Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali ditutup melemah 8 poin dalam perdagangan akhir pekan ini, walaupun sebelumnya sempat menguat 9 poin. Rupiah ditutup di level 15.597 per dolar AS, melemah jika dibandingkan penutupan sebelumnya di level 15.589 per dolar AS.
"Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 15.580 - 15.650," ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, dalam paparan tertulis dikutip Jumat (23/2/2024).
Baca Juga
Pada kuartal IV 2023, Bank Indonesia (BI) mencatat surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sebesar USD 8,6 miliar. Surplus pada periode tersebut menandai peningkatan signifikan dibandingkan dengan kinerja kuartal sebelumnya yang mencatat defisit USD 1,5 miliar, sehingga menopang ketahanan eksternal Indonesia.
Advertisement
Surplus NPI pada akhir 2023 itu ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit transaksi berjalan yang tetap rendah.
"Jika dirincikan, transaksi berjalan pada kuartal keempat 2024 mencatatkan défisit sebesar USD 1,3 miliar, sedikit meningkat dibandingkan dengan defisit USD 1,0 miliar," Ibrahim menyoroti.
Adapun transaksi modal dan finansial yang juga mencatat perbaikan signifikan, dari defisit USD 0,1 miliar pada kuartal ketiga 2023 menjadi surplus USD 9,8 miliar pada kuartal IV/2023.
"Kinerja positif ini terutama ditopang oleh aliran investasi portofolio yang kembali masuk ke pasar keuangan domestik sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang mulai mereda," papar Ibrahim.
USD Ikut Melemah pada Jumat, 23 Februari 2024
Adapun dolar Amerika Serikat atau USD yang juga ikut melemah pada Jumat, 23 Februari 2024.
Komentar pejabat Federal Reserve yang hawkish dan data tenaga kerja AS yang kuat kini semakin memperkecil kemungkinan penurunan suku bunga lebih awal.
Gubernur Fed Christopher Waller dalam pernyataannya pada Kamis malam mengatakan, ia memerlukan lebih banyak bukti bahwa inflasi AS sudah mendingin, sebelum bank sentral mempertimbangkan penurunan suku bunga.
"Komentar Waller muncul hanya beberapa jam setelah data menunjukkan klaim pengangguran secara tak terduga turun selama seminggu terakhir, menandakan berlanjutnya kekuatan di pasar tenaga kerja, yang memberikan semakin sedikit dorongan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga lebih awal," beber Ibrahim.
Suku Bunga AS yang Tinggi dalam Waktu Lama Dapat Berdampak Buruk pada Asia
Ibrahim melihat, prospek suku bunga AS yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menjadi pertanda buruk bagi pasar Asia, karena kesenjangan antara imbal hasil yang berisiko dan yang berisiko rendah semakin menyempit.
"Gagasan ini membuat sebagian besar mata uang regional diperdagangkan lebih rendah pada minggu ini," ungkapnya.
Alat CME Fedwatch menunjukkan, para pedagang semakin mengurangi ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada bulan Mei dan Juni.
Advertisement
Ringgit Malaysia Anjlok ke Level Terendah Sejak Krisis Ekonomi Asia 1998
Tak hanya Rupiah, mata uang negara tetangga, Ringgit Malaysia juga mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir.
Rupiah ditutup melemah 29 point dalam penutupan pasar pada Selasa (20/2), walaupun sebelumnya sempat melemah 35 point dilevel Rp. 15.660 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.631.
Sementara Ringgit Malaysia mengalami penurunan ke level terendah sejak krisis keuangan Asia pada Selasa (20/2).
Melansir Channel News Asia, Rabu (21/2/2024) nilai Ringgit Malaysia turun hampir 0,3 persen menjadi hampir 4,8 terhadap greenback pada perdagangan hari Selasa (20/2), angka terburuk sejak krisis keuangan Asia pada tahun 1998.
Dilaporkan, Ringgit telah mengalami penurunan lebih dari 4 persen di awal tahun ini, sebagian disebabkan oleh kinerja ekspor yang buruk dan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve.
Gubernur bank sentral Malaysia, Datuk Abdul Rasheed Ghaffour mengatakan bahwa kinerja mata uang tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti kenaikan suku bunga AS, kekhawatiran geopolitik dan ketidakpastian mengenai prospek ekonomi China.
“Tingkat Ringgit saat ini tidak mencerminkan prospek positif perekonomian Malaysia ke depan,” kata Datuk Abdul Rasheed Ghaffour dalam sebuah pernyataan.
Namun dia masih optimis, pertumbuhan perdagangan global dan ekspor Malaysia akan berdampak positif pada mata uang tahun ini.
Sebelumnya, Ringgit telah mencapai titik terendah sejak krisis keuangan Asia pada tahun 2016, ketika mata uang negara-negara berkembang terpukul oleh pelarian modal yang dipicu oleh perkiraan kenaikan suku bunga AS.