Liputan6.com, Jakarta Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 bisa tumbuh dikisaran 5-5,1 persen. Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh momentum Ramadan dan lebaran.
"Secara umum, hitungan kami dampak Ramadan dan Lebaran ke ekonomi adalah dapat mendorong pertumbuhan sebesar 0,14 - 0,25 poin persentase (ppt). Jadi kami masih lihat pada 1Q24 ekonomi Indonesia cukup berpeluang untuk tumbuh di kisaran 5 – 5,1%," kata Josua dalam keterangan tertulis, Kamis (11/4/2024).
Baca Juga
Beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut adalah meningkatnya belanja pemerintah terutama terkait bansos dan pelaksanaan Pemilu (belanja negara sampai dengan 15 Maret 2024 naik 18.1% yoy), dan adanya low-base effect dari kuartal I-2023, karena periode terlama Ramadan bergeser dari April pada tahun lalu (kuartal II) menjadi Maret pada tahun ini (kuartal I).
Advertisement
Inflasi Masih Naik
Disamping itu, Josua mengakui memang benar inflasi yang dalam tren meningkat karena kenaikan harga pangan dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024, karena dapat mengganggu daya beli masyarakat.
"Namun faktor THR, bonus, serta kenaikan gaji dapat menahan penurunan daya beli akibat inflasi terutama bagi golongan middle income," ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus mulai mendesign kebijakan untuk membantu daya beli kelas menengah dan segera dapat menurunkan inflasi pangan, karena jika tidak maka kemungkinan momentum Ramadan dan Lebaran di mana tidak hanya primer, melainkan konsumsi sekunder dan tersier akan naik, bisa menjadi terganggu karena faktor inflasi pangan.
"Kami melihat tantangan ekonomi pada periode Ramadan adalah pengendalian inflasi pangan di tengah supply yang terganggu karena El Nino, cuaca ekstrim, dan terganggunya jalur distribusi, namun demand yang meningkat secara musiman," pungkasnya.
ADB Ramal Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Asia 4,9 Persen di 2024
Asian Development Bank (ADB) memperkirakan perekonomian di kawasan Asia tumbuh rata-rata sebesar 4,9 persen pada 2024, seiring pertumbuhan ekonomi kawasan ini yang masih tetap bagus di tengah kuatnya permintaan domestik, membaiknya ekspor semikonduktor, dan pulihnya pariwisata.
Ekonom Kepala ADB Albert Park, menjelaskan pertumbuhan akan berlanjut dengan tingkat yang sama tahun depan, demikian menurut Asian Development Outlook (ADO) April 2024 yang dirilis hari ini oleh Asian Development Bank (ADB), inflasi diperkirakan akan melandai pada 2024 dan 2025, setelah terdongkrak naik oleh peningkatan harga pangan di berbagai perekonomian selama dua tahun terakhir.
Lebih lanjut, pertumbuhan yang lebih kuat di Asia Selatan dan Tenggara didorong oleh permintaan domestik dan ekspor mengimbangi perlambatan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) akibat kemerosotan pasar properti dan lemahnya konsumsi.
India diperkirakan akan tetap menjadi mesin pertumbuhan penting di Asia dan Pasifik, dengan pertumbuhan 7,0% tahun ini dan 7,2% tahun depan. Pertumbuhan RRT diperkirakan melambat menjadi 4,8% tahun ini dan 4,5% tahun depan, dari sebelumnya 5,2% tahun lalu.
“Kami berpandangan bahwa pertumbuhan pada mayoritas perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang akan stabil pada tahun ini dan tahun berikutnya,” kata Albert Park, dalam keterangannya, dikutip Kamis (11/4/2024).
Advertisement
Keyakinan Konsumen Membaik
Ia melihat keyakinan konsumen masih membaik dan investasi secara keseluruhan masih kuat. Permintaan eksternal pun tampaknya sudah berbalik positif, terutama dalam hal