Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo, menilai rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini dapat membuat harga minuman ringan naik.
"Kalau cukai ini diterapkan, konsekuensinya ujung-ujungnya beban tambahan bagi industri, sehingga industri terpaksa menaikkan harga produk. Dan kemudian kalau menaikkan harga apakah menjadi terjangkau oleh konsumen. Mau nggak konsumen membeli?" kata Triyono saat ditemui di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Baca Juga
Kata Triyono, kebijakan tersebut memang belum layak untuk diterapkan dalam waktu dekat. Bahkan, ia mempertanyakan tujuan pemerintah terkait rencana penerapan cukai MBDK.
Advertisement
Menurutnya, jika alasan penerapan cukai MBDK berkaitan dengan isu kesehatan, maka pelaku usaha meminta pemerintah untuk meninjau kembali secara komprehensif. Ia menegaskan, bukan hanya MBDK saja yang menyebabkan berbagai penyakit seperti obesitas dan diabetes.
"Tapi apakah tujuan besarnya bisa tercapai, kalau ternyata asupan gula itu datangnya dari mana-mana, bukan hanya dari minuman siap saji," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal juga mempertanyakan efektivitas dan esensi dari kebijakan cukai MBDK ini.
"Nah tapi sekali lagi tujuannya adalah mengendalikan. Jadi mestinya tolok ukurnya mestinya seberapa efektif kebijakan cukai dalam mengendalikan efek negatif yang dikatakan tadi, kalau yang berpemanis ya terhadap kalori, kesehatan. Ini serang kali dari sisi efektifitasnya sebetulnya rendah," pungkas Faisal.
Indonesia Bakal Terapkan Cukai Minuman Berpemanis Kemasan, Kemenkes: 50 Negara Lain Sudah Lakukan
Sebelumnya, Indonesia rencananya pada tahun ini bakal menerapkan peraturan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Penerapan cukai pada minuman berpemanis bukanlah hal baru, sudah ada sekitar 50 negara yang lebih dahulu menjalankan aturan tersebut.
Terdapat 50 negara yang telah menerapkan cukai SSB (Sugar-Sweetened Beverage atau minuman berpemanis)," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Eva Susanti di Jakarta Pusat pada Senin (29/1/2024).
 Negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam telah menerapkan peraturan serupa sejak beberapa waktu lalu.
Malaysia misalnya, sejak 2019Â memberikan pajak 0,40 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp1.300 - per 100 ml minuman berkarbonasi dan alkohol dengan batasan gula lima gram.
Selain itu, Filipina sejak 2018 telah menerapkan peraturan yang sama dengan menerapkan cukai 6 Peso Filipina atau sekitar Rp1.600 - per liter untuk minuman berpemanis kalori dan non-kalori.Â
Data di Filipina menunjukkan manfaat ketika aturan cukai pada minuman kemasan berpemanis dijalankan. Paling tidak bisa mencegah ribuan kasus diabetes dan jantung di sana.
"Di Filipina, penerapan cukai (pada MBDK) dapat menghindari 5.913 kematian yang berhubungan dengan diabetes, 10.339 kematian yang berhubungan dengan penyakit jantung iskemik, dan 7.950 kematian yang berhubungan dengan stroke pada 20 tahun mendatang," kata Eva mengutip Antara.
Advertisement
Penetapan Cukai pada MBDK Bisa Tekan Kasus Kegemukan
Menurut penelitian, penerapan cukai pada MBDK turut mengurangi prevalensi kelebihan berat badan sekitar 1-3 persen dan obesitas 1-4 persen.
"Di bidang kesehatan, penerapan cukai pada MBDK mengurangi kejadian diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke, dan kematian dini," katanya.
Di Indonesia, Kemenkes telah melakukan simulasi jika diterapkan cukai MBDK sebesar USD0,3 atau sekitar Rp4.700 per liter. Hal itu akan menurunkan 63.000 kasus diabetes pada masyarakat prasejahtera dan 1.487.000 kasus diabetes pada masyarakat berpenghasilan tinggi.