Sukses

Ramai di Media Sosial Terkait Potongan PPh 21 Lebih Besar, Ini Penjelasan Ditjen Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan angkat bicara mengenai potongan PPh 21 lebih besar seiring bulan diterimanya THR.

Liputan6.com, Jakarta - Ramai di media sosial mengenai Pajak Penghasilan (PPh) 21. Sejumlah warganet mengeluhkan potongan PPh 21 yang besar untuk periode diterimanya tunjangan hari raya (THR).

Dikutip dari platform X dahulu bernama Twitter, keyword PPh 21 menjadi trending topik dengan 3.383 cuitan hingga Kamis pagi, 28 Maret 2024. Sejumlah warganet ada menanyakan mengenai perhitungan PPh 21 untuk THR.

"Work!cw gaji. Guys perhitungan PPh 21 untuk THR itu berapa bersen?gaji pokokku UMR Jakarta tapi potongannya sebesar ini?,” tulis pemilik akun @worksxxxx yang dikutip Kamis pekan ini.

“Jangan Kaget Lihat Potongan Gaji dan THR!!!Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023, di mana menggunakan tarif baru yaitu tarif efektif rata-rata (TER),” tulis pemilik akun txtxxx

“Kenaikan gaji sekecil itu berkelahi dengan PPh 21,” tulis pemilik akun @olindrxxxx

“Gajian sih gajian, liat PPh 21 mau ngamuk rasanya,” tulis pemilik akun @Dikxxxx

Adapun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menerapkan tarif efektif rata-rata (TER) untuk menghitung PPh pasal 21 pada bulan diterimanya THR.

dalam keterangan tertulis,Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti menegaskan, penerapan metode penghitungan PPh pasal 21 menggunakan TER tersebut tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.

“Hal ini karena tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari hinggaNovember. Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari hingga November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama,” ujar Dwi.

 

2 dari 5 halaman

Metode Penghitungan

Ia mencontohkan, sebagai gambaran untuk kasus wajib pajak menerima THR, dengan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER maka pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR.

"Sedangkan dengan penerapan TER, maka pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali tarif sesuai tabel TER. Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” kata Dwi.

3 dari 5 halaman

DJP Sebut Tarif TER Diterapkan untuk Permudah Penghitungan PPh 21

Sebelumnya diberitakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan, penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 memakai skema tarif efektif rata-rata (TER) tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.

Adapun tarif TER itu berlaku untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari-November. Pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun memakai tarif umum PPh Pasal 17 dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari-November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama. Demikian seperti dikutip dari Antara, Rabu (27/3/2024).

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menuturkan, PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan yang kemudian dikali dengan tarif sesuai tabel TER.

“Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” kata Dwi.

 

4 dari 5 halaman

Perubahan Skema Penghitungan

Perubahan skema penghitungan PPh 21 dengan TER diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023.

Bila metode penghitungan sebelumnya pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif Pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR, pada pengaturan baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto sebulan dikali TER bulanan.

Komponen penghasilan bruto yang dimaksud mencakup gaji dan tunjangan teratur (termasuk uang lembur); bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur; imbalan dari kegiatan yang digelar oleh pemberi kerja; pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja; serta pembayaran premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja.

Sebagai contoh, seorang pegawai tetap belum menikah dan tidak ada tanggungan (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp6,5 juta pada masa pajak Februari, penghitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1 persen.

 

5 dari 5 halaman

Tarif TER

Sementara pada masa pajak Maret, pegawai tersebut menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja sebesar Rp13 juta karena dijumlah dengan THR.

Dengan demikian, tarif efektif bulanan PPh 21 yang digunakan adalah kategori A sebesar 5 persen. Dwi menekankan penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.

Tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari hingga November. Pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari sampai November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.