Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta masyarakat membeli beras yang disebar oleh Perum Bulog. Menurut Zulkifli Hasan, beras yang dinamai Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) ini harganya lebih murah jika dibandingkan dengan harga beras lokal kualitas premium yang saat ini tengah melambung.
Menengok data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategks Nasional (PIHPS), harga beras berkualitas super I terpantau Rp 17 ribu per kg atau naik 0,89 persen. Kemudian beras kualitas super II dipatok Rp 16.550 per kg atau naik 1,27 persen.
Baca Juga
Sedangkan beras kualitas medium I dijual Rp 15.700 per kg atau naik 1,29 persen dan beras kualitas medium II mencapai Rp 15.550 atau naik 0,97 persen.
Advertisement
Â
"Barangnya kan terbatas karena belum panen (premium lokal). Nah pemerintah menyiapkan alternatif, tadi Bulog. Berasnya enak juga dan bagus," kata Zulkifli Hasan kepada media, di Pasar Klender, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Â
Pemerintah menyiapkan beras komersil Perum Bulog dengan harga Rp 14 ribu per liter. Sedangkan beras SPHP yakni Rp 55 ribu per 5 kg. "Diharapkan masyarakat bisa beli alternatif. Bagus juga kok dari beras komersil atau SPHP-nya," imbuhnya.
Rasa Berbeda
Kendati begitu, selama kunjungan di Pasar Klender, Jakarta, Zulhas bilang, para pedagang beras menyebut masyarakat masih jarang yang ingin membeli beras SPHP. Mungkin mereka merasa rasanya berbeda dibanding premium lokal.
"Tadi kita dengar ada juga orang merasanya beda. 'Ah saya sudah biasa ini (beras premium)'," tutur Zulhas.
Ia pun berharap harga beras premium akan mengalami penurunan, jika panen raya padi Maret mendatang tak berkendala.
"Mudah-mudahan Maret sudah sebagian panen. Tapi puncaknya segera April, Mei baru akan stabil untuk beras lokal. Tapi beras yang disediakan pemerintah harganya tetap. Tetap tidak naik," pungkasnya.
Waketum MUI Soal Harga Beras Naik Bikin Resah: Akibat Daya Beli Masyarakat Bawah Tak Meningkat
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti kenaikan harga beras yang terus terjadi saat ini. Menurutnya, kasus ini juga memiliki korelasi dengan profesi petani yang statusnya kian lemah di mata generasi muda.
Dalam hal ini, Anwar menyoroti antrian mengular dalam mendapatkan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) seharga Rp 10.900 per kg untuk zona 1, atau Rp 54.500 per 5 kg. Adapun tiap konsumen dibatasi pembeliannya maksimal dua kantong atau setara Rp 109.000 per 10 kg.
Kata Anwar, kebanyakan orang saat ini lebih memilih berebutan mendapat beras SPHP yang stoknya cepat mengosong di rak-rak penjualan pasar ritel modern. Daripada, membeli harga beras senilai Rp 75 ribu per 5 kg.
Menurut dia, kenaikan harga beras ini semustinya turut menaikkan pendapatan petani. Sehingga anak-anak muda yang hari ini tidak tertarik dengan dunia pertanian menjadi tertarik.
"Sehingga hal demikian diharapkan akan bisa mendorong bagi meningkatnya produksi beras secara nasional dan meningkatnya pendapatan petani. Ini tentu saja sangat kita harapkan, karena dia sudah jelas akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap barang-barang yang lain. Sehingga kehidupan ekonomi akan bisa menggeliat," ujarnya dalam pesan tertulis, Senin (26/2/2024).
Namun realitanya, Anwar menambahkan, pemerintah justru tetap menjaga harga beras agar tidak terlalu meroket dan terjangkau di kantong masyarakat.
Semisal dengan melakukan operasi pasar dan menyalurkan beras SPHP yang secara harga di bawah pasar. "Sehingga akibatnya para petani dan anak-anak mereka jelas tidak akan tertarik untuk bertani. Karena untuk apa mereka bekerja kalau tingkat keuntungan yang bisa mereka dapat sangat rendah. Sementara resiko rugi yang mereka hadapi sangat tinggi berupa gagal panen apakah karena faktor hama, atau cuaca dan lain-lain," urainya.
Advertisement
Masalah Lain
Ditambah, sambung Anwar, juga ada masalah-masalah lain seperti menyangkut sulitnya mendapatkan benih yang berkualitas bagus dan pupuk bersubsidi.
Akibatnya, petani terpaksa membeli pupuk di pasar yang harganya sangat mahal. Alhasil tingkat keuntungan petani mengecil, atau malah bisa rugi.
"Jadi adalah tidak fair pendapatan petani ditekan sementara pendapatan dari usaha di bidang lain dilepas kepada pasar," imbuh Anwar.
Oleh karenanya, ia berkesimpulan, sebenarnya tidak masalah jika harga beras naik, asal pemerintah juga bisa dan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat non petani.
Tapi, pemerintah dianggapnya juga gagal dan tidak kunjung berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat secara signifikan, terutama pendapatan yang ada di lapis bawah.
"Jika kita mau jujur dan kita mau membedah masalah kenaikan harga beras ini kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat secara komprehensif, maka sebenarnya inti dari masalah yang kita hadapi bukanlah pada naiknya harga beras. Tapi adalah karena tidak mampunya pemerintah meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, terutama mereka-mereka yang ada di lapis bawah," tuturnya.