Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko menegaskan pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh sudah bisa dipenuhi. Terbaru, ada pinjaman dari China Development Bank (CDB) ke PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Tiko menjelaskan, pinjaman CDB telah dicairkan ke KAI. Selanjutnya, diturunkan ke PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan akan diteruskan sebagai injeksi modal ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Baca Juga
"Jadi kalau cost overrun sudah tertutupi. Ini kan sebenarnya kan pinjaman dari CDB ini untuk ke KAI, untuk injeksi, nantinya sebagai bentuk pinjaman pemegang saham kepada PT KCIC. Jadi ini kemarin sudah cair, kita lagi proses menurunkan," ujar Tiko saat ditemui di Ancol, Jakarta Utara, Senin (19/2/2024).
Dia mengatakan, dari pihak Indonesia, itu sudah bisa menutupi besaran cost overrun. Selanjutnya, tinggal menunggu injeksi dari Beijing Yawan HSR Co., Ltd. Dengan begitu, seluruh pembengkakan biaya sudah bisa terpenuhi.
Advertisement
"Itu cukup, jadi nanti kita memang tinggal tunggu setoran ekuitas dari pihak Beijing Yawan saja. Jadi sudah cukup terpenuhi sebenarnya, sudah," tegasnya.
Pembengkakan Capai Rp 18,7 Triliun
Perlu diketahui, cost overrun proyek KCJB mencapai USD 1,2 miliar atau setara Rp 18,76 triliun. Nilai ini ditanggung oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 3,2 triliun, pinjaman CDB sebesar USD 448 juta atau Rp 6,99 triliun, dan sisanya dari injeksi modal perusahaan China sekitar Rp 8,4 triliun.
Tiko menegaskan, injeksi modal dari Beijing Yawan tidak akan dihitung sebagai utang bagi KAI atau KCIC. Sementara, untuk pinjaman dari CDB hampir Rp 7 triliun akan diteruskan ke KCIC.
"Enggak, bukan (utang, injeksi modal Beijing Yawan). Kalau yang ini (pinjaman CDB) utang KAI, tapi utang KAI disetorkan ke KCIC," ucapnya.
Â
Porsi PMN Paling Kecil
Lebih lanjut, Tiko menegaskan porsi PMN dalam menutup cost overrun ini menjadi yang paling kecil. Dia menekankan, tambalan pembengkakan biaya lebih banyak dipenuhi utang pemegang saham KCIC.
"Kecil, PMN-nya kecil saja. Ini kan kita menggunakan pinjaman pemegang saham," kata dia.
Dia juga menegaskan tak ada rencana untuk menambah kembali PMN. Pasalnya, dana yang dikumpulkan sudah dirasa cukup. "Sudah selesai, sudah selesai, gak ada lagi (PMN), cukup," pungkas Kartika Wirjoatmodjo.
Â
Advertisement
Pinjaman CDB ke KAI
Diberitakan sebelumnya, China Development Bank (CDB) diketahui telah mengucurkan pinjaman sekitar Rp 7 triliun untuk menambal pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh. Dana tersebut diketahui sudah cair sejak 7 Februari 2024.
Mengutip Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), pencairan pinjaman CDB ke PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI itu dibagi dalam 2 fasilitas. KAI sendiri merupakan pemimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebagai pemilik mayoritas PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
"PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah menandatangani Perjanjian Fasilitas dengan China Development Bank untuk pembiayaan cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung," sebagaimana dikutip Liputan6.com, dari dokumen tersebut, Selasa (13/2/2024).
Pencairan utang itu dibagi dalam dua fasilitas. Fasilitas A senilai USD 230.995.000 atau USD 230,9 juta. Angka ini setara dengan Rp 3,6 triliun (kurs: Rp 15.635).
Kemudian, Fasilitas B dengan mata uang Yuan China (CNY) 1.542.787.560 atau setara USD 217.080.000 dengan kurs berlaku CNY 7,107 per dolar AS. Angka ini setara dengan Rp 3,39 triliun (kurs: Rp 15.635).
"Pencairan pinjaman telah diterima PT Kereta Api Indonesia (Persero) pada tanggal 7 Februari 2024 sebagai berikut: a. Fasilitas A: USD 230.995.000,00 (dan) b. Fasilitas B: RMB Ekuivalen USD 217.080.000,00 (CNY 1.542.787.560,00 rate 1/7,107 tanggal 5 Februari 2024)," seperti dikutip.
Pencairan tersebut langsung diteruskan ke PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) per 7 Februari 2024. PT PSBI sendiri terdiri dari PT KAI, PT Wijaya Karya (Persero) atau WIKA, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII.