Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membuka peluang untuk memperpanjang kebijakan harga gas murah untuk industri. Salah satu pertimbangannya adalah pengaruhnya terhadap biaya produksi.
Diketahui, kebijakan itu merujuk pada Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi 7 kelompok industri. Yakni, pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Arifin bilang, perpanjangan harga gas murah sebesar USD 6 per MMBTU ini akan dibahas dalam waktu dekat. Nantinya, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan akan duduk bersama.
Advertisement
Â
"Sudah, kita akan minta minggu ketiga (Maret 2024) ini duduk bersama Kemenperin, Kementerin Keuangan sama kita. Mita ESDM mau melanjutkan," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Â
Dia mengatakan, harga gas bumi akan berpengaruh pada beban produksi industri. Maka, harga murah bisa menjadi salah satu solusinya.
Harapannya, kinerja industri bisa lebih baik dengan harga gas murah tadi. Terjaganya kinerja industri dinilai bisa tetap menjaga tingkat lapangan pekerjaan.
"Gas tuh energi, energi itu kan biaya produksinya kan sekian persen dari cost produksi. Sangat menentukan. Sekarang kalau gak pakai gas pakai apa?," tegasnya.
Tak Membebani Industri
Meski begitu, dia mengakui ada penurunan pendapatan negara dari harga gas murah. Tapi hal itu tidak sebanding dengan dampak jika industri tidak bisa menjaga kinerjanya imbas biaya produksi yang meningkat.
"Kita kan kepengen energi murah buat industri. Sekarang mau pilih orang pengangguran kalau di PHK? Boncosan yang mana?," ucap Arifin.
Perlu diketahui, kebijakan HGBT ini akan habis pada 2024, tahun ini. Bisa jadi, kebijakan yang dimulai 2020 ini dilanjut ke 2025. Kendati begitu, Arifin tak menyinggung soal perluasan jenis industri yang bisa menerima harga gas istimewa ini.
Â
Masih Dibahas
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian masih melakukan evaluasi terkait harga gas murah bagi industri. Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan habis masa berlakunya di 2024, tahun ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan ada sejumlah pertimbangan dalam diskusi kelanjutan kebijakan HGBT ini. Utamanya terkait dengan peningkatan daya saing industri dan alokasi yang sesuai.
Dia mengamini adanya penurunan penerimaan negara dari kebijakan harga gas USD 6 per MMBTU kepada 7 sektor industri. Tapi, dia menegaskan hal itu bukan merupakan hilangnya pendapatan ke pemerintah.
"Kita ingin industri maju. Kita ingin juga nanti sesuai dengan yang dialokasikan, kan memang betul terjadi penurunan penerimaan dari sisi pemerintah memang betul dari sisi itu. Bukan hilang artinya," kata Dadan saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Kendati begitu, di sisi lain, ada dampak positif berupa peningkatan daya saing dari industri dalam negeri. Hal ini pula yang menjadi pertimbangan dalam evaluasi yang dijalankan.
"Tapi itu kan (HGBT) dimanfaatkan oleh industri sehingga industri jadi daya saingnya meningkat industri tumbuh, pajak nambah, tidak ada PHK, kira-kira seperti itu," jelasnya.
Kendati diskusinya masih berjalan, dia belum bisa memastikan kelanjutan atau perluasan kebijakan HGBT tadi.
"Bukan dilanjut, kita sedang komunikasi dengan Kementerian Perindustrian untuk mengkaji yang sekarang berjalan dan untuk melihat kelanjutannya berikutnya," tegasnya.
Advertisement
Harga Gas Murah Belum Terserap 100%, SKK Migas Bongkar Alasannya
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bongkar alasan kenapa program harga gas bumi tertentu (HGBT), atau harga gas murah di bawah pasar belum terserap penuh 100 persen.
Kebijakan harga gas murah senilai USD 6 MMBTU ini dikhususkan untuk 7 sektor industri, seperti pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Adapun pemberian insentif tersebut akan berakhir pada 2024 ini.Â
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi coba mengelompokkan penerima HGBT dalam tiga kelompok besar. Antara lain, dari sisi ketenagalistrikan, industri pupuk, dan sektor industri lain yang mendapat alokasi harga gas murah.Â
Dari situlah, Kurnia sebenarnya melihat penyerapan HGBT untuk 7 industri secara umum sudah cukup baik. Meskipun, realisasinya masih di bawah 100 persen.Â
"Di tahun 2023 realisasinya di atas 90 persen. Kenapa tidak terserap 100 persen? Ini sedang kita lakukan evaluasi dan kami boleh sampaikan faktornya memang cukup banyak," ujar Kurnia dalam sesi webinar, Rabu (28/2/2024).
Â
2 Faktor
Pertama, ada faktor dari sisi hulu dimana rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional. Sehingga menyebabkan hasil produksi untuk penyaluran gas tidak sesuai alokasi, entah mengalami peningkatan atau penurunan. Â
Kedua, juga dari sisi midstream dan downstream, dimana ada beberapa industri yang belum mampu menyerap HGBT. SKK Migas pun tengah melakukan pendalaman, apakah itu lantaran adanya kendala operasional, atau mendapat sumber energi alternatif lain.Â
"Faktor yang juga berpengaruh kepada realisasi serapan volume. Tadi memang sudah cukup baik di atas 90 persen, sekitar 95-96 persen kalau saya lihat," imbuh Kurnia.Â
Advertisement