Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) prediksi perekonomian global pada 2024 lebih rendah yakni 3 persen, dibandingkan kondisi perekonomian 2023 yang sebesar 3,1 persen.
"Kami perkirakan perekonomian global tahun 2024 3 persen, sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya 2023," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024).
Baca Juga
Kendati pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksikan masih lemah, kata Juda, laju pertumbuhan ekonomi global 2024 justru lebih kuat dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Advertisement
"Berangkat dari global kita mungkin cautious optimistik.Kalau kita lihat perekonomian global kami perkirakan 2024 memang lebih rendah dari 2023, tapi angkanya akan lebih tinggi dari perkiraan kita sebelumnya," ujarnya.
Faktor hati-hati dan optimistis (cautious optimistic) yang dimaksud ialah eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut yang dinilai dapat mengganggu rantai pasokan, yang berpotensi dapat mendorong meningkatnya harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunan inflasi global.
"Mungkin yang perlu sedikit worry adalah disisi inflasi global. Di sini kelihatan bahwa penurunan inflasi global itu masih tertahan," tutur dia.
Sementara, sisi optimisnya berasal dari masih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat. Misalnya, dilihat dari penjualan eceran negara tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara maju lainnya.
"Amerika ternyata lebih kuat dari yang kita perkirakan baik dari sisi ketenagakerjaan dan sebagainya, kelihatan bahwa ekonominya sangat strong. Misalnya, penjualan eceran kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain kelihatan Amerika jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara besar yang lainnya," pungkasnya.
Begini Kondisi Ekonomi Global Andai AS Kena Resesi
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS yang kuat telah menjadi pendorong utama pertumbuhan global yang lebih baik dari perkiraan.
Hal itu disampaikan Yellen pada konferensi pers menjelang pertemuan pejabat keuangan negara anggota G20 pekan ini di Sao Paolo, Brasil.
Yellen mengatakan kekuatan ekonomi AS telah menopang pertumbuhan global, didorong oleh kebijakan pemerintahan Presiden Joe Biden yang mendukung dunia usaha yang terdampak parah oleh pandemi COVID-19, dan investasi pada manufaktur dalam negeri, serta energi ramah lingkungan, dan infrastruktur.
Seandainya resesi AS terjadi pada tahun 2023, seperti perkiraan banyak orang, pertumbuhan global akan keluar jalur. Meskipun ada risiko terhadap prospek kami, pertumbuhan Amerika secara konsisten melebihi proyeksi,” kata Yellen, dikutip dari US News, Selasa (27/2/2024).
Menkeu AS juga mengatakan bahwa pertumbuhan di banyak negara, termasuk Brasil, yang saat ini menjadi presiden Kelompok 20, juga berkontribusi terhadap pertumbuhan global, meskipun negara-negara lain masih menghadapi tantangan.
Perlambatan Ekonomi GlobalDalam kutipan pernyataannya yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan AS, Yellen menyoroti proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) dan lembaga lainnya bahwa ada perlambatan ekonomi global secara luas pada tahun 2023 namun tidak terjadi.
Sebaliknya, pertumbuhan mencapai 3,1 persen, melebihi ekspektasi, dan inflasi turun, dengan inflasi diperkirakan akan terus turun tahun ini di sekitar 80 persen negara.
“Ke depan, kami tetap menyadari risiko yang dihadapi prospek global dan terus memantau secara cermat tantangan perekonomian di negara-negara tertentu, namun perekonomian global tetap tangguh,” ujar Janet Yellen.
Advertisement
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
IMF bulan lalu menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,1 persen pada 2024, naik dua persepuluh poin persentase dari perkiraan bulan Oktober 2023 lalu, dan mempertahankan perkiraan tahun 2025 tidak berubah pada angka 3,2 persen.
Kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, mengatakan Outlook Ekonomi Dunia yang diperbarui oleh pemberi pinjaman global tersebut menunjukkan soft landing sudah di depan mata, namun pertumbuhan keseluruhan dan perdagangan global masih lebih rendah dari rata-rata historis.
Dalam keterangan terpisah, juru bicara IMF Julie Kozack pekan lalu juga mengungkapkan pihaknya akan mempertimbangkan informasi baru mengenai perekonomian Jepang dan Inggris, yang keduanya tergelincir ke dalam resesi, ketika mereka menyiapkan perkiraan global baru yang akan dirilis pada April.
Sri Mulyani: Ekonomi Global 2024 Masih lemah, Indonesia Justru Tumbuh Positif
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian global di tahun 2024 masih dalam posisi yang lemah, meskipun inflasi secara global mengalami penurunan.
Hal itu dipengaruhi oleh kondisi geoolitik dan ekonomi global yang perlu mewaspadai, karena situasinya tidak membaik dan bahkan ada ketegangan-ketegangan baru.
"Perekonomian global 2024 diperkirakan masih dalam posisi yang lemah, dimana meskipun inflasi mengalami moderasi atau penurunan namun belum serta merta menurunkan suku bunga yang melonjak cukup tinggi dalam 18 bulan terakhir," kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KITA Edisi Februari 2024, secara virtual, Kamis (22/2/2024).
Apalagi kata Sri Mulyani, dilihat dari ramalan lembaga dunia seperti IMF, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,1 persen. Kemudian, World Bank memproyeksikan 2,4 persen atau lebih rendah dari kinerja perekonomian global tahun 2023.
Kendati begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh 5 persen. Artinya, masih relatif dalam posisi yang cukup baik dibandingkan negara G20 maupnun di ASEAN.
Advertisement
Instrumen Fiskal
Lebih lanjut, kata Menkeu, perkembangan inflasi global yang mulai menurun memberikan harapan akan terjadinya penurunan suku bunga, namun ini diperkirakan baru akan terjadi pada semester kedua.
Di sisi risiko, ia melihat bahwa bagi negara-negara yang waktu 4 tahun lalu menggunakan instrumen fiskalnya untuk menghadapi pandemi covid, situasi inflasi serta suku bunga yang tinggi dalam jangka panjang, membuat ruang kebijakannya, baik fiskal maupun moneter diberbagai negara menjadi sangat terbatas.
Menurutnya, hal ini tidak dalam posisi yang menguntungkan, karena perekonomian global dan domestik berbagai negara justru sedang dalam posisi lemah. Dimana biasanya membutuhkan intervensi atau respons dari baik intrumen fiskal maupun moneter, namun space dari kebijakan moneter dan fiskal di berbagai negara sudah sangat terbatas.
"Inilah yang harus menjadi perhatian kita bahwa kita perlu untuk menavigasi situasi yang sangat rentan dan risiko dari sisi global. Namun Indonesia dalam situasi yang relatif baik," pungkasnya.