Liputan6.com, Jakarta India berambisi untuk menjadi produsen terkemuka di Asia ketika perusahaan-perusahaan di dunia beralih dari China.
Namun, negara itu tampaknya perlu mempertimbangkan penurunan pajak dan meningkatkan efisiensi rantai pasokan jika ingin menggeser Vietnam sebagai manufaktur ternama di Asia.
Baca Juga
Amerika Serikat telah mengambil pendekatan “mitra” seiring meningkatnya persaingan dagang dengan China. Pemerintahan Biden telah mendorong perusahaan-perusahaan Amerika untuk memindahkan operasi manufaktur elektronik dan teknologi dari Tiongkok ke negara-negara sahabat, khususnya Vietnam dan India di Asia-Pasifik.
Advertisement
"Baik Partai Demokrat maupun Republik melihat Tiongkok sebagai sebuah tantangan. Dan setiap ruang rapat di A.S. bertanya kepada seorang CEO mengenai strategi mereka untuk menghindari risiko dari Tiongkok," kata Mukesh Aghi, presiden dan CEO Forum Kemitraan Strategis A.S.-India, dikutip dari CNBC International, Selasa (2/4/2024).
India dan Vietnam merupakan alternatif manufaktur yang menarik bagi investor dan perusahaan asing, karena biaya tenaga kerja yang rendah.
Namun di antara keduanya, Vietnam masih jauh di depan dengan total ekspor pada tahun 2023 mencapai USD 96,99 miliar, dibandingkan dengan India sebesar USD 75,65 miliar.
"Vietnam terkenal dengan kemampuannya dalam memproduksi barang elektronik. India baru saja memasuki sektor ini, sehingga memberikan Vietnam keunggulan kompetitif," ungkap Samir Kapadia, CEO India Index dan prinsipal pengelola di Vogel Group.
Meskipun hubungan India dengan AS telah menghangat, terutama setelah kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Narendra Modi ke Gedung Putih pada Juni 2023, Vietnam telah memiliki perjanjian perdagangan dan investasi dengan Washington sejak tahun 2007.
Keuntungan lainnya bagi Vietnam adalah proposisi yang lebih sederhana dibandingkan dengan India, yang menurut Aghi memiliki "29 negara bagian dan setiap negara bagian mempunyai kebijakan yang mungkin berbeda."
"Vietnam lebih unggul dalam hal manufaktur skala ekonomi yang sebagian besar menggunakan tenaga kerja manual,” kata Nari Viswanathan, direktur senior strategi rantai pasokan di perusahaan perangkat lunak Coupa.
Dia menilai, sektor-sektor yang membutuhkan tenaga kerja manual dan memiliki margin keuntungan yang rendah seperti manufaktur pakaian jadi tidak akan memberikan pengaruh bagi India.
Pajak Impor di India Masih Tinggi
Selain itu, menurut Andy Ho, kepala investasi di VinaCapital, salah satu hambatan bagi ambisi pusat manufaktur India adalah bea masuk sebesar 10 persen yang dikenakan negara tersebut untuk teknologi informasi dan komunikasi.
Biaya ini lebih tinggi dari bea masuk rata-rata Vietnam yang sekitar 5 persen.
Pajak impor India dimaksudkan untuk melindungi produsen dalam negeri, namun menurunkan bea masuk tersebut akan menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menarik perusahaan asing agar memproduksi barang di dalam negeri.
"Tahun 2024 akan menjadi tahun bagi Perdana Menteri Modi untuk mengurangi sebagian besar tarif ini, namun ia akan melakukannya dengan fokus pada basis industri per industri, dan bukan basis negara per negara," jelasnya Kapadia.
Misalnya, India pada bulan Januari menurunkan pajak impor untuk komponen logam dan plastik tertentu yang digunakan dalam pembuatan telepon seluler dari 15% menjadi 10%. Hal ini menguntungkan perusahaan seperti Apple dan Dixon Technologies, yang memproduksi ponsel untuk Xiaomi, Samsung dan Motorola.
"Mengingat keunggulan Vietnam dalam manufaktur elektronik dan ekspor ke AS, kita akan melihat daya tarik terbesar sejak awal ketika India berupaya mengambil pangsa pasar. Ini mencakup semua jenis plastik, komponen logam, dan barang mekanis," imbuhnya.
Advertisement
Penurunan Bea Masuk Bukan Keuntungan?
Namun Ho dari VinaCapital memperingatkan bahwa penurunan bea masuk bukanlah sumber keuntungan berkelanjutan dalam menarik investasi asing dalam jangka panjang.
"Hal yang cenderung lebih dikhawatirkan oleh investor asing adalah masalah kemudahan berbisnisc terutama fleksibilitas untuk merekrut dan memecat pekerja dibandingkan pajak dan tarif. Ini adalah sumber utama keuntungan jangka panjang Vietnam dibandingkan India," sebutnya.
Hubungan Vietnam dengan China
Namun, hubungan hangat Vietnam dengan China dapat memberikan keuntungan besar bagi India, menurut Kapadia.
"Vietnam tidak bisa lebih dekat dengan China melalui berbagai cara. Dan saya pikir hal ini akan menjadi perhatian para manajer rantai pasokan dan perusahaan-perusahaan AS selama 10 hingga 15 tahun ke depan," dia memperingatkan.
Presiden China Xi Jinping mengunjungi Vietnam hanya tiga bulan setelah Presiden AS Joe Biden mengunjungi negara itu, dan menandatangani perjanjian dengan Vietnam di bidang-bidang seperti infrastruktur, serta perdagangan dan keamanan.
"(China dan Vietnam) terus-menerus berjabat tangan dan saling menyerahkan medali setiap kali mereka bertemu," kata Kapadia.
"Saya pikir pemain besar akan mempertimbangkan beberapa perhitungan politik mengenai hubungan China dengan Vietnam, dan menunda pengambilan keputusan sampai India dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar dapat bersaing dalam manufaktur elektronik hingga saat ini," tambahnya.
Advertisement