Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN tengah mengkaji berbagai opsi masuknya investor baru dalam kepemilikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI. Keputusan finalnya disebut ada di tangan Menteri BUMN Erick Thohir.
Asisten Deputi Bidang Jasa Keuangan Kementerian BUMN Bin Nahadi mengatakan pihaknya masih meramu segala alternatif kepemilikan saham BSI. Dia menyebut, segala pertimbangannya sudah disampaikan dalam proses rundingan kajian tersebut.
Baca Juga
"Sekarang keputusannya masih menunggu pimpinan terutama pak Menteri, pro-cons (pro-kontra) dari setiap alternatif itu sudah kita sampaikan," kata Bin dalam Konferensi Pers di Media Center Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Advertisement
Informasi, ada sejumlah upaya alternatif investor bagi perusahaan berkode saham BRIS itu. Mulai dari masuknya investor strategis, hingga melepas saham ke publik.Diketahui, ada BRI dan BNI yang disebut akan melepas sejumlah porsi kepemilikan di Bank Syariah Indonesia. Bin Nahadi mengamini ada sejumlah opsi yang dicari.
"Rencana unlock value-nya BSI segala sesuatunya masih dalam dikaji dengan beberapa alternatif dan opsi yang mungkin pernah disampaikan juga oleh pimpinan Kementerian BUMN, baik pak Menteri maupun Pak Staf Khusus," ujarnya.
Kendati begitu, dia menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan yang diambil para pemegang saham. Lantaran, kajian terhadap setiap alternatifnya masih dijalankan.
"Sampai sekarang proses pengkajiannya masih berlangsung, keputusan finalnya juga mohon bersabar, ditunggu, nanti kalau segala sesuatunya sudah clear akan disampaikan juga ke rekan-rekan," ujar dia.
Cari Investor
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan, ada dua opsi dalam aksi korporasi Bank Syariah Indonesia (BSI). Yakni, masuknya investor strategis atau melepas saham ke publik.
Ini berkaitan dengan rencana divestasi saham milik Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI) yang ada dalam porsi kepemilikan di BSI. Arya mengatakan, aksi korporasi ini masuk dalam daftar proyek strategis BUMN.
"Apakah nanti ke publik atau ke mana, terserah," ucap Arya di Jakarta, dikutip Kamis (22/2/2024).
Saham Lebih Atraktif
Dia menjelaskan dua langkah ini bisa menjadi opsi agar kinerja perusahaan berkode saham BRIS ini lebih baik kedepannya. Dia menilai, melalui pelepasan saham ke publik atau masuknya investor strategis, akan membuat saham BSI lebih atraktif.
"Iya. Biar sahamnya lebih atraktif," tegasnya.
Arya mengatakan, unlock value BSI ini masuk dalam 9 proyek strategis BUMN yang dikejar rampung tahun ini. Targetnya, langkah tersebut bisa selesai sebelum Oktober 2024.
Komposisi pemegang saham Bank Syariah Indonesia adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 51,47 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 23,24 perseb, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar 15,38 persen. Sisanya saham BRIS dipegang masyarakat sebanyak 9,91 persen
Â
Advertisement
Bank Syariah Indonesia Kantongi Laba Rp 5,7 Triliun pada 2023
Sebelumnya diberitakan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) berhasil membukukan kinerja solid untuk tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2023.
Pada periode tersebut, Bank Syariah Indonesia membukukan laba bersih Rp 5,7 triliun. Laba ini naik 34 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba tahun sebelumnya.
Dari sisi aset, BSI mengalami pertumbuhan sebesar 15,67 persen secara year on year menjadi Rp 354 triliun. Pembiayaan tumbuh sebesar 15,70 persen jadi sebesar Rp 240 triliun pada 2023. Adapun dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 12,35 persen menjadi Rp 294 triliun pada 2023.
"Jadi pertumbuhan baik aset pembiayaan maupun dana pihak ketiga itu tumbuhnya double digit," kata Direktur Utama BSI, Hery Gunardi dalam paparan kinerja BSI, Kamis (1/2/2024).
Bersamaan dengan itu, CASA tumbuh sebesar 10,51 persen secara tahunan menjadi Rp 178 triliun. Pendapatan margin dan bagi hasil di BSI juga mengalami pertumbuhan sebesar kurang lebih 13,04 persen menjadi sebesar Rp 22,2 triliun.
Selain itu, fee base income juga mengalami pertumbuhan lebih dari 12 persen tepatnya adalah sebesar 12,08 persen mencapai sebesar Rp 4,2 triliun.
"Pertumbuhan yang bagus ini perlu kita syukuri bahwa sebetulnya upside ataupun white space untuk pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia itu masih sangat luas. Mudah-mudahan ini akan terus berlanjut ya positif di kuartal pertama tahun 2024 ini," imbuh Hery.
Direktur Keuangan & Strategi BSI, Ade Cahyo Nugroho menjelaskan, dari sisi rasio-rasio profitabilitas pada 2023 juga mencatat angka yang mengesankan. Misalkan dari rasio profitability baik return on asset (ROA) maupun return on equity (ROE) mengalami konsisten mengalami perbaikan.
Â
BOPO dan ROA
Pada 2023, ROA BSI naik ke angka 2,35 persen dari 1,98 persen pada 2022. Sementara ROE juga mengalami perbaikan dari 16,84 persen di 2022 menjadi 16,88 persen di 2023.
"ROE mengalami perbaikan meskipun sebenarnya kita di tengah-tengah ini melakukan penambahan modal melalui rights issue tahun kemarin. Jadi ini tentu sinyal yang sangat baik dan yang menariknya juga menjadi bank syariah terbesar melalui merger kita mulai lihat benefitnya dari sisi efisiensi," jelas Ade.
Rasio BOPO maupun cost to income rasio juga terus mengalami perbaikan. Rasio BOPO pada 2023 tercatat sebesar 71,27 persen dari 75,88 persen pada 2022. Sementara CIR pada 2023 tercatat sebesar 49,86 persen dari 51,01 persen pada 2022.
"Dari sisi kualitas juga memiliki dampak yang sangat positif. Hampir semua rasio terkait dengan kualitas baik financing at risk (FaR), cash coverage dan termasuk NPF growth serta NPF net mengalami perbaikan yang sangat signifikan. Ini menegaskan bahwa pertumbuhan agresif BSI tiga tahun terakhir diiringi dengan kualitas dan efisiensi yang lebih baik," imbuh dia.
FaR BSI pada 2023 tercatat sebesar 9,15 persen dari 12,46 persen pada 2022. Kemudian cash coverage BSI pada 2023 yakn 194,35 persen dari 183,12 persen pada 2022. NPF Gross pada 2023 tercatat sebesar 2,08 persen dari 2,42 persen pada 2022.
Advertisement