Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak akan menerapkan tarif lebih tinggi 20 persen terhadap pekerja penerima penghasilan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tetapi dengan syarat.
Syaratnya identitas penerima penghasilan dalam hal ini Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini seperti tertuang dalam Pengumuman DJP Nomor PENG-6/PJ.09/2024 tentang Penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak pada Sistem Administrasi Perpajakan pada poin 7.
Baca Juga
Berikut bunyi poin 7 dalam pengumuman tersebut:
Advertisement
"Dalam hal identitas penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a diisi dengan NIK yang telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2, tarif lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) UUP PPh tidak dikenakan atas pemotongan dan atau pemungutan PPh terhadap orang pribadi penduduk dimaksud,” demikian dikutip dari pengumuman tersebut.
Dalam poin 8 pengumuman menyebutkan terhadap orang pribadi penduduk sebagaimana dimaksud pada angka 7 yang belum melakukan pendaftaran dengan mengaktivasi NIK sebagai NPWP, Direktur Jenderal Pajak dapat mengaktivasi NIK sebagai NPWP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Adapun tarif PPh pasal 21 untuk wajib pajak berpenghasilan hingga Rp 60 juta-Rp di atas Rp 5 miliar sebesar 5 persen-35 persen. Bagi wajib pajak penghasilan hingga Rp 60 juta dikenakan tarif 5 persen dan di atas Rp 5 miliar dikenakan 35 persen.
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), pada pasal 21 ayat 5 (a) berbunyi, "Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 5 yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20 persen daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak,”
Dengan demikian, jika tidak memiliki NPWP, wajib pajak dapat dikenakan tarif lebih tinggi 20 persen.Seiring terintegrasinya NIK sebagai NPWP, wajib pajak tidak dikenakan tarif lebih tinggi 20 persen.
Implementasi NIK Jadi NPWP
Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan sehubungan dengan diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 (PMK-136) yang mengatur Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan NPWP dengan format 16 digit baru dapat digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas hingga 30 Juni 2024.
Adapun terhitung mulai masa pajak Januari 2024, format NPWP yang digunakan dalam administrasi perpajakan yakni:
a.NPWP dengan format 15 digit (NPWP 15 digit) atau NIK, bagi orang pribadi yang merupakan penduduk, atau
b.NPWP 15 digit, untuk wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan dan wajib pajak instansi pemerintah.
“NIK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a merupakan NIK yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak,” demikian bunyi poin 2.
Adapun Kementerian Keuangan mengundurkan target implementasi penuh NIK sebagai NPWP menjadi pada 1 Juli 2024 dari rencana awal pada 1 Januari 2024.
Pengunduran itu mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi CTAS pada pertengahan 2024. Setelah melakukan penilaian kesiapan seluruh pemangku kepentingan terdampak.
Advertisement
Ditjen Pajak: 12 Juta NIK Belum Terintegrasikan dengan NPWP
Sebelumnya diberitakan, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, melaporkan hingga kini masih terdapat sekitar 12 juta NIK yang belum terintegrasi dengan NPWP.
Diketahui, total NIK wajib pajak orang pribadi tercatat 72,46 juta. Namun baru sekitar 59,88 juta NIK yang dipadankan dengan NPWP.
"Ada yang belum padan betul itu 12 jutaan masih akan dipadankan terus. Karena informasinya kami koneksi ke Dukcapil untuk padankan NIK dan NPWP-nya," kata Suryo dalam konferensi pers Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) KiTa, Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Untuk rinciannya, dari total 59,88 juta NIK tersebut yang telah dipadankan secara otomatis oleh sistem Ditjen Pajak sebanyak 55,92 juta. Sedangkan, 3,95 juta NIK lainnya dipadankan sendiri oleh wajib pajak.
"Di kesempatan ini saya sampaikan imbauan ke masyarakat yang belum padankan tolong akses ke portal kami. Masyarakat bisa mengakses portal kami atau berkunjung ke layanan kami baik office maupun virtual," ujarnya.
Sebagai informasi, Pemerintah menetapkan pengaturan kembali saat mulainya implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah dari yang semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
Kemenkeu Bidik 72,17 Juta NIK Wajib Pajak Dipadankan Jadi NPWP
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan 72,17 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) wajib pajak dapat dipadankan menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kemenkeu menyebutkan telah terdapat 59,5 juta NIK yang sudah dipadankan menjadi NPWP hingga kini. Jumlah itu terdiri atas 55,7 juta NIK yang dipadankan oleh sistem Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan 3,7 juta NIK yang dipadankan mandiri oleh wajib pajak.
"Kami targetkan 72,17 juta NIK wajib pajak bisa dipadankan menjadi NPWP,” tutur Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo pada Jumat, 15 Desember 2023, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (16/12/2023).
Ia mengimbau seluruh wajib pajak untuk terus melakukan pemadanan NIK menjadi NPWP lantaran ke depan implementasi Coretax Administration System (CTAS) hanya akan membaca NIK sebagai NPWP.
CTAS akan diimplementasikan pada pertengahan 2024. Akan tetapi, implementasi sistem itu tak berarti meninggalkan sistem lama yaitu Sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP).
Advertisement