Sukses

Menteri Teten Minta Batas Waktu Wajib Sertifikasi Halal Diperpanjang, BPJPH Kabulkan?

BPJPH buka suara terkait permintaan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki untuk memperpanjang wajib memiliki sertifikasi halal bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berlaku pada 17 Oktober 2024 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham buka suara terkait permintaan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki untuk memperpanjang wajib memiliki sertifikasi halal bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berlaku pada 17 Oktober 2024 mendatang.

Aqil mengatakan pihaknya tidak akan memperpanjang mandatory halal tersebut, ia optimis sertifikasi ini akan terselesaikan sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan.

Untuk itu, BPJPH akan memaksimalkan kepemilikan sertifikasi halal dengan mengadakan kegiatan sosialiasi di seluruh Indonesia bernama Wajib Halal Oktober 2024 (WHO).

"Kalau di perpanjang enggak. Kan sedang kita lakukan upaya-upaya maksimal di last minute, di Maret, April, Mei itu kita mengadakan kegiatan diseluruh Indonesia setiap minggu," kata Aqil kepada media, Jakarta, Rabu (3/4).

Aqil menuturkan pihaknya bersama Kementerian/Lembaga (K/L) terkait untuk mengkaji mengenai skenario mitigasi risiko untuk para pelaku UMKM yang belum mendapatkan sertifikat halal.

"Usaha kecil mikro yang dipinggir jalan, yang di warung-warung itu yang belum bersertifikasi halal mungkin ada skenario akan kita ada relaksasi dari aspek sanksinya. Tapi tidak mundur wajib halalnya tapi aspek sanksinya rekatif lebih soft," jelas Aqil.

Sebagai informasi, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengusulkan penundaan wajib sertifikasi halal bagi UMKM. Ia khawatir banyak pelaku usaha yang tidak dapat memiliki sertifikasi halal dalam waktu yang ditetapkan.

Apalagi banyak pelaku usaha UMKM yang bergerak di bidang makanan dan minuman. "Nggak lah. Kalau menurut saya sampai Oktober ini pasti nggak bisa lah semua UMKM kita memenuhi semua standar sertifkasi halal," ucap Teten.

2 dari 3 halaman

Catat, Produk Non Halal Wajib Cantumkan Keterangan Tidak Halal

Badan Penyelenggara Jaminan produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menegaskan bahwa produk yang berasal dari bahan yang tidak halal atau non halal wajib mencantumkan keterangan tidak halal.

"Prinsipnya, regulasi JPH bertujuan untuk menghadirkan perlindungan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat bahwa produk yang halal itu jelas dan yang non halal juga jelas," ujar Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dikutip dari Antara, Senin (25/3/2024).

Menurut Aqil, kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan oleh Pemerintah mulai 18 Oktober 2024. BPJPH menegaskan bahwa produk yang berasal dari bahan yang tidak halal atau non halal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal. "Produk non halal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal," katanya.

Misalnya minuman keras, atau makanan berbahan daging babi, tidak mungkin didaftarkan sertifikat halal. Artinya dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal.

Aqil juga menjelaskan bahwa produk-produk tersebut dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal, sehingga tetap bisa diperdagangkan sekalipun pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal sudah dimulai pada Oktober 2024.

Namun dengan syarat, produk tersebut diberi penjelasan atau gambaran sejelas-jelasnya bahwa produk berbahan atau mengandung unsur non halal. Misalnya, produk mengandung daging babi diberi keterangan dengan mencantumkan tulisan atau gambar babi di bungkusnya.

 

3 dari 3 halaman

Keterangan Tak Halal

Hal ini sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 92, bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk yang berasal dari bahan yang diharamkan, wajib mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan tidak halal itu dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk.

Selanjutnya, Pasal 93 menyatakan bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan, misalnya dengan warna merah.

"Undang-undang Nomor 33 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 juga mengatur bahwa pencantuman keterangan tidak halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dan pasal 93 harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." kata Aqil.

Hal itu juga membuktikan bahwa sertifikasi halal dimaksudkan untuk perlindungan konsumen dalam mengonsumsi atau menggunakan produk.

Video Terkini