Sukses

Pemilu di Indonesia Dinilai Paling Rumit di Dunia, Kok Bisa?

Selain itu, pengamatan para ahli internasional juga menyebut pemilu di Indonesia adalah yang paling singkat di dunia.

Liputan6.com, Jakarta Kajian dari pengamat dari ahli pemilu internasional menyebut pelaksanaan pemilu di Indonesia paling rumit di dunia. Hal itu diungkapkan oleh Ketua KPU Hasyim Asyari.

"Setidak-tidaknya ya ini sebagai konsekuensi dari sistem. Pilihan sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka," ungkap Hasyim dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip dari VOA Indonesia, (14/2/2024).

Hasyim mengatakan, KPU mengorganisasi 2.749 daerah pemilihan dalam pemilu tahun ini, untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta DPD RI.

"Sehingga KPU harus mendesain 2.749 ragam atau jenis atau desain surat suara karena masing-masing dapil calonnya beda-beda. Ini di antaranya yang kemudian dianggap pemilu di Indonesia ini paling rumit di dunia,” dia menjeaskan.

Selain itu, pengamatan para ahli juga menyebutkan pemilu di Indonesia adalah yang paling singkat di dunia.

Hal itu dalam konteks waktu pemungutan suara yang hanya berlangsung selama enam jam, mulai dari pukul 7.00 hingga 13.00 waktu setempat.

Dalam pesta demokrasi tahun ini, KPU mengundang pihak asing dalam program kunjungan pemilihan (Election Visit Program). Program ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk mengikuti perkembangan pemilu di Tanah Air.

"Dan kesempatan Pemilu 2024 ini menjadi kesempatan bagi kita semua, bangsa Indonesia untuk menunjukkan kepada warga global bahwa Indonesia ini mempraktikkan demokrasi elektoral tentu saja dengan berbagai macam dinamikanya. Nah itu nanti yang akan dijadikan bahan kunjungan dan juga monitoring oleh para undangan atau peserta Indonesia Election Visit Program," bebernya.

Bukan Pertama Kali

Adapun Anggota KPU Muhammad Afifuddin, mengatakan bahwa ini bukan pertama kali Indonesia Election Visit Program diadakan oleh KPU.

Afiduddin mengungkapkan, Indonesia Election Visit Program sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali sejak tahun 2014.

"Program yang dilakukan untuk memfasilitasi para pihak yang berkeinginan untuk datang melihat proses-proses pemilihan atau pemilu di TPS dan juga konferensi melingkupi hal-hal yang berkaitan dengan pemilu dan situasi jelang hari pemungutan suara. Jadi paling tidak di 2014, 2015, 2017, 2018, 2019, dan juga 2020 ada pemilu, ada pilkada, yang paling akhir adalah pemilu atau pilkada di masa COVID-19," jelas Afifuddin.

2 dari 3 halaman

Pemilu di Indonesia Menarik Perhatian Internasional

Program ini diadakan salah satunya juga karena pemilu di Tanah Air cukup menarik perhatian dunia internasional.

Menurutnya, ketertarikan komunitas internasional ini tidak hanya sebatas pada proses pelaksanaan pemungutan suara di TPS, tetapi juga adanya keinginan menggali lebih dalam terkait sistem dan manajemen pemilu di Indonesia.

"Atas dasar itu pada pemilu 2024 ini KPU selaku penyelenggara pemilu di Indonesia kembali mengundang penyelenggara pemilu, NGO internasional, dan perwakilan negara sahabat atau kedutaan untuk hadir dan menyaksikan secara langsung pelaksanaan pemilu 2024," kata Afiduddin.

Terdapat 193 peserta yang diundang dan akan hadir dalam Indonesia Election Visit Program, ungkap Afifuddin.

Ia merinci, peserta yang hadir di antaranya dari 81 perwakilan negara sahabat, 35 orang dari otoritas pemilu di luar negeri, 18 orang dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional, dan satu kampus luar negeri.

Para peserta ini, kata Afif, akan mengunjungi sejumlah TPS di tiga provinsi seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

3 dari 3 halaman

Masih Bisa Diperdebatkan

Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan mengatakan predikat Indonesia yang disebut sebagai pemilu paling rumit di dunia masih bisa diperdebatkan.

Disebutkannya, masih ada pemilu di negara lain yang tidak kalah rumit dengan pemilu di Indonesia.

"Kalau paling rumit, itu debatable ya. Karena bisa jadi yang lebih rumit Filipina. Di Filipina juga pakai sistem presidensial, pilih presidennya langsung. Terus serentak juga. Dan dia bukan hanya milih capres, tapi juga cawapresnya beda kursi, beda kontestasi, beda surat suara," papar Usep.

Selain itu ia juga menilai pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari yang mengharapkan publik bisa menoleransi KPU sebagai penyelenggara pemilu apabila nanti ditemukan berbagai kesalahan dalam pesta demokrasi ini.

"Jadi lebih ke minta kita untuk mengerti. Sebenarnya itu tidak elok ya diucapkan oleh ketua KPU sebagai orang nomor satu dalam penyelenggaraan pemilu ini. Kalaupun bisa mau kita mengerti kan juga tidak relevan pernyataannya, karena pemilu dengan desain yang sama, dengan undang-undang yang sama, dengan kerangka hukum yang sama juga sudah dilakukan di pemilu 2019 dan itu jauh lebih siap dibandingkan pemilu yang 2024 ini," ungkapnya.