Sukses

Harga Pangan Masih Mahal Meski Ada Insentif, Bos Bapanas Sentil Pemda

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menuturkan, butuh kerja sama antar daerah untuk mengatasi harga pangan di pasaran.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, harga pangan dipengaruhi faktor pasokan dan permintaan (supply and demand). Dia meminta ada keterlibatan pemerintah daerah dalam mengendalikan harga pangan di pasaran.

Beberapa bahan pangan masih terbilang mahal bagi kantong masyarakat. Misalnya, Beras Premium Rp 16.370 per kg, Beras Medium Rp 14.300 per kg, Bawang putih bonggol Rp 39.000 per kg, Bawang merah Rp 34.330 per kg.

Lalu, cabai merah keriting Rp 68.570 per kg, daging ayam ras Rp 36.840 per kg, telur ayam ras Rp 29.900 per kg, gula konsumsi Rp 17.640 per kg, hingga minyak goreng kemasan sederhana Rp 17.580 per liter.

"Bahwa ini masalah ini sebenarnya masalah supply and demand. Kalau satu daerah itu angkanya tinggi produksi-nya, satu daerah rendah, ya berarti tinggal kerja sama antar daerah, enggak sesulit yang dibayangkan," ujar Arief di Hotel The Margo, Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).

Dia mengatakan, beberapa bahan pangan bahkan bisa ditanam secara mandiri atau dengan skala-skala yang tak terlalu besar. Contohnya, menanam cabai di kantong-kantong kecil seperti polibag.

"Cabai juga bisa ditanam pakai polibag atau apa, maksudnya, harusnya ini bisa diatasi tidak hanya dari Pemerintah Pusat tapi dari seluruh pemerintah daerah," ujar dia.

Guna mengendalikan harga pangan di pasaran, Arief bilang pemerintah pusat sering menggelar rapat secara rutin terkait Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Salah satu perintahnya adalah melakukan mobilisasi stok bahan pangan dari daerah surplus ke daerah yang kekurangan.

2 dari 4 halaman

Ada Insentif

Melalui pengendalian stok itu, diharapkan harga jual di tingkat konsumen akhir pun bisa stabil dan bahkan turun.

"Tugas setiap pemda, pimpinan daerah itu kalau ngikutin rapat mingguan dengan Menteri Dalam Negeri mengenai Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) itu tugas pemimpin-pemimpin di daerah untuk memobilisasi, memitigasi, mindahin stok," urainya.

Untuk menggenjot hal tersebut, Arief menegaskan pemerintah juga telah mengalokasikan insentif berupa bantuan dana untuk mobilisasi bahan pangan tadi. Angkanya tak main-main, ada daerah yang mendapat alokasi hingga Rp 11 miliar.

"Ada insentif fiskal dari Menteri Keuangan yang bisa dipakai, beberapa daerah itu dapat Rp 11 miliar, Rp 10 miliar itu uangnya dipakai buat mobilisasi stok," tegas dia.

Peluang Harga Beras Turun

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan saat ini harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sudah mulai turun. Menurutnya, hal ini bisa mempengaruhi harga beras di pasaran.

Arief mencatat, harga rata-rata nasional GKP sudah menyentuh Rp 7.100 per kilogram. Angka ini dinilai mengalami penurunan dari sebelumnya yang pernah mencapai Rp 8.600 per kilogram.

"Harga gabah sendiri sudah terkoreksi mulai dari Rp 8.600, Rp 8.000, rata-rata nasional hari ini Rp 7.100 (per kilogram). Biasanya kalau harga beras itu apa kata harga gabah," ucap Arief di Hotel The Margo, Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).

 

3 dari 4 halaman

Intervensi dari Pemerintah

Secara sederhana, kata dia, harga beras di tingkat konsumen adalah 2 kali lipat harga gabah kering di petani. Asumsinya, jika harga gabah berada di Rp 7.100 per kilogram, maka harga beras seharusnya tak jauh dari Rp 14.200 per kilogram.

"Jadi kalau cara mudahnya 2 kali, gitu. Kalau harga gabah Rp 8.000 (per kg) maka harga beras itu akan Rp 16.000 (per kg). Kita harapkan dengan harga gabah yang sudah Rp 7.000 itu artinya bisa mengkoreksi harga beras yang ada di pasar," ujar dia.

Dia mencatat sebagian wilayah sudah masuk periode panen. Misalnya, Tuban, Lamongan, Bojonegoro, hingga Demak. Kemudian, tercatat pula Sumatera Selatan yang mulai panen.

Menyoal harga beras di pasaran, Arief menegaskan, jika ada yang menjual dengan harga di bawah Rp 13.000, dipastikan itu berkat intervensi pemerintah setelah mengguyur stok Bulog.

"Jadi kalau melihat harga beras yang hari ini harganya di bawah Rp 13.000 itu adalah beras intervensi dari pemerintah. Karena enggak mungkin penggiling padi bisa memproduksi beras dengan harga di bawah itu tanpa bantuan beras Bulog untuk melakukan intervensi," tuturnya.

4 dari 4 halaman

Bapanas Kembali Tegaskan Beras Langka Bukan karena Bansos

Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi kembali menegaskan kembali bahwa bantuan sosial pangan (bansos) beras tidak menyebabkan kenaikan harga dan kelangkaan beras.

"Bantuan pangan (beras) jangan dibilang itu y ngabisin beras di nasional, enggak," kata Arief kepada awak media di Hotel Margo, Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).

Arief menerangkan, bahwa program bansos pangan yang disalurkan Presiden Jokowi berasal dari beras gudang Bulog. Artinya, berasal ini tidak diambil langsung dari hasil panen petani.

"Itu (bansos beras) posnya sendiri-sendiri ya, itu langsung dari gudang Bulog tidak menyerap yang ada di panen lokal, karena panen lokal kemarin angkanya di bawah 1 juta ton," tegasnya.

Arief menekankan, program bansos beras 10 kilogram yang dibagikan presiden Jokowi juga bukan merupakan alat politik. Melainkan program ini murni untuk membantu daya beli masyarakat ekonomi ke bawah atas mahalnya harga beras.

"Maka 22 juta ya KPM desil ke bawah, itu diberikan bantuan pangan, sekali lagi tidak ada kaitannya sama politik ya," ujarnya.

Pada momentum pemilihan presiden (Pilpres) 14 Februari 2024 pemerintah menghentikan penyaluran bansos beras sementara untuk menghormati Pemilu. Setelahnya, pada 15 Februari 2024 pemerintah kembali menyalurkan bansos beras kepada 22 juta KPM.

"Tanggal 8 sampai 14 (Februari 2024) kita stop ya, kemudian dimulai lagi tanggal 15 (Februari 2024)," urainya.

Saat ini, stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog mencapai 1,2 juta ton. Cadangan beras ini terus diupayakan terjaga di tengah penurunan produksi padi akibat perubahan iklim.

"Kita terus upayakan di kisaran 1,2 juta ton CBP ini,"  ucapnya.

 

 

 

Video Terkini