Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan impor beras pada Januari 2024 melonjak lebih dari 100 persen, yakni tembus 135,12 persen.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan nilai impor beras pada Januari 2024 mencapai USD 279,2 juta atau setara Rp 4,36 triliun (USD 1= Rp 15,621).
Baca Juga
"Pertumbuhan nilai impor beras secara month to month turun sebesar 16,73 persen tapi secara year on year naik sebesar 135,12 persen. Impor beras pada Januari 2023 tercatat USD 118,7 juta," kata Amalia dalam konferensi pers Perkembangangan Ekspor-impor Januari 2024, Kamis (15/2/2024).
Advertisement
Adapun tiga negara teratas impor beras berasal dari Thailand dengan nilai USD 153 juta, kemudian Pakistan USD 79,3 juta dan Myanmar USD 23,98 juta.
"Impor beras Januari 2024 adalah senilai USD 279,2 jutaimpor beras tersebut utamanya berasal dari Thailand senilai USD 153 juta, kemudian dari Pakistan USD 79,3 juta dan dari Myanmar senilai USD 23,98 juta," ujarnya.
Lebih lanjut, Amalia menegaskan bahwa BPS mengaku kesulitan untuk mengetahui pola impor beras. Lantaran, impor beras sangat tergantung kepada kebijakan Pemerintah.
"Tentunya, impor beras ini tidak dilepas ke pasar tapi tergantung pada kebijakan, sehingga pola impornya tidak bisa kita ketahui secara pasti tergantung dari kebijakan impor beras tersebut yang ditetapkan oleh Pemerintah," pungkasnya.
Menko Airlangga Bantah Kenaikan Harga Beras Akibat Bansos Jokowi
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah persolan kenaikan harga dan kelangkaan stok beras saat ini diakibatkan oleh program bantuan sosial (bansos) pangan yang digulirkan Pemerintahan Jokowi.
Airlangga mengatakan, program bansos pangan berupa beras ini sudah dijalankan pemerintahan Jokowi sejak tahun 2023 lalu.
"Tidak , tidak (bansos). Bansos kan ini jalan terus, dan ini udah dari tahun kemarin juga udah jalan," ujar Airlangga kepada awak media di TPS 05 yang terletak di SMKN 6, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2024).
Untuk mengatasi kenaikan harga dan kelangsungan stok beras, kata Airlangga, Jokowi meminta Perum Bulog untuk meningkatkan pasokan beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Pangan (SPHP) yang berasal dari cadangan beras pemerintah (CBP). Yakni dari rata-rata 150.000 ton menjadi 250.000 ton
"Jadi, pertama stok (Bulog) itu ada 1,2 juta ton. Kemarin dibahas dengan bapak presiden stabilisasi harga beras atau sphp ditingkatkan dari biasanya sekitar sampai dengan 150.000 dinaikkan ke 250.000 (ton)," ujarnya.
Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta adanya pengemasan ulang beras SPHP produksi Bulog dari yang beredar 5 kilogram saat ini hingga subsidi ongkos. Pengemasan ulang ini disesuaikan dengan masing-masing kebutuhan di setiap wilayah.
"Kemudian diminta untuk distribusinya di permudah, artinya kalau biasanya kan sphp dalam kilogramnya 5 kilo, jadi untuk beberapa wilayah didistribusi silakan pakai kiloan yang lebih besar dan ongkosnya diganti itu kemarin solusi yang disampaikan," pungkasnya.
Advertisement
Capai Rekor Tertinggi
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Reynaldi Sarijowan mengatakan, kenaikan harga beras telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Reynaldi mencatat, saat ini harga beras medium dijual Rp13.500 per kilogram (kg). Sedangkan beras premium sudah menyentuh Rp 18.500 per kg.
"Ini harga beras tertinggi sepanjang pemerintahan presiden Jokowi," ujar Reynaldi kepada merdeka.com di Jakarta, Senin (12/2).
Selain alami kenaikan harga, lanjut Reynaldi, pasokan beras medium maupun premium juga mulai langkah di pasar tradisional.Kondisi ini menyebabkan harga beras menjadi semakin mahal.
"(Saat ini) beras melonjak dan sulitnya beras didapati di pasar tradisional," ungkap Reynaldi.
Reynaldi menyebut, kenaikan dan kelangkaan beras ini diakibatkan oleh ketidakakuratan data pemerintah atas pasokan beras untuk kegiatan bantuan sosial (bansos) pangan maupun konsumsi masyarakat secara umum.
Kondisi ini diperparah dengan ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi badai El-Nino.