Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah memetakan sebanyak 121.626 PNS di instansi pemerintah pusat yang bakal berpindah atau dimutasi ke IKN.Â
Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto mengutarakan, pihaknya telah mendapat data dari tim pusat penilaian kompetensi, berkaitan dengan pemetaan penilaian potensi dan kompetensi ASN pusat.
Baca Juga
Data itu merujuk pada target pemindahan PNS pusat ke IKN, dimana pada 2022 berjumlah 20.000 orang. Kemudian, di 2023 sebanyak 60.000 orang, dan 2024 sejumlah 40.000 orang.
Advertisement
"Kemudian capaiannya untuk tahun 2022 itu sudah dilakukan pemetaan penilaian potensi dan kompetensi itu sebanyak 22.436 PNS. Yang kedua tahun 2023 itu kurang lebih 96.760 PNS. Kemudian tahun 2024 sampai dengan Februari ini, karena ini masih berlangsung itu sejumlah 2.430 PNS," terangnya di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Haryomo mengatakan, pemetaan ini jadi prioritas nasional BKN lantaran memang dipersiapkan untuk mengetahui potensi dan kompetensi yang layak untuk nantinya dipindahkan di IKN.
"Ini masih berlangsung tentunya sampai dengan kebutuhan pegawai yang ada di IKN itu terpenuhi. Tentu kita inginnya mereka yang pindah itu betul-betul yang mempunyai talenta-talenta yang diperlukan," imbuhnya.
Adapun uji kompetensi tersebut dilakukan guna mencari siapa saja PNS-PNS yang memenuhi kriteria untuk bisa mutasi ke IKN. Pemerintah sendiri mencari pada abdi negara yang punya kemampuan terkait literasi digital, dan ASN ber-AKHLAK.Â
"Bahwa tes potensi kompetensi itu pada prinsipnya untuk mengetahui, untuk bisa memperoleh talenta-talenta PNS-PNS yang berkaitan dengan literasi digital dan yang berkaitan dengan core value ber-AKHLAK," ungkapnya.Â
"Sehingga mereka yang dipindah itu betul-betul memenuhi kriteria, baik dari aspek kompetensi, potensi, kemudian tentu yang berkaitan dengan integritas moralitas yang diperlukan," pungkas Haryomo.
DPR Ogah Pindah ke IKN: Kantor Kami di Jakarta Lebih Mewah!
Sebelumnya, anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi PKS, Hermanto, mengusulkan adanya pembagian wewenang antara Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan Jakarta.
Dalam pandangannya, IKN Nusantara sebaiknya menjadi pusat pemerintahan atau eksekutif, sedangkan DPR atau legislatif tetap berada di Jakarta.
Hal ini diungkapkannya dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) lanjutan bersama dengan pemerintah dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dalam Pembahasan DIM RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) di Kompleks Parlemen, Senayan.
Menurut Hermanto, pembagian wewenang ini akan memungkinkan optimalisasi fungsi Ibu Kota Negara sesuai dengan perannya masing-masing.
Dalam pandangannya, IKN Nusantara seharusnya menjadi Ibu Kota Negara Eksekutif, sementara Jakarta tetap menjadi tempat berfungsinya lembaga legislatif.
Alasannya, bangunan DPR saat ini tergolong megah dan mewah dibandingkan dengan negara lain yang pernah dikunjungi. Oleh karena itu, konsentrasi terhadap fungsi eksekutif sebaiknya ditempatkan di IKN Nusantara.
"Karena bangunan di DPR di sini ini lebih megah, lebih mewah dibandingkan dengan bangunan Legislatif di negara yang pernah kita kunjungi gitu. Sehingga kita konsentrasi, Ibu Kota Negara yang di IKN itu adalah Ibu Kota Negara Eksekutif," ucapnya seperti ditulis, Selasa (19/3/2024).
Advertisement
Tempat Produksi Undang-Undang
Namun, Hermanto juga menyadari bahwa untuk sementara waktu, lembaga yudikatif masih perlu dipusatkan di Jakarta, sampai pemerintah menemukan wilayah yang lebih cocok untuk penempatan lembaga yudikatif di IKN.
Dalam pandangannya, Jakarta memiliki kekhususan dalam hal fungsi legislatif, di mana kota ini menjadi tempat produksi Undang-Undang. Oleh karena itu, Jakarta menjadi titik pertemuan antara fungsi-fungsi negara, termasuk pemerintah, yang bertemu di DPR.
Selain pertimbangan terkait bangunan dan kekhususan fungsi legislatif, Hermanto juga menyoroti akses masyarakat dalam hal legislasi. Menurutnya, Jakarta merupakan kawasan yang nyaman untuk rapat dan masyarakat juga lebih nyaman saat menyampaikan aspirasi ke DPR.
Bandingkan dengan situasi jika masyarakat harus menyampaikan aspirasi ke IKN, tentu akan memerlukan biaya yang lebih besar. Oleh karena itu, aspek penyampaian aspirasi kepada lembaga legislatif dinilainya lebih optimal dengan kawasan seperti Jakarta saat ini, dibandingkan dengan penyampaian aspirasi ke IKN.