Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani indrawati membeberkan empat debitur yang terindikasi fraud senilai Rp2,5 triliun terkait kasus dugaan korupsi terkait pemakaian dana kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Empat perusahaan itu bergerak di sektor sawit, batu bara hingga nikel.
Keempat perusahaan yang terindikasi korupsi antara lain PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS Rp216 miliar, PT SPV Rp144 miliar dam PT PRS Rp305 miliar. Sehingga jumlah secara keseluruhan hingga Rp2,504 triliun
"Hari ini khusus kami sampaikan 4 debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 triliun," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Advertisement
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana menuturkan empat perusahaan tersebut terdiri dari sektor yang bergerak di bidang batu bara, nikel, kelapa sawit, dan perkapalan.
"Empat perusahaan ini adalah korporasi yang bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan," kata Ketut.
Sebelumnya,Menteri Keuangan Sri Mulyani mendatangi kantor Kejaksaan Agung untuk Jakarta, Senin, 18 Maret 2024 untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengunaan dana kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Dia menuturkan, pihaknya telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda bidang perdata dan tata usaha negara (Jamdatun) dan Inspektorat Kemenkeu untuk meneliti seluruh kredit-kredir yang bermasalah di LPEI.
"Pada kesempatan yang baik pagi ini kami bertandang ke Kejaksaan. Dan Jaksa Agung Burhanuddin sangat baik hati menerima kami untuk juga menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu tersebut terutama terhadap kredit permasalahan yang terindikasi adanya fraud yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani Lapor Ada Dugaan Korupsi Rp 2,5 Triliun
Menteri Keuangan, Sri Mulyani indrawati mendatangi Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, 18 Maret 2024 untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengunaan dana kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Sri Mulyani mengatakan pihaknya telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda bidang perdata dan tata usaha negara (Jamdatun) dan Inspektorat Kemenkeu untuk meneliti seluruh kredit-kredir yang bermasalah di LPEI.
"Pada kesempatan yang baik pagi ini kami bertandang ke Kejaksaan. Dan Jaksa Agung Burhanuddin sangat baik hati menerima kami untuk juga menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu tersebut terutama terhadap kredit permasalahan yang terindikasi adanya fraud yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur," kata Menkeu dalam acara konferensi pers, Jakarta, Senin (18/3).
Bendahara negara itu menyampaikan dalam laporannya terdapat empat debitur atau perusahaan yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 triliun.
"Hari ini khusus kami sampaikan 4 debitur yang terindikasi Fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 triliun," ungkap Sri Mulyani.
Adapun rincian dari keempat perusahaan yang terindikasi korupsi antara lain PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR Rp216 miliar, PT SRI Rp1,44 miliar dan PT PRS Rp305 miliar.
Dia mendorong agar LPEI terus meningkatkan peranan dan tanggung jawab serta membangun tata kelola yang baik, zero torelance terhadap pelanggaran hukum korupsi konflik kepentingan dan harus menjalankan sesuai mandat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009.
"Kami mendorong LEPI melakukan Inovasi dan korupsi dan bersama tim terpadu untuk terus melakukan pembersihan di dalam tubuh dan neraca LEPI," terang Ani sapaan akrabnya.
Reporter: Siti RA
Sumber: Merdeka
Advertisement
Jaksa Agung: Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit LPEI Rp 2,5 Triliun sejak 2019
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani hari ini melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dari laporan kasus ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut dugaan tindak pidana korupsi tersebut melibatkan empat debitur perusahaan, yang sudah terdeteksi sejak lama, yakni sekitar 2019.
"Dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang mana sebenarnya tindakan ini sudah cukup lama," kata Burhanuddin usai bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kejaksaan Agung dikutip dari Antara, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Dugaan tindak pidana korupsi pada LPEI itu resmi dilaporkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Jaksa Agung pagi tadi. Total ada empat debitur yang dilaporkan dengan nilai kredit macet total Rp2,505 triliun.
Daftar Empat Debitur
Keempat debitur tersebut, yakni:
- PT RII senilai Rp1,8 triliun,
- PT SMS sebesar Rp216 miliar,
- PT SPV sebesar Rp144 miliar dan
- PT PRS sebesar Rp305 miliar.
Selain itu, ST Burhanuddin juga menyampaikan bahwa laporan ini baru tahap pertama. Akan ada tahap kedua yang melibatkan enam perusahaan dengan nilai kredit mencapai Rp3 triliun.
Libatkan Tim Gabungan
Dijelaskan lebih lanjut oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumeda, bahwa dugaan ini hasil temuan yang dilakukan oleh tim gabungan LPEI bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
"Ini adalah temuan dari 3 tim gabungan ya, tadi sudah jelaskan tadi, yaitu ada BPKP, ada Jamdatun dan Inspektorat Keuangan yang ada di Kementerian Keuangan," kata Ketut menerangkan.
Menurut Ketut, kenapa kasus ini baru dilaporkan sekarang, karena awalnya kasus diserahkan kepada Jamdatun Kejaksaan Agung. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian ditemukan dugaan tindak pidana.
"Ternyata ada mengandung unsur fraud ada unsur penyimpangan dalam pemberian fasilitas ataupun pembiayaan kredit dari LPEI kepada para debitur tadi. Sehingga karena sudah macet dan sebagainya, makanya kami serahkan ke Pidsus (Pidana khusus) untuk recovery aset," katanya.
Karena baru diserahkannya penanganan perkara tersebut kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), kata Ketut, maka Kejaksaan Agung belum menentukan status penanganan perkara apakah sudah penyelidikan atau penyidikan.
Advertisement
Sektor Usaha
Status akan ditentukan setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan penyelidikan oleh Tim Penyidik Jampidsus.
"Nanti setelah serangkaian pemeriksaan penyelidikan oleh teman-teman Jampidsus akan ditentukan statusnya," katanya.
Adapun keempat perusahaan yang disebutkan tadi, adalah debitur LPEI yang bergerak di bidang kelapa sawit, bidang batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan.
Ketut juga menyampaikan, bahwa untuk tahap pertama ada empat perusahaan yang dilaporkan. Akan ada laporan tahap kedua yang diduga melibatkan enam perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp3 triliun dan Rp85 miliar.
"Untuk tahapan pertama tetap empat perusahaan. Nanti untuk tahap kedua, kalau seandainya diserahkan nanti ke Jampidsus ini masih kami imbau, tadi disampaikan oleh Jaksa Agung, itu ada enam perusahaan dengan nilai kreditnya Rp3 triliun," kata Ketut.