Sukses

Kurs Rupiah Melorot Lagi, Hari Ini Dipatok 15.711 per USD

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS merosot pada Selasa pagi. Rupiah melemah jelang pertemuan dewan rapat kebijakan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) atau Federal Open Market Committee (FOMC).

Liputan6.com, Jakarta Kurs rupiah terhadap dolar AS merosot pada Selasa pagi. Rupiah melemah jelang pertemuan dewan rapat kebijakan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) atau Federal Open Market Committee (FOMC).

Pada awal perdagangan Selasa pagi, nilai tukar rupiah dibuka turun 21 poin atau 0,13 persen menjadi 15.711 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar 15.690 per dolar AS.

"Rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS yang kembali menguat dan imbal hasil obligasi AS yang naik menjelang pertemuan FOMC besok," kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari Antara, Selasa (19/3/2024).

Investor mengantisipasi nada hawkish dari Federal Reserve terkait arah kebijakan suku bunga acuan karena data ekonomi yang lebih kuat belakangan ini terutama Indeks Harga Produsen atau Producer Price Index (PPI) dan Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index (CPI) AS. CPI AS naik dari 3,1 persen ke 3,2 persen.

PPI naik dari 1 persen ke 1,6 persen. Sementara imbal hasil obligasi AS naik ke level 4,324 persen. Lukman memproyeksikan kurs rupiah hari ini akan bergerak di rentang 15.650 per dolar AS sampai dengan 15.800 per dolar AS.

USD Perkasa di Awal Pekan, Rupiah Melemah

Kemarin, Indeks dolar Amerika Serikat atau USD menguat di awal pekan pada Senin, 18 Maret 2024.

Penguatan USD menyusul data inflasi AS yang kuat pekan lalu, yang membuat para pedagang waspada terhadap sentimen hawkish dari The Fed, sementara data upah yang positif dan inflasi yang tinggi memicu spekulasi massal mengenai apakah BOJ akan mengakhiri kebijakan ultra-longgarnya pada minggu ini.

"Pertemuan Fed menunggu isyarat penurunan suku bunga lebih lanjut Indeks dolar dan indeks dolar berjangka sedikit bergerak di perdagangan Asia pada hari Senin, stabil di dekat level tertinggi dua minggu dengan fokus pada kesimpulan pertemuan dua hari Fed pada hari Rabu," demikian paparan Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam catatan yang dikutip Senin (18/3/2024).

Setiap sinyal mengenai rencana penurunan suku bunga pada tahun 2024 akan diawasi dengan ketat, hal ini meskipun The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya tidak berubah.

"Namun bank sentral juga mungkin akan mengambil tindakan yang lebih hawkish daripada yang diharapkan pasar, terutama karena data terbaru menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Februari," ungkap Ibrahim.

 

2 dari 3 halaman

Suku Bunga

Kemudian, spekulasi berakhirnya kebijakan suku bunga negatif dan pengendalian kurva imbal hasil Bank of Japan (BOJ).

BOJ memulai pertemuan dua harinya pada hari Senin ini (18/4), dan keputusan yang ditunggu-tunggu akan dirilis pada hari Selasa besok (19/3).

Di sisi lain, para analis masih belum sepakat mengenai apakah bank sentral akan menaikkan suku bunga di bulan ini atau April mendatang, dengan konsensus umum sedikit condong ke arah kenaikan suku bunga pada bulan April.

"BOJ diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 20 basis poin menjadi 0,1 persen dari negatif 0,1 persen," imbuhnya.

Rupiah Kembali Melemah pada Senin, 18 Maret 2024

Rupiah kembali ditutup melemah 91 point dalam perdagangan sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 95 point dilevel 15.690 dari penutupan sebelumnya di level 15.599.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang  15.680 - 15.760," demikian prediksi Ibrahim.

3 dari 3 halaman

Neraca Perdagangan RI Diperkirakan Menyempit di 2024

Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan berpotensi terus menyempit sepanjang tahun ini, Ibrahim mengungkapkan.

Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mencapai USD 870 juta, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar USD 2,02 miliar.

"Surplus yang berlanjut hingga Februari 2024 bukanlah kondisi yang sehat. Hal ini tercermin dari penurunan pertumbuhan ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor. Tercatat, ekspor Februari 2024 turun sebesar 5,79 persen, sementara impor turun 0,29 persen secara bulanan,” kata Ibrahim.

Lebih lanjut, surplus perdagangan pada Januari dan Februari 2024 yang hanya mencapai USD 2,87 miliar secara kumulatif, juga lebih rendah dari periode yang sama pada 2023, berpotensi menurunkan neraca transaksi berjalan di kuartal pertama 2024.

"Surplus perdagangan diperkirakan masih akan berlanjut, tetapi cenderung menyempit pada 2024. Penurunan permintaan baik di dalam maupun di luar negeri berpotensi semakin menekan kinerja perdagangan," ungkapnya.

Oleh karena itu, menurut Ibrahim, menjaga konsumsi di dalam negeri perlu terus diupayakan agar perusahaan masih bisa berproduksi.