Liputan6.com, Jakarta - Indeks dolar Amerika Serikat (USD) melanjutkan penguatan pada Rabu (27/3/2024). Dampaknya,nilai tukar rupiah juga mengalami tekanan yang cukup dalam hingga hampir menyentuh 16.000 per dolar AS.
“Sebagian besar pedagang tetap bias terhadap dolar setelah sinyal dovish dari Swiss National Bank dan Bank of England mematok greenback sebagai satu-satunya mata uang dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah,” ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, dalam paparan tertulis, dikutip Rabu (27/3/2024).
Baca Juga
Antisipasi terhadap data indeks harga PCE utama yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed dan komentar dari pejabat tinggi bank sentral akhir pekan ini juga mendorong aliran dana ke dolar, terutama karena para pedagang menunggu lebih banyak isyarat mengenai penurunan suku bunga.
Advertisement
Di Asia, komentar dari anggota dewan BOJ Naoki Tamura mengatakan bahwa bank sentral harus melanjutkan secara perlahan dan terus-menerus menuju normalisasi kebijakan ultra-longgar dalam beberapa bulan mendatang.
“Komentarnya memperkuat dugaan bahwa BOJ akan tetap bersikap dovish dalam waktu dekat,” Ibrahim menyebutkan.
Kekhawatiran tersebut menyusul peringatan dari diplomat mata uang Jepang, bahwa mereka tidak akan mengesampingkan tindakan apa pun dalam menahan pelemahan mata uangnya.
Adapun Menteri Keuangan Shunichi Suzuki yang juga mengatakan bahwa ia akan mengambil “langkah tegas” terhadap pergerakan mata uang yang berlebihan.
Ia mengulangi komentarnya pada tahun 2022, ketika pemerintah Jepang melakukan intervensi tingkat tinggi untuk mendukung Yen.
Rupiah Kembali Melemah
Rupiah kembali ditutup melemah, hingga 65 poin pada perdagangan Rabu sore (27/3/2024), walaupun sebelumnya sempat melemah 70 poin. Rupiah melemah ke level 15.858 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 15.792 per dolar AS.
Sedangkan untuk perdagangan besok, rupiah diramal fluktuatif namun ditutup melemah direntang 15.840 per dolar AS- 15.900 per dolar AS.
Perlu Strategi Baru
Ekonom menilai, pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nantinya perlu untuk membuat sejumlah strategi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6%-7%.
“Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 6%-7%, tidak cukup jika pemerintahan mendatang hanya melanjutkan,” kata Ibrahim.
Ibrahim menyoroti gagasan yang selalu disampaikan oleh Prabowo-Gibran selama kampanyenya adalah keberlanjutan, yaitu melanjutkan program-program atau strategi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang telah berjalan selama ini.
Ibrahim mengatakan, “Banyak pekerjaan rumah di bidang ekonomi yang justru perlu perbaikan. Pasalnya, selama pemerintahan era Jokowi, pertumbuhan ekonomi stagnan pada level 5%, bahkan dengan kecenderungan menurun”.
“Jika narasinya melanjutkan, bukan berarti tidak bisa memperbaiki, ada hal-hal yang perlu segera diperbaiki. Salah satu sektor yang perlu dibenahi yaitu sektor pangan, fenomena lonjakan harga pangan dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa ketahanan pangan Indonesia masih sangat lemah,” imbuhnya.
Advertisement
Pangan Perlu Menjadi Perhatian
Tak hanya itu, ada juga kenaikan harga pangan yang saat ini dipengaruhi oleh faktor El Nino. Tapi di luar itu, aspek-aspek lainnya yang juga mempengaruhi harga pangan seharusnya bisa dikendalikan pemerintah.
“Intinya, kalau ekonomi mau tumbuh lebih baik, yang harus didorong, salah satunya pangan. Ini tidak cukup hanya dilanjutkan, tetapi pemerintah mendatang harus harus diperbaiki,” pungkas Ibrahim.