Sukses

Menko Airlangga Sebut PMI Manufaktur Indonesia Konsisten Ekspansi 31 Bulan Berturut-turut

Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, angka PMI Manufaktur yang terjaga pada level ekspansif secara umum didorong oleh konsistensi permintaan pasar yang terus berkembang.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia mencatat Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 mencapai 54,2 dan tertinggi sejak November 2021. Dengan capaian tersebut juga menunjukkan konsistensi kinerja industri manufaktur dengan terus berada di level ekspansif selama 31 bulan berturut-turut.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menuturkan, seiring PMI Manufaktur Maret 2024 mencapai level 54,2 dan merupakan angka tertinggi sejak November 2021 mengindikasikan pelaku usaha di sektor manufaktur tetap memegang keyakinan terhadap ketahanan dan prospek perekonomian Indonesia.

"Capaian angka PMI Manufaktur yang terjaga pada level ekspansif secara umum didorong oleh konsistensi permintaan pasar yang terus berkembang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri,” ujar dia seperti dikutip dari laman  Kemenko Bidang Perekonomian.

Ia menuturkan, perusahaan-perusahaan merespons peningkatan ini dengan meningkatkan output untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.

Terkhusus pada Maret 2024, volume output perusahaan bahkan mencatat peningkatan tertinggi sejak 27 bulan terakhir. Tingginya permintaan juga mendorong pembukaan lapangan kerja baru, baik untuk memenuhi permintaan yang meningkat maupun sebagai respons terhadap kebutuhan bahan baku produksi.

"Seiring dengan itu, perekonomian terus menunjukkan stabilitas di tengah pertumbuhan lapangan kerja yang semakin luas,” kata dia.

Selain itu, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan gambaran optimis. Data Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada triwulan IV-2023 menunjukkan angka sebesar 13,17%, menandakan kinerja kegiatan dunia usaha yang tetap kuat.

Pelaku usaha dari berbagai sektor mencatat ekspansi yang sejalan dengan kondisi dalam PMI Manufaktur Indonesia yang pada survei ini juga melaporkan peningkatan lapangan usaha.

 

2 dari 4 halaman

Optimisme Pelaku Usaha Bakal Meningkat

Optimisme pelaku usaha diperkirakan terus meningkat pada kuartal I-2024 dengan SBT mencapai 15,38%. Selain dari SBT, kondisi keuangan perusahaan juga mencatatkan kondisi yang masih stabil tercermin dari Saldo Bersih (SB) Likuiditas sebesar 24,42%, yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya pada angka 18,71%. Terakhir, angka kapasitas produksi terpakai untuk triwulan IV-2023 juga menunjukkan persentase yang tetap tinggi yakni pada angka 73,91%.

Airlangga mengatakan, momentum dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang tengah berlangsung dan akan datang memberikan dorongan dan optimisme tambahan bagi pelaku usaha.

“Momentum positif ini pun diprediksi masih akan terus berlanjut di tengah terjaganya inflasi sesuai dengan target inflasi tahun 2024 yakni pada angka 2,5±1%,” ujar dia.

Ia menambahkan, pada Maret 2024, inflasi tercatat pada angka 3,05%, terjaga dalam rentang sasaran.

3 dari 4 halaman

Top, PMI Manufaktur Indonesia Tembus Level Tertinggi dalam 2,5 Tahun

Sebelumnya diberitakan, Industri manufaktur tanah air semakin menggeliat dengan meningkatnya permintaan baru yang memacu produktivitas sektor tersebut. Ini tercermin dari laporan yang dirilis oleh S&P Global, menunjukkan bahwa Purchasing Manager’s Index atau PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2024 berada di level 54,2 atau naik 1,5 poin dibanding capaian bulan Februari yang menyentuh angka 52,7.

“Sektor manufaktur Indonesia sedang berada pada posisi ekspansif selama 31 bulan berturut-turut. Ini sejalan juga dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Maret yang sama-sama berada pada fase ekspansi, dengan level 53,05,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (1/4).

Kinerja PMI Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 lebih baik dibandingkan PMI Manufaktur negara-negara peers yang masih berada di fase kontraksi, seperti Malaysia (48,4), Thailand (49,1), Vietnam (49,9), Jepang (48,2), Korea Selatan (49,3), Jerman (41,6), Prancis (45,8), dan Inggris (49,9).

Menperin kembali mengemukakan, untuk meningkatkan performa sektor industri manufaktur, perlu dukungan kebijakan yang strategis seperti pemberlakuan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk semua sektor industri.

“Apabila semua sektor industri bisa mendapat harga gas yang kompetitif, tentu akan memberikan multiplier effect bagi perekonomian nasional serta mendongkrak daya saing produk industri kita. Kami juga optimistis PMI Manufaktur Indonesia bisa lebih tinggi lagi jika program HGBT berjalan dengan baik dan diakses semua industri,” jelasnya.

Berdasarkan data yang dirangkum Kemenperin, kebijakan HGBT sangat dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha. Pada tahun 2023, kenaikan pajak dari industri pengguna HGBT mencapai 32% dibanding tahun 2019. Selain itu, sampai dengan tahun 2023, tercatat telah terealisasi investasi sebesar Rp41 triliun atau naik sebesar 34% dibanding tahun 2019. 

 

4 dari 4 halaman

Potensi Investasi

Selanjutnya, terdapat potensi investasi di sektor petrokimia, baja, keramik, dan kaca sebesar Rp225 triliun. Dampak positif lainnya selama tahun 2020 hingga 2023 adalah peningkatan ekspor sebesar Rp84,98 triliun, peningkatan penerimaan pajak Rp27,81 triliun, peningkatan investasi Rp31,06 triliun, dan penurunan subsidi pupuk mencapai Rp13,3 triliun.

“Yang harus menjadi pertimbangan adalah bahwa HGBT telah mampu meningkatkan pendapatan APBN. Setiap pengeluaran sebesar Rp1, mampu memberikan pendapatan pengganti bagi negara sebesar Rp3,” papar Menperin.

Ia menyampaikan, saat ini sekitar 140 perusahaan yang telah direkomendasikan oleh Kementerian Perindustrian belum ditetapkan untuk mendapatkan HGBT. Sebanyak 33 perusahaan di antaranya termasuk dalam tujuh sektor penerima sesuai Perpres 121/2020 jo. Perpres 40/2016, sedangkan sisanya (107 perusahaan) berasal dari 15 sektor baru yang diusulkan Kementerian Perindustrian.

“Sektor industri, khususnya pengguna gas baik sebagai bahan baku maupun energi membutuhkan pasokan yang cukup dan harga yang kompetitif dalam jangka panjang. Untuk itu, Kemenperin memandang pentingnya pengaturan yang lebih komprehensif dalam rangka memberikan ruang bagi dunia industri agar dapat mengoptimalkan produksinya,” tegas Agus.

Video Terkini