengerek permintaan beras mengingat seringkali silaturahmi dan kampanye yang disertai pembagian sembako," ujarnya.
Â
Advertisement
Pecah Rekor Tertinggi
Senada, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Reynaldi Sarijowan mengatakan, saat ini, kenaikan harga beras telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Reynaldi mencatat, untuk harga beras medium dijual Rp 13.500 per kilogram (kg) sedangkan beras premium sudah menyentuh Rp 18.500 per kg.
"Ini harga beras tertinggi sepanjang pemerintahan presiden Jokowi," ujar Reynaldi kepada Merdeka.com di Jakarta, Senin (12/2).
Selain alami kenaikan harga, lanjut Reynaldi, pasokan beras medium maupun premium juga mulai langkah di pasar tradisional. Kondisi ini menyebabkan harga beras menjadi semakin mahal.
"(Saat ini) beras melonjak dan sulitnya beras di dapati di pasar tradisional," ungkapnya.
Reynaldi menyebut, kenaikan dan kelangkaan beras ini diakibatkan oleh ketidakakuratan data pemerintah atas pasokan beras untuk kegiatan bantuan sosial (bansos) pangan maupun konsumsi masyarakat secara umum. Kondisi ini diperparah dengan ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi badai El-Nino.