Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 4 orang yang menangkap ikan dengan alat peledak di Perairan Pulau Kokoila, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Cara penangkapan ikan ini sudah dilarang sejak lama karena merusak ekosistem laut.
Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono menjelaskan keberhasilan operasi pengawasan ini, setelah Pangkalan PSDKP Bitung menerima laporan dari nelayan yang mendengar suara ledakan diduga suara bom ikan.
Baca Juga
“Dampak langsung dari penggunaan bahan peledak dapat merusak dan menghancurkan ekosistem perairan khususnya terumbu karang. Namun kami juga sedang merumuskan perhitungan berapa potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang berhasil diselamatkan,” ujar Pung dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).
Kronologi
Sementara itu, Kepala Pangkalan PSDKP Bitung Kurniawan menjelaskan, empat orang terduga pelaku yang diamankan antara lain T alias PR (45), A (18), R (18) serta A (14). Petugas mengamankan sejumlah barang bukti, diantaranya 2 unit perahu, 1 unit mesin tempel merk Yamaha 15 PK, 1 unit mesin TS 24 PK.
Advertisement
Lalu, 1 unit mesin kompresor, 2 gulung selang kompresor, 2 buah bunre (serok ikan), 1 korek gas, 1 buah aki, 1 gulung kabel warna hitam merah, 2 pasang fins (sepatu katak), 2 buah masker selam, 1 buah teropong, Ikan dasar campuran sekitar 300 kg.
“Kronologis kejadian, setelah kami mendapatkan laporan, tim Unit Reaksi Cepat (URC) Hiu Biru 05 KKP melakukan pengejaran sekitar 15 menit ke arah perahu dan berhasil menghentikan. Berdasarkan pemeriksaan awal, pelaku mengaku membawa dua jerigen ukuran lima liter dan tiga botol bom ikan yang telah diledakkan. Mereka sudah sering melakukan kegiatan pengeboman ikan di sekitar Pulau Lunas Balu, Perairan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali,” ujarnya.
Para pelaku diduga melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak, diduga telah melanggar Pasal 84 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 45 Tahun 2009 jo Pasal 55 ayat (1) ke I KUHP.
“Melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dapat mengakibatkan kematian ikan non target beserta juvenil dan biota lainnya, termasuk terumbu karang sebagai rumah ikan,” ujar kurniawan.
Barang Bukti dan terduga pelaku langsung diamankan dan dibawa ke Pangkalan PSDKP Bitung untuk proses hukum lebih lanjut.
Tangkap Kapal Ikan Asing
Sebelumnya, Kapal Pengawas (KP) HIU 16 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan 1 kapal ikan asing (KIA) ilegal berbendera Malaysia.
Kapal tersebut ditangkap saat kedapatan melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 perairan Selat Malaka.
BACA JUGA:Jadi Saksi Kubu Prabowo-Gibran, Nusron Wahid Hadiri PSU Pemilu 2024 di Kuala Lumpur Malaysia
Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono (Ipunk) dalam pernyataannya di Jakarta menjelaskan, pihaknya melalui Pangkalan PSDKP Belawan pada Sabtu, 2 Maret 2024, pukul 11.04 WIB berhasil menghentikan, memeriksa dan menahan (henrikhan) satu unit KIA ilegal berbendera Malaysia.
Kapal ikan asing tersebut tidak dilengkapi dokumen perizinan berusaha penangkapan ikan yang sah dan menggunakan alat tangkap terlarang trawl (alat penangkapan ikan berupa jaring).
“Modus operandi yang mereka lakukan adalah melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayah perbatasan dan merangsek masuk ke wilayah Indonesia dengan menyimpan Bendera Malaysia,” ujarnya, Rabu (6/3/2024).
Advertisement
Ditahan di Langsa
Ipunk mengatakan, KIA Malaysia tersebut tiba pada Minggu (3/3/2024) sekitar pukul 17.00 WIB di dermaga Satwas PSDKP Langsa, selanjutnya Tim PPNS Perikanan melakukan pelimpahan berkas perkara awak kapal dan barang bukti kasus tersebut dari Nakhoda KP. Hiu 16, Kapten Albert Essing, di kantor Satwas PSDKP Langsa, Stasiun PSDKP Belawan.
Dugaan pelanggaran KIA berbendera Malaysia tersebut melakukan kegiatan WPPNRI 571 tanpa izin yang sah dari Pemerintah Republik Indonesia dan melanggar Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) Sektor Kelautan Dan Perikanan UU No 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 85 Jo Pasal 9 UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp2 milliar.
“KIA yang diamankan dengan nomor lambung KM. KF 5032 berjenis seakeeping 60 GT dengan jumlah ABK sebanyak 5 orang yang merupakan WNA berkebangasaan Myanmar. KIA tersebut di nakhodai oleh TS (41 tahun) juga asal Myanmar dengan muatan sebanyak 110 kg (ikan campur),” katanya.