Sukses

Alibaba Optimistis Kembali Bangkit Jadi Pemain E-Commerce Teratas di China

Alibaba menjadi lebih percaya diri setelah restrukturisasi dan manajemen baru yang ada.

Liputan6.com, Jakarta - Raksasa e-commerce asal China Alibaba kembali ke jalur pada posisi teratas di industri e-commerce setelah mengalami masa-masa sulit.

Hal itu disampaikan salah satu pendiri Alibaba, Joe Tsai, kepada Emily Tan dari CNBC dalam sebuah wawancara eksklusif pada Jumat, 23 Februari 2024.

Masa depan Alibaba menjadi tidak menentu setelah serangkaian perubahan internal, initial public offering atau penawaran saham perdana (IPO) komputasi cloud yang dibatalkan, dan persaingan di bisnis e-commerce.

Perusahaan besar yang telah lama menjadi raksasa di sektor belanja online China ini telah mengalami persaingan yang sengit dalam beberapa tahun terakhir karena para pembeli yang sadar akan biaya berbondong-bondong membeli barang-barang dengan harga lebih rendah dari PDD Holdings, serta meningkatnya penjualan dengan layanan streaming di Douyin, TikTok versi China yang dimiliki oleh ByteDance.

"Sekarang dengan restrukturisasi dan dengan manajemen baru yang ada, kami merasa jauh lebih percaya diri untuk menempatkan diri sebagai salah satu pemain e-commerce teratas di China," kata Tsai dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari CNBC, ditulis Rabu (28/2/2024).

"Di mana kami tidak merasa percaya diri seperti sebelumnya, kami merasakan tekanan kompetitif, tetapi sekarang kami kembali," ia menambahkan.

Ia juga prediksi pertumbuhan e-commerce di China akan mencapai 40% dalam lima tahun ke depan, naik secara signifikan dari 30% saat ini.

Joe Tsai telah bergabung dengan Alibaba sejak perusahaan ini didirikan pada 1999. Ia ditunjuk sebagai chairman Alibaba pada September sebagai bagian dari perubahan kepemimpinan.

Eddie Wu menjadi CEO perusahaan pada saat yang sama, menggantikan Daniel Zhang, yang juga pernah menjabat sebagai ketua. Wu menggantikan Trudy Dai sebagai kepala e-commerce Taobao dan Tmall pada bulan Desember.

 

 

2 dari 4 halaman

Perombakan Manajemen

Perombakan manajemen ini terjadi setelah Alibaba merombak bisnisnya tahun lalu, membaginya menjadi enam area bisnis dengan tujuan untuk mendaftarkannya secara publik, dimulai dengan segmen cloud.

Namun, pada November, Alibaba membatalkan rencana IPO cloud, dengan alasan pembatasan ekspor chip AS. Zhang tadinya dimaksudkan untuk meneruskan jabatannya sebagai CEO bisnis cloud, tetapi ia tiba-tiba meninggalkan perusahaan pada September.

Tsai menyatakan IPO cloud akan lebih masuk akal jika antusiasme investor lebih tinggi.

"Pasar belum terlalu bagus," terangnya. Mengenai bisnis logistik Cainiao milik Alibaba, ia menyatakan bahwa perusahaan sedang menunggu waktu yang tepat untuk go public.

Cainiao telah mengajukan IPO di Bursa Efek Hong Kong pada September tetapi belum terdaftar.

Tsai dan salah satu pendiri Jack Ma secara kolektif telah membeli lebih dari USD 200 juta saham Alibaba dalam beberapa bulan terakhir.

Saham Alibaba yang diperdagangkan di AS hampir tidak berubah tahun ini, diperdagangkan pada kisaran USD 76 - sebagian kecil dari harga sahamnya yang mencapai sekitar $300 pada November 2020.

Pada bulan yang sama, regulator China tiba-tiba menunda IPO unit keuangan perusahaan, Ant Group. China kemudian menghukum Alibaba atas dugaan aktivitas monopoli.

