Sukses

Kejar Ketahanan Pangan, Pupuk Indonesia Minta Harga Gas Industri Tetap Murah

Kebijakan gas murah merujuk pada Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD 6 per MMBTU untuk industri, salah satunya industri pupuk. Harga gas sangat berpengaruh pada biaya produksi dan berujung pada harga jual pupuk.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi berharap kebijakan harga gas murah untuk industri akan lanjut tahun depan. Tujuan besarnya adalah mengejar ketahanan pangan nasional.

Diketahui, kebijakan itu merujuk pada Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD 6 per MMBTU untuk industri, salah satunya industri pupuk. Rahmad bilang, harga gas sangat berpengaruh pada biaya produksi dan berujung pada harga jual pupuk.

"Kalau harga gas, dampaknya pada harga pupuk naik. Kalau harga pupuk naik dampaknya ada dua; kalau pupuk subsidi maka tagihan pupuk subsidi meningkat, kalau non subsidi, maka harga pupuk yang dibeli petani meningkat," ungkap Rahmad dalam Media Gathering, di Jakarta, dikutip Selasa (19/3/2024).

Dia menjelaskan, jika harga pupuk naik lebih cepat dari harga komoditas, maka akan ada penurunan penggunaan pupuk. Alhasil, produktivitas pertanian juga diramal akan ikut turun. Menurutnya hal ini jadi rantai dampak yang panjang.

 

Atas perhitungan tersebut, Rahmad memandang ada kaitannya harga gas murah untuk industri pupuk terhadap ketahanan pangan nasional. Mengingat imbas meningkatnya biaya produksi dari harga gas yang diperoleh industri tadi.

"Menurut kami HGBT memiliki dampak langsung terhadap (upaya) mencapai ketahanan pangan nasional. Oleh karenaya kami harap HGBT dilanjutkan," pintanya.

Bocoran 

Perlu diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah melakukan evaluasi kebijakan HGBT. Bocorannya, ada sinyal kebijakan ini berlanjut.

"Dari informasi yang kami dapat, ini dapat sambutan baik dari SKK Migas dari (Kementerian) ESDM, Kemenperin bahkan pada saat saya raker (bersama) Komisi IV dengan Kementan ini jadi salah satu keputusan di mana Kementan dan Komisi IV (DPR RI) minta HGBT diteruskan," jelasnya.

"Jadi sepertinya baik itu DPR pemerintah kami sebagai BUMN produsen pupuk masyarakat petani minta HGBT diteruskan. Mudahan ini bisa dilanjutkan," sambung Rahmad Pribadi.

 

2 dari 3 halaman

Pembahasan Lintas Kementerian

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membuka peluang untuk memperpanjang kebijakan harga gas murah untuk industri. Salah satu pertimbangannya adalah pengaruhnya terhadap biaya produksi.

Diketahui, kebijakan itu merujuk pada Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi 7 kelompok industri. Yakni, pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Arifin bilang, perpanjangan harga gas murah sebesar USD 6 per MMBTU ini akan dibahas dalam waktu dekat. Nantinya, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan akan duduk bersama.

"Sudah, kita akan minta minggu ketiga (Maret 2024) ini duduk bersama Kemenperin, Kementerin Keuangan sama kita. Mita ESDM mau melanjutkan," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Dia mengatakan, harga gas bumi akan berpengaruh pada beban produksi industri. Maka, harga murah bisa menjadi salah satu solusinya.

Harapannya, kinerja industri bisa lebih baik dengan harga gas murah tadi. Terjaganya kinerja industri dinilai bisa tetap menjaga tingkat lapangan pekerjaan.

"Gas tuh energi, energi itu kan biaya produksinya kan sekian persen dari cost produksi. Sangat menentukan. Sekarang kalau gak pakai gas pakai apa?," tegasnya.

 

3 dari 3 halaman

Tak Membebani Industri

Meski begitu, dia mengakui ada penurunan pendapatan negara dari harga gas murah. Tapi hal itu tidak sebanding dengan dampak jika industri tidak bisa menjaga kinerjanya imbas biaya produksi yang meningkat.

"Kita kan kepengen energi murah buat industri. Sekarang mau pilih orang pengangguran kalau di PHK? Boncosan yang mana?," ucap Arifin.

Perlu diketahui, kebijakan HGBT ini akan habis pada 2024, tahun ini. Bisa jadi, kebijakan yang dimulai 2020 ini dilanjut ke 2025. Kendati begitu, Arifin tak menyinggung soal perluasan jenis industri yang bisa menerima harga gas istimewa ini.