Sukses

Kredit UMKM Rendah, Menteri Teten Tunggu Aturan Sri Mulyani soal KUR Macet

Porsi kredit perbankan untuk sektor UMKM tergolong masih rendah. Adapun pada 2023, porsi kredit perbankan ke sektor UMKM ditutup di level 19,36 persen, masih jauh dari target Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar 30 persen pada 2024.

Liputan6.com, Jakarta Porsi kredit perbankan untuk sektor UMKM tergolong masih rendah. Adapun pada 2023, porsi kredit perbankan ke sektor UMKM ditutup di level 19,36 persen, masih jauh dari target Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar 30 persen pada 2024.

Oleh karenanya, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki masih menunggu peraturan pemerintah dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati terkait penghapusan kredit macet UMKM di perbankan nasional.

"Kalau KUR macet kan kita sudah usulkan, sekarang tinggal proses penyelesaian peraturan pemerintahnya di Kementerian Keuangan," ujar Teten Masduki di kantornya, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Adapun usulan program pemutihan kredit macet tahap pertama untuk kredit usaha rakyat (KUR) dengan nilai maksimal Rp 500 juta. Teten menilai kebijakan itu bakal jadi jawaban atas kredit perbankan kepada UMKM yang terus melambat.

"Kalau Kur kan pak Presiden juga berharap di tahun 2024 ini 30 persen. Tapi kenyataannya tahun lalu turun lagi, dari 21 persen jadi 19 persen," terang dia.

Kementerian Koperasi dan UKM lantas menyiapkan sejumlah usulan agar penyaluran KUR bisa diperluas. Termasuk melibatkan lebih banyak koperasi simpan pinjam dan peer to peer lending (P2P lending).

"Supaya kompetisi penyalurnya makin luas lah, bukan hanya bank tapi juga fintech, termasuk koperasi simpan pinjam," imbuh Teten.

Credit Scoring

Kedua juga sudah harus menerapkan credit scoring. Ia tidak menampik usul itu mendapat banyak kritik dan pertanyaan, apakah bisa skema credit scoring dikenakan pada UMKM yang belum pernah mengakses pembiayaan.

"Menurut saya di 145 negara, credit scoring itu tidak harus pakai data perbankan, tapi juga bisa pakai data pembayaran listrik. Itu sudah cukup di beberapa negara," kata Teten.

Ketiga, ia menyarankan supaya ada perbaikan mengenai ekosistem keuangan mikro. Menurut dia, pembiayaan mikro di Tanah Air memang sudah lebih banyak, tapi tidak ada pembiayaan murah untuk para agregator dan offtaker supaya ada kepastian.

"Supaya bank nanti lebih berani memberikan pembiayaan ke sektor produksi, karena ada kepastian produknya. Termasuk juga harus semakin diperluas prosentase UMKM kita yang jadi rantai pasok industri. Itu juga bagian dari ekosistem yang kami yakini bisa mempercepat pembiayaan untuk UMKM," tuturnya.

2 dari 4 halaman

Teten Masduki Tak Senang Pelaku UMKM Skala Mikro Makin Menjamur, Kenapa?

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki tidak ingin pelaku UMKM skala mikro semakin menjamur. Bukan tanpa alasan, lantaran kelas UMKM turut mempengaruhi sektor penyediaan lapangan kerja.

Teten mengatakan, pengusaha UMKM kecil-kecilan kini semakin bertebaran dengan banyaknya warung kelontong di jalanan. Menurut dia, itu semakin memperketat persaingan di pasar UMKM.

"Saya sebut persaingan di UMKM itu sudah ketat banget. Saya sering jalan lewat darat, warung sepanjang itu. Di DKI kan dari 100 rumah ada 25 warung," ujar Teten Masduki di kantornya, Jakarta, Jumat (8/3/2024).Ia pun kerap bingung jika menerima laporan semakin banyaknya individu-individu yang beralih jadi pengusaha UMKM berskala mikro. Teten menilai beberapa diantaranya terpaksa jadi pengusaha warung karena tuntutan ekonomi.

"Saya juga sering misalnya kalau ketemu kepala dagang, wah pak Teten, UMKM di kami bagus. Bagusnya kenapa pak? Nambah pak mikronya. Waduh. Saya bilang, kalau nambah mikro artinya gagal menyediakan lapangan kerja yang lebih berkualitas," ungkapnya.

"Justru semakin sedikit yang mikro itu semakin baik. Lebih terserap. Orang bikin usaha mikro itu bukan ingin jadi entrepreneurs, tapi enggak ada lapangan kerja akhirnya harus menghidupi keluarga, bikin lah warung. Jadi enggak melahirkan ekonomi baru. Jadi kue ekonominya enggak naik, faktor pembaginya makin banyak," bebernya.

Lebih lanjut, Teten juga mengamini catatan Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.

"Kenapa Bank Dunia mengusulkan ini, karena hari ini mayoritas lapangan kerja, kalau pakai hari ini kan 97 persen (penyedia lapangan kerja dari sektor UMKM)," imbuh dia.

 

3 dari 4 halaman

Lapangan Kerja di UMKM

"Anggap saja data terkait sekarang 97 persen lapangan kerja di UMKM, 96 persen itu kan mikro. Mikro tuh apa, omset di bawah Rp 2 miliar, tidak produktif, lebih banyak skala ekonomi rumah tangga, informal. Bisa enggak 10 tahun lagi diganti dengan pekerjaan yang lebih kuat, misalnya pekerjaan di sektor industri. Belum tentu kan? Itu tantangannya," tegasnya.

Oleh karenanya, ia tak ingin negara hanya menunggu investasi jumbo agar penciptaan lapangan kerja semakin meluas. Teten lantas mendorong sektor UMKM bisa terindustrialisasi agar dapat menciptakan dampak ekonomi lebih besar.

"Industrialisasi UMKM ini jadi penting. Karena kita tidak bisa menunggu penciptaan lapangan kerja itu dengan hadirnya investasi besar, industri dari luar datang ke sini, rata-rata pertumbuhan kita cuman 5 persen, padahal idealnya 7 persen. Tapi yang kita pikirkan, bagaimana mengindustrialisasikan UMKM," tuturnya.

 

4 dari 4 halaman

Teten Masduki: Nasib Indonesia Jadi Negara Maju Ditentukan 2 Pilpres

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, Indonesia hanya punya waktu tersisa 10 tahun lagi untuk mengejar misi jadi negara maju atau negara berpendapatan tinggi.

Ia lantas mengibaratkan nasib Indonesia jadi negara maju akan ditentukan dalam dua kesempatan pemilihan presiden (pilpres) selanjutnya. Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.

"Kira-kira kalau dari pengalaman China, perlu 40 tahun jadi negara maju. Kita sudah 30 tahun, kira-kira dua pilpres lagi bisa enggak jadi negara maju," ujar Teten Masduki di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

 "Sayangnya di pilpres kemarin enggak dibahas ini, bisa enggak 10 tahun lagi kalau kita benchmark-nya China 40 tahun, berarti dua pilpres (lagi) lah," sambung dia.

Teten menyebut pendapatan nasional bruto (GNI) negara maju berada di kisaran USD 13.200 per kapita. Sementara GNI Indonesia saat ini masih di kisaran USD 4.500 per kapita.

"Catatan Bank Dunia menurut saya agak benar, karena Indonesia itu sekarang kuncinya kalau pendapatan per kapita dari USD 4.500 ke USD 13.200 per kapita harus menyediakan lapangan kerja yang berkualitas," imbuhnya.