Liputan6.com, Jakarta - Beberapa dari klien utama Boeing dipaksa untuk mempertimbangkan kembali strategi pertumbuhan pada 2024 dan mungkin juga untuk tahun-tahun berikutnya akibat masalah Max yang baru saja terjadi.
Pernyataan beberapa CEO maskapai ini menunjukkan bagaimana klien terbesar Boeing telah terdampak oleh masalah-masalahnya, yang meliputi masalah kontrol kualitas yang meningkat, peningkatan produksi yang lamban, dan sertifikasi pesawat-pesawat baru yang terlambat dari jadwal, melansir CNBC ditulis Rabu (13/3/2024).
Baca Juga
Southwest Airlines, yang hanya mengoperasikan pesawat Boeing 737, mengurangi estimasi kapasitasnya untuk 2024 dan mengumumkan menilai kembali prospek keuangannya pada tahun yang sama.
Advertisement
Maskapai ini menyebutkan pengiriman Boeing lebih sedikit dari yang diperkirakan sebelumnya, dengan 46 pesawat Boeing 737 Max yang dikirimkan tahun ini, turun dari 79 pesawat.
"Boeing harus menjadi perusahaan yang lebih baik dan pengiriman akan mengikuti hal tersebut," ujar CEO Southwest Airlines Bob Jorban saat konferensi industri JPMorgan, Selasa pekan ini.
Alaska Airlines menyatakan perkiraan kapasitasnya untuk 2024 "berubah-ubah" karena ketidakpastian seputar waktu pengiriman pesawat sebagai akibat peningkatan pengawasan Federal Aviation Administration (FAA) dan Departemen Kehakiman terhadap Boeing dan operasinya.
Sementara itu, CEO United Airlines Scott Kirby juga menyatakan pihaknya telah meminta Boeing untuk berhenti memproduksi pesawat Max 10 yang belum tersertifikasi dan sebagai gantinya membuat lebih banyak pesawat Max 9 yang sudah terbang.
"Sulit untuk memprediksi kapan Max 10 akan menerima sertifikasinya," kata Kirby.
Imbas penundaan tersebut, Kirby menyatakan pada Januari, pihaknya akan mengembangkan strategi armada tanpa Max 10.
Menurut CNBC, United menginformasikan kepada para karyawannya pada Jumat karena penundaan kedatangan pesawat Boeing yang baru, pihaknya harus menghentikan perekrutan pilot pada musim semi ini.
Upaya Perbaikan dan Tantangan Pimpinan Maskapai
Para pimpinan maskapai semakin marah dalam beberapa bulan terakhir sejak masalah terbaru Boeing yang diakibatkan oleh panel pintu yang copot di udara dari pesawat Max 9 dalam perjalanan Alaska Airlines pada Januari.
Setelah tragedi tersebut, Boeing berada di bawah pengawasan yang lebih ketat dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional. Penyelidikan awal mengungkapkan bahwa baut pada panel pintu hilang ketika jet tersebut meninggalkan pabrik perusahaan di Washington.
Dalam sebuah email, Boeing menyatakan, "Kami benar-benar fokus pada penerapan perubahan untuk memperkuat kualitas di seluruh sistem produksi kami dan meluangkan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan pesawat terbang berkualitas tinggi yang memenuhi semua persyaratan peraturan." "Kami terus menjalin komunikasi yang erat dengan klien kami yang terhormat mengenai masalah ini dan upaya kami untuk menyelesaikannya."
Audit baru-baru ini "mengidentifikasi masalah ketidakpatuhan dalam kontrol proses manufaktur, penanganan dan penyimpanan suku cadang, serta kontrol produk Boeing," menurut FAA, yang telah menunda peningkatan produksi Boeing yang telah direncanakan.
Advertisement
Upaya Boeing
Dave Calhoun, CEO Boeing, dan para pimpinan lainnya telah berjanji untuk mengatasi kekurangan dalam pengendalian kualitas dan telah melakukan beberapa kali penghentian kerja untuk menyampaikan kekhawatiran mereka kepada para karyawan.
CEO divisi pesawat komersial Boeing, Stan Deal mengumumkan kepada para karyawan pada Selasa, perusahaan akan bekerja sama dengan anggota staf yang memiliki masalah ketidakpatuhan selama audit untuk memastikan "sepenuhnya memahami instruksi dan prosedur kerja," menerapkan pemeriksaan kepatuhan mingguan, dan menjadwalkan audit tambahan untuk bulan ini.
Deal menginstruksikan anggota staf untuk "secara tepat mengikuti setiap langkah prosedur dan proses manufaktur kami" dan untuk "selalu waspada terhadap potensi bahaya keselamatan."
Deal juga mengatakan anggota staf memiliki wewenang untuk melaporkan potensi bahaya kepada manajer mereka atau melalui portal "Speak Up", sehingga masalah tersebut dapat segera diatasi, daripada mengalihkan risiko ke orang atau posisi lain.