Sejak saat itu, perusahaan menghadapi lebih banyak persaingan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi China. PDD Holdings, yang memiliki Pinduoduo dan Temu, sempat melihat valuasi pasarnya melampaui Alibaba.

 

3 dari 4 halaman

Hadapi Persaingan

Ketika ditanya tentang kesuksesan pemain e-commerce yang berafiliasi dengan China seperti Temu, Shein, dan TikTok di Amerika Serikat, Tsai menyatakan, perusahaan-perusahaan tersebut memberikan "proposisi konsumen yang hebat" melalui produk "berkualitas tinggi" dan "harga yang wajar."

"Mereka sangat agresif melakukannya, dan kami akan mengamati dan mencari tahu apa yang ingin kami lakukan," ia menambahkan.

Ia juga menyampaikan, Alibaba saat ini menjual di seluruh dunia melalui AliExpress dan Trendyol, yang berkonsentrasi di Turki.

Mengenai masalah AS-China, Tsai menyatakan, meskipun ada persaingan yang sengit, kedua pemerintah telah menyadari mereka perlu berkolaborasi di sektor-sektor tertentu, yang harus dipelajari oleh Alibaba.

Meskipun Alibaba tidak lagi berniat menjual divisi cloud-nya, perusahaan ini tetap berkomitmen untuk mengembangkan kemampuan kecerdasan buatannya dan mendapatkan keuntungan dari komputasi cloud.

E-commerce, menurut Tsai, menyediakan salah satu skenario kasus penggunaan terkaya, atau memberikan variasi paling banyak, dalam hal kasus penggunaan untuk menggunakan aplikasi AI." Dia juga menyebutkan peluang untuk membangun katalog produk dengan cepat untuk konsumen dan ruang pas virtual untuk pakaian.

 

4 dari 4 halaman

Saham Alibaba Merosot 5% Setelah Pendapatan Meleset Target

Sebelumnya diberitakan, Alibaba pada Rabu, 7 Februari 2024 merilis hasil keuangan untuk kuartal keempat 2023. Alibaba mencatatkan pendapatan sebesar USD 36,6 miliar atau setara Rp 572,8 triliun (asumsi kurs Rp 15.653 per dolar AS).

Dilansir dari CNBC, Kamis (8/2/2024), pendapatan Alibaba meleset dari ekspektasi, hanya tumbuh sebesar 5% dari tahun ke tahun, mencatat perlambatan dibandingkan kuartal sebelumnya karena pertumbuhan bisnis e-commerce Tiongkok dan divisi komputasi awan tetap lambat.

Sementara itu, laba bersih Alibaba pada kuartal Desember turun 69% YoY menjadi sekitar USD 2 miliar atau setara Rp 31,3 triliun.

Perusahaan mengatakan hal ini terutama disebabkan oleh perubahan mark-to-market pada investasi ekuitasnya dan penurunan pendapatan operasional karena penurunan nilai terkait layanan streaming video Youku dan jaringan supermarket Sun Art.

Perusahaan juga mengatakan dalam sebuah pernyataan peningkatan pembelian kembali menunjukkan kepercayaan terhadap prospek bisnis dan arus kas perusahaan. 

Saham Alibaba jatuh pada Rabu, karena target perusahaan tersebut meleset dari ekspektasi pasar pada kuartal Desember.

Bahkan ketika mereka mengumumkan akan meningkatkan jumlah program pembelian kembali sahamnya sebesar USD 25 miliar atau setara Rp 391,3 triliun.

Alibaba mengatakan peningkatan sebesar USD 25 miliar ditambahkan ke program pembelian kembali sahamnya hingga akhir Maret 2027, sehingga total dana yang tersedia berdasarkan rencana tersebut menjadi USD 35,3 miliar atau setara Rp 552,5 triliun.

Â