Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) target menutup 123 titik perlintasan sebidang antara jalan raya dan jalur kereta api pada 2024 ini.
Plt Direktur Keselamatan KA DJKA Kemenhub Yuwono Wiarco menceritakan, DJKA pada 2023 lalu juga sudah melakukan penutupan-penutupan perlintasan sebidang, mulai dari Daop 1-9, dan juga dari Divre I-IV.
"Tahun 2023 ada 125 titik. Untuk 2024 kita programkan ada 123 titik. Kita berharap mudah-mudahan program ini bisa tercapai, karena hampir di tiap Daop juga kita ada program itu," ujar Yuwono di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Merujuk catatan DJKA Kemenhub, penutupan perlintasan sebidang terbanyak ada di Daop 1 Jakarta dan Daop 2 Bandung, masing-masing di 19 titik. Diikuti Daop 8 Surabaya dengan 17 titik, Divre 1 Sumatera Utara 14 titik.
Advertisement
Kemudian, Divre IV Tanjungkarang 9 titik, Divre III Palembang 8 titik, Daop 3 Cirebon dan Daop 9 Jember 7 titik, Daop 4 Semarang dan Daop 6 Yogyakarta 6 titik, Divre II Sumatera Barat 5 titik, hingga Daop 5 Purwokerto dan Daop 7 Madiun 3 titik.
Kendala
Kasubdit Rekayasa dan Peningkatan Keselamatan DJKA Danan Widhonarko menambahkan, penutupan perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan raya sedikit menemui kendala.
Pasalnya, dari pengalaman sebelumnya ketika pemerintah telah membuat perlintasan tidak sebidang berupa jalan layang (flyover) maupun underpass, banyak masyarakat yang lebih suka menerobos langsung ke jalur kereta api.
"Ini jadi persoalan, ketika sudah ditutup mereka yang sudah biasa lintas bawah lebih cepat, ketika lewat atas ini jadi persoalan. Mereka tetap menerobos," kata Danan.
"Seperti terbangun underpass di Depok, yang salah satu sudah terbangun underpass tapi masih tetap dibuka. Kami harapkan, ketika sudah terbangun tidak sebidang seharusnya sudah ditutup, semua tidak boleh ada akses," tuturnya.
Jangan Anggap Remeh Perlintasan Sebidang Liar Kereta Api, Ini Bahayanya
Masyarakat Perkeretaapian (MASKA) Indonesia menyoroti perlintasan sebidang kereta api liar yang berjumpah cukup besar di seluruh negeri.
Ketua Umum MASKA Hermanto Dwiatmoko menjelaskan, mengutip data PT Kereta Api Indonesia (KAI) menunjukkan terdapat 929 perlintasan sebidang liar di Indonesia.
“(Data dari tahun 2022) terdapat 1.648 perlintasan sebidang resmi yany dijaga, 1.617 resmi tidak dijaga, dan perlintasan sebidang liar mencapai 929,” papar Hermanto dalam webinar Tapak Tilas Tragedi Perkeretaapian di Indonesia, Kamis (25/1/2024).
“Totalnya (perlintasan sebidang) ada 4.194, mungkin yang liar bisa lebih banyak lagi, karena susah untuk di data,” bebernya.
Disebutkan Hermanto, masyarakat mungkin membuka perlintasan sebidang liar pertama kali dari kampung-kampung yang bermula untuk perlitasan individu, namun kemudian berlanjut ke sepeda, kemudian sepeda motor hingga mobil.
“Jadi biasanya seperti itu kalau dibiarkan (fatal),” ujarnya.
Hermanto mengingatkan, meski sebagian besar kecelakan di perlintasan sebidang KA terjadi pada kendaraan beroda empat, bukan berarti tidak akan membahayakan kereta api yang melintas.
Dia pun menyoroti penyebab utama kecelakaan di perlintasan sebidang yaitu masyarakat yang tidak disiplin menerobos pintu perlintasan yang sudah tertutup, atau mereka yang tidak berhati-hati sewaktu melintasi perlintasan sebidang yang tidak dijaga atau liar.
“Seperti kejadian di Medan tahun lalu, ketika sebuah angkot melintas ketika perlintasan sebidang sedang ditutup,” katanya.
Hermanto pun memberikan saran kepada Pemerintah untuk meningkatkan keselamatan perkeretaapian, salah satunya dengan penyempurnaan Regulasi (UU, PP, Permenhub).
“Saat undang-undang disahkan perekeretaapian belum memiliki teknologi canggih seperti sekarang, sehingga diperlukan revisi pada undang-undangnya,” jelasnya.
Kemudian ada juga saran untuk peningkatan kelaikan operasi prasarana dan sarana perkeretaapian, contohnya dengan terus melakukan perawatan, pemeriksaan, serta pengujian.
“Memang perlu biaya, tetapi untuk keselematan perlu dilakukan,” imbuh Hermanto.
Selain itu, diperlukan juga penyempurnaan Sistem dan Prosedur Operasi (SOP), penggunaan Teknologi Perkeretaapian (ATP, ATO dil), peningkatan kompetensi SDM Perkeretaapian (pelatihan, Bimtek), pembangunan perlintasan tidak sebidang (underpass/flyover), serta sosialisasi keselamatan kepada masyarakat dan petugas kereta api.
Advertisement