Sukses

Indonesia Tak Alami Deindustrialisasi, Ini Buktinya

Sektor manufaktur terus menunjukkan kinerja positif dalam sumbangannya pada perekonomian Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Sektor manufaktur terus menunjukkan kinerja positif dalam sumbangannya pada perekonomian Indonesia. Kinerja positif tersebut diharapkan akan menjadi modal  utama untuk menarik lebih banyak investasi asing dengan orientasi ekspor. Kondisi tersebut menepis anggapan beberapa pihak yang menyatakan Indonesia ada di fase deindustrialisasi.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia Kiki Verico menyatakan bahwa Indonesia tidak ada pada fase deindustrialisasi.

“Indonesia saat ini tidak bisa disebut deindustrialisasi. Deindustrialisasi itu dialami oleh negara yang sudah mencapai tahap advanced manufacturing atau maju manufaktura lalu menurun (sunset) dan mulai digantikan negara lain yg manufakturnya baru take-off (sunrise). Negara industri maju itu lalu bergeser backbone ekonominya dari industri manufaktur ke sektor jasa,” terang Kik dikutip Jumat (29/3/2024).

Kiki juga mengatakan bahwa kementerian lain perlu mendukung langkah yang dijalankan oleh Kementerian Perindustrian untuk memperkuat sektor manufaktur yang ke depannya bisa meningkatkan ekspor Indonesia dan memberikan sumbangan lebih besar bagi perekonomian nasional.

"Jadi, bagaimana kita menarik investasi masuk kemudian meningkatkan ekspor. Nah, di sini peran Kemenperin bersama Kemendag, dan Kementerian Investasi (BKPM) harus harmonis, termasuk kebijakannya. Jangan sampai kebijakan perindustrian mendukung industri, sedangkan perdagangan dan investasi nya tidak, kan repot," terangnya.

Kontribusi Terbesar ke PDB Indonesia

Sektor manufaktur merupakan menjadi penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sepanjang tahun 2023 industri manufaktur mencatatkan kinerja yang impresif dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Hal ini bisa dilihat dari Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia pada  kuartal IV-2023 yang mencapai 51,20 persen atau masih berada di zona ekspansi.

Angka tersebut senada dengan data yang dirilis S&P Global yang menunjukkan sektor manufaktur berada dalam level ekspansi di atas level 50 sepanjang 30 bulan berturut-turut. Hanya dua negara yang mampu mencatat prestasi tersebut yaitu Indonesia dan India.

 

2 dari 3 halaman

Kontribusi Manufaktur

Kiki mengatakan manufaktur masih nomor satu kontribusinya terhadap PDB di Indonesia dengan kontribusi 19 persen di 2023. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor manufaktur juga masih menjadi penyumbang terbesar mencapai 16 persen dari total penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

"Manufaktur itu kurang lebih 40 persen dari aktivitas formal atau orang yang bekerja dengan gaji tetap. Di Indonesia aktivitas formal hanya 40 persen, nah manufaktur itu 40 persen dari 40 persen tersebut. Jadi sangat dominan," terangnya.

Sektor manufaktur juga menjadi penyumbang pajak tertinggi di Indonesia. "Artinya, manufaktur ini sangat signifikan bagi ekonomi Indonesia, karena value added-nya paling besar, penyerapan tenaga kerja juga paling besar, aktivitas formal yang memberikan gaji tetap juga paling besar, sehingga penerimaan pajak juga paling besar dari manufaktur. Nah, jadi jelas bahwa manufaktur sangat penting," paparnya.

Data menunjukkan kapasitas produksi terpakai pada kuartal IV-2023 mencapai 73,91 persen, meningkat dibandingkan kuartal IV-2022 yakni sebesar 71,49 persen. Ini menandakan industri manufatur masih menunjukkan peningkatan aktivitas produksi.

 

3 dari 3 halaman

Sumber Pertumbuhan

Dengan performa tersebut, berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal IV-2023 (y-on-y), industri manufaktur menjadi sumber pertumbuhan tertinggi bagi perekonomian Indonesia, yakni sebesar 0,85%. Industri pengolahan juga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi pada 2023 (c-to-c) yakni sebesar 0,95%. Pada 2023 sektor industri pengolahan tumbuh 4,64% (c-to-c).

Kiki menyebut manufaktur di Indonesia juga berjalan beriringan dengan sektor jasa. Menurutnya, semakin tinggi manufaktur maka secara otomatis semakin tinggi nilai tambah jasanya.

"Kalau kita lihat sektor jasa di Indonesia nilai tambahnya paling tinggi, akan tetapi jika dilihat daya saing sektor jasa selalu negatif dan tidak kompetitif. Jadi agar Indonesia bisa kompetitif sektor yang harus digenjot adalah manufaktur," katanya.