Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menelusuri penyebab mahalnya harga beras di pasaran. Berkaca pada tren, kenaikan harga beras bukan terjadi sekali ini saja.
Anggota KPPU Hilman Pujana menerangkan, harga beras naik pernah terjadi beberapa tahun lalu. Melihat hal itu, dia menilai harga beras saat ini diprediksi sulit untuk bisa kembali turun.
Baca Juga
"Kita melihat pergerakan harga naik ini kalau kita lihat sebetulnya bukan cuma sekarang, kalau kita tilik di tahun kemarin juga mengalami (kenaikan)," ujar Hilman di Kantor KPPU, Jakarta, dikutip Kamis (29/2/2023).
Advertisement
Dia menjelaskan, kenaikan harga beras biasanya berujung pada harga normal baru di tingkat konsumen akhir. Namun, harga normal ini bukan kembali ke harga sebelum terjadi kenaikan.
Hilman menyebutkan, tren tersebut yang jadi pertanyaan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan pemerintah dan pelaku usaha perberasan.
"Jadi kalau kita melihat kurvanya ya naik kemudian menimbulkan keseimbangan baru; landai, naik lagi, seimbang lagi. Nah ini yang tadi juga sempat juga menjadi bahan (perbincangan) di dalam (forum), ini kok selalu menimbulkan keseimbangan baru nih, harga baru," tuturnya.
Hilman mengatakan, tren keseimbangan harga baru tersebut yang bakal ditelusuri oleh KPPU kedepannya. Mengingat, KPPU sudah membentuk tim khusus untuk menelusuri aspek pelanggaran dalam fenomena harga beras mahal belakangan ini.
"Ini juga merupakan salah satu materi juga di KPPU, kita melihat fenomena di perberasan ini seperti apa nanti," tegasnya.
Penyebab Beras Premium Langka
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap penyebab beras premium sukit ditemui di pasar ritel moderen. Salah satunya karena harga yang tidak sesuai dari produsen dan harga eceran tertinggi (HET) yang berlaku di ritel moderen.
Anggota KPPU Hilman Pujana menerangkan hal ini diungkap oleh pengusaha dan produsen beras dalam Focus Group Discussion (FGD). Harga beras yang tak cocok tadi jadi penyebab beras langka di toko ritel moderen.
"Nah ini tadi ada beberapa, curhat lah dari pelaku usaha di produsen kenapa mereka agak kesulitan untuk memasok karena ada hambatan ini terkait dengan harga eceran tertinggi," ujar Hilman di Kantor KPPU, Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Dia menjelaskan, HET beras di toko ritel moderen itu menjadi hambatan lantaran harga produksi yang juga meningkat. Secara hitungan sederhana, dengan biaya produksi yang naik, maka harga jual beras premium ditaksir lebih tinggi dari HET.
"Jadi mereka enggak bisa suplai ke supermarket karena enggak masuk nih harga bahan gabahnya untuk mereka produksi sudah di atas Rp 7.000 (per kilogram)," ucap dia.
"Jadi tentunya dengan produksi segala macam nanti akan nyampe di retail enggak bakal masuk dan pasti akan di atas HET gitu," sambungnya.
Sebagai solusinya, Hilman mengatakan para produsen dan pemasok beras meminta adanya penyesuaian HET beras premium di toko ritel moderen.
"Iya ini khusus yang premium untuk yang modern market memang, seperti tadi yang disampaikan di dalam FGD tadi seperti itu mereka harapannya ada penyesuaian di HET," ungkapnya.
Advertisement
Beras Tersedia di Pasar Tradisional
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan KPPU, Hilman mengatakan kelangkaan terjadi hanya di toko ritel moderen. Sedangkan, jumlah beras cukup banyak tersedia di pasar tradisional.
Hanya saja yang jadi hambatan lainnya adalah harga beras yang ada di pasar tradisional terbilang tinggi.
"Kalau kelangkaan tadi kan dalam FGD tadi disebutkan kelangkaan ini kan coba kita petakan, kelangkaan yang terjadi ini kelangkaan di mana sih. Apakah di pasar modern di supermarket minimarket dan lain-lain atau juga terjadi di pasar tradisional," urainya.
"Kalau berdasarkan tadi informasi yang yang dikumpulkan di pasar tradisional masih tersedia stok, meskipun harganya memang mahal," sambung Hilman.