Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai industri hulu lokal belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku. Apindo pun meminta penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor yang berlaku mulai Maret 2024 tetap mengedepankan kebutuhan industri dalam negeri.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menuturkan, pengusaha khawatir pelarangan terbatas yang tidak tepat berdasarkan sektor industri dapat menimbulkan gangguan rantai pasok di sejumlah industri dalam negeri.
Baca Juga
"Kami melihat industri hulu lokal (pada sebagian industri) belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri sehingga tetap perlu melakukan impor bahan baku produk tersebut," tutur Shinta dalam keterangan resmi di Jakarta,seperti dikutip dari Antara, Senin (19/2/2024).
Advertisement
Apindo meyakini, Pemerintah menerbitkan Permendag 36/2023 untuk meningkatkan industri dalam negeri serta mengatur tata kelola impor yang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas industri intermediate dan hilir.
Namun demikian, Apindo melihat, dalam beberapa pasal terkait pembatasan importasi bahan baku dan bahan pembantu, terdapat kapasitas domestik industri hulu yang sangat terbatas.
Shinta menuturkan, beberapa butir HS Code kebijakan strategis tersebut perlu direvisi untuk mempermudah importasi bahan baku atau bahan pembantu.
Di sisi lain, Apindo mengapresiasi Pemerintah yang telah memberlakukan dengan tegas kembalinya sejumlah HS Code Post Border untuk dikembalikan ke border. Ia berharap terdapat pengaturan yang lebih tegas dalam mengatasi importasi produk jadi ilegal yang membanjiri pasar Indonesia.
Tak Sulitkan Sektor Ritel
Sementara itu, Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto, mengharapkan Permendag 36/2023 tidak menyulitkan sektor ritel yang mempunyai kegiatan usaha yang resmi dan dapat dipertanggungjawabkan, karena sektor ritel merupakan sektor usaha padat karya.
Untuk itu harmonisasi industri hulu, intermediate, hilir, dan ritel perlu dijalankan mengikuti dinamika pasar sehingga daya saing produk dalam negeri tetap terjaga dan berimbang dengan produk impor.
Pengkajian harmonisasi supply chain ini perlu dilakukan dari waktu ke waktu untuk menghindari inflasi yang berlebih atau banjirnya produk impor di dalam negeri.
Anne mengharapkan peraturan teknis dalam pemberlakuan Permendag 36/2023 ini sudahdisosialisasikan kepada seluruh stakeholder terkait sehingga tidak terjadi backlog atas rutinitas rantai pasok di tiap sektor yang terdampak.
"Kami juga mengimbau kepada Pemerintah agarsistem elektronik yang menjadi platform ini juga sudah siap sebelum pelaksanaan peraturan ini dijalankan," kata Anne.
Lebih lanjut, Anne mengatakan, diperlukan minimal 3 sampai 6 bulan setelah peraturan pelaksanaan serta infrastruktur pelaksanaan, termasuk sistem elektronik terkait Permendag 36/2023 siap mengakomodasi semua permohonan perizinan yang masuk.
Permendag 36/2023 dinilai tidak memerlukan penundaan implementasi terkecuali pada bahan baku yang belum dan kurang diproduksi di dalam negeri dan apabila peraturan teknis sudah tersosialisasi dengan baik. Namun Apindo memandang perlunya evaluasi kebijakan impor bahan pendukung kebutuhan industri yang strategis dan yang berorientasi ekspor.
Advertisement
RI Cabut Larangan Impor Sapi, Australia: Terima Kasih Indonesia!
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Australia menyambut baik dan berterima kasih atas keputusan pemerintah Indonesia untuk mencabut pembatasan impor sapi dan kerbau hidup dari negara tersebut.
Sebelumnya, Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian Indonesia telah membuka pintu impor sapi asal Australia pasca terdeteksi secara klinis penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD).
"Hal ini diberlakukan sebagai tindak lanjut rapat teknis dengan Pemerintah Australia yang telah berlangsung dua hari, Kamis dan Jumat, 7 dan 8 September 2023 di Jakarta," ujar Kepala Barantan Bambang.
Melansir dari Xinhua, Senin (11/9/2023), Departemen Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Australia (DAFF) mengatakan pada hari Sabtu lalu bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan Badan Pertanian dan Karantina Indonesia (IAQA) untuk segera mencabut larangan ekspor ternak hidup dari tujuh fasilitas di Australia utara.
Larangan sementara ini diterapkan pada bulan Juli dan diperpanjang pada awal bulan September setelah pihak berwenang di Indonesia mendeteksi penyakit kulit kental (LSD) pada sapi hidup yang diimpor dari Australia.
Pihak berwenang Australia telah menyatakan bahwa negaranya bebas dari LSD, yang dapat menyebabkan penurunan produksi susu, gangguan pertumbuhan dan kematian pada sapi dan kerbau.
Kata Mentan Australia
Menteri Pertanian Murray Watt mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu bahwa berakhirnya larangan tersebut merupakan bukti tanggapan Australia yang “tenang dan penuh pertimbangan” terhadap masalah ini.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang berperan dalam mencapai resolusi ini, termasuk Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri dan pejabat departemen mereka,” ujarnya.
“Dan saya berterima kasih kepada teman-teman kita di Indonesia atas bantuannya untuk menyelesaikan masalah ini, sehingga perdagangan yang saling menguntungkan ini dapat dilanjutkan kembali.”
Menurut data DAFF, Australia mengekspor 600.024 ekor sapi hidup pada tahun 2022 – turun dari 1,3 juta ekor pada tahun 2019.
Australian Broadcasting Corporation (ABC) melaporkan sekitar 300.000 ekor sapi tersebut diekspor ke Indonesia.
Advertisement