Sukses

Ada EBT, Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Masih Belum Tergantikan hingga 2060

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi peran batu bara dalam menipang energi listrik masih besar hingga 2060 mendatang. Meski, ada bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang digunakan secara bertahap.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi peran batu bara dalam menipang energi listrik masih besar hingga 2060 mendatang. Meski, ada bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang digunakan secara bertahap.

Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif menyampaikan ada 2 skenario yang bisa dijalankan terkait penggunaan batu bara. Pertama adalah skenario business as usual. Pada konteks ini, tidak ada bauran EBT yang berarti.

"Kalau ini adalah skenario seperti biasa, maka sampai 2060 itu masih produksi kita masih 720 juta (ton) ya," kata Irwandy dalam Seminar Energy for Prosperity, di Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Dia menjelaskan, penggunaan batu bara terhadap pembangkit listrik bergantung pada bauran EBT. Target yang dipatok Dewan Energi Nasional (DEN) ikut turun dari 23 persen menjadi 17 persen pada 2030 mendatang. Sementara, realisasi bauran EBT saat ini masih berada di 13 persen.

"Nah, jadi ini adalah business as usual. Ini masih panjang cerita," kata dia.

Irwandy menyampaikan ada skenario kedua. Caranya dengan menggenjot penggunaan EBT dan mengalihkan ketergantungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ke pembangkit EBT. Maka terjadi penurunan produksi batu bara yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan skenario sebelumnya.

Meski begitu, batu bara masih akan digunakan hingga 2060 mendatang. Artinya, belum seluruh PLTU batu bara berhenti beroperasi dan digantikan dengan pembangkit EBT.

"Ternyata produksi batu bara kita di 2060 masih 227 juta (ton). Jadi kalau ditanya seberapa lama batu bara ini didalam buku saya mengenai batu bara Indonesia, itu mengatakan kurang lebih 40 tahun masih hidup," urainya.

 

2 dari 3 halaman

Pengganti Batu Bara

Sebelumnya, PT PLN (Persero) melalui PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) berkomitmen terus mendorong program cofiring biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara mengatakan, pengembangan energi biomassa menjadi salah satu komitmen perusahaan dalam menyediakan pasokan energi alternatif selain batu bara.

“Pengembangan energi biomassa sejalan dengan komitmen PLN untuk mengurangi emisi karbon melalui program cofiring PLTU,” kata Iwan di Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Iwan mengungkapkan, program cofiring PLTU telah dilakukan PLN Group sejak 2018 silam. Tercatat, hingga tahun 2022, implementasi cofiring PLTU telah dilakukan pada 36 unit PLTU dengan produksi energi bersih mencapai 575,4 GWh dengan capaian penurunan emisi sebesar 570 ribu ton CO2e

Menurut Iwan, komitmen pengembangan biomassa terus dijalankan perusahaan. Salah satunya dengan menginisiasi program Desa Berdaya Energi yang telah dimulai sejak Februari 2023 bersama Keraton Yogyakarta.

 

3 dari 3 halaman

Bibit Tanaman

Pada saat itu PLN EPI menanaman sebanyak 50 ribu bibit tanaman energi dan pada 22 Februari 2024 PLN EPI kembali menanam 50 ribu bibit sehingga total sampai dengan saat ini PLN EPI telah menanam sebanyak 100 ribul bibit tanaman energi.

Program ini meliputi penanaman sejumlah pohon biomassa di Kelurahan Gombang, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta.

“Jenis pohon yang ditanam antaranya Gamal, Kaliandra Merah, Indigofera dan Gmelina dengan total tanaman 50.000 bibit dengan rincian 6.200 bibit Gamal, 22.400 bibit Indigofera, 7.200 bibit Gmelina dan 14.200 bibit Kaliandra Merah ,” jelas Iwan.

Iwan melanjutkan, dalam Program Desa Berdaya Energi ini PLN EPI turut melibatkan partisipasi masyarakat. 50 ribu bibit dibagikan untuk dua kelurahan dimana masing-masing mendapatkan 25 ribu bibit.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 15 ribu bibit ditanam di Tanah Kas Desa dan Sultan Ground seluas 300 rubu m2 atau 30 ha dengan kerapatan tanaman 1 Meter antar Pohon. Sebanyak 10 ribu bibit ditanam di ladang atau pekarangan warga dimana setiap warga atau KK mendapatkan 9-12 bibit pohon.