Pemerintah tengah menggeber opsi kebijakan terkait subsidi energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hasil kajian tersebut akan diputuskan pada April 2013.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, Presiden memberikan deadline rumusan opsi kebijakan subsidi energi harus diserahkan pada pekan ini.
"Karena deadline-nya minggu ini, maka hari ini saya akan laporkan (rumusannya). Tapi April ini, kami harus sudah punya posisi yang jelas untuk keputusannya (exercise)," tukasnya di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Kamis (4/4/2013).
Keputusan tersebut, menurut dia harus segera ambil mengingat subsidi energi baik untuk BBM maupun listrik yang mencapai Rp 300 triliun dianggap tidak sehat bagi postur fiskal pemerintah.
"Jadi kami perlu mengurangi nilai subsidi itu supaya ruang fiskal lebih terjaga, dan bisa dialihkan untuk mengurangi angka kemiskinan maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelasnya.
Meski program pembatasan dan pengendalian BBM bersubsidi telah mulai dijalankan, Hatta menilai masih belum efektif.
"Program itu hanya bisa mengurangi sekitar 1 juta kiloliter, karena pelarangan konsumsi BBM subsidi dilakukan untuk kendaraan pertambangan dan perkebunan, serta kendaraan dinas. Jadi tidak terlalu efektif," urainya.
Volume penghematan yang sangat minim tidak sebanding dengan laju pertumbuhan akibat kemajuan ekonomi. Bahkan peningkatan jumlah penjualan mobil tahun lalu menembus lebih dari 1 juta unit.
Meski demikian, Hatta belum bersedia membeberkan opsi kebijakan yang akan diputuskan di April 2013. "Opsi yang kami ambil seperti apa, teknisnya seperti apa, saya mohon untuk bersabar. Sehingga ini betul-betul tidak hanya menjadi wacana," pungkas dia.(Fik/Ndw)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, Presiden memberikan deadline rumusan opsi kebijakan subsidi energi harus diserahkan pada pekan ini.
"Karena deadline-nya minggu ini, maka hari ini saya akan laporkan (rumusannya). Tapi April ini, kami harus sudah punya posisi yang jelas untuk keputusannya (exercise)," tukasnya di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Kamis (4/4/2013).
Keputusan tersebut, menurut dia harus segera ambil mengingat subsidi energi baik untuk BBM maupun listrik yang mencapai Rp 300 triliun dianggap tidak sehat bagi postur fiskal pemerintah.
"Jadi kami perlu mengurangi nilai subsidi itu supaya ruang fiskal lebih terjaga, dan bisa dialihkan untuk mengurangi angka kemiskinan maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelasnya.
Meski program pembatasan dan pengendalian BBM bersubsidi telah mulai dijalankan, Hatta menilai masih belum efektif.
"Program itu hanya bisa mengurangi sekitar 1 juta kiloliter, karena pelarangan konsumsi BBM subsidi dilakukan untuk kendaraan pertambangan dan perkebunan, serta kendaraan dinas. Jadi tidak terlalu efektif," urainya.
Volume penghematan yang sangat minim tidak sebanding dengan laju pertumbuhan akibat kemajuan ekonomi. Bahkan peningkatan jumlah penjualan mobil tahun lalu menembus lebih dari 1 juta unit.
Meski demikian, Hatta belum bersedia membeberkan opsi kebijakan yang akan diputuskan di April 2013. "Opsi yang kami ambil seperti apa, teknisnya seperti apa, saya mohon untuk bersabar. Sehingga ini betul-betul tidak hanya menjadi wacana," pungkas dia.(Fik/Ndw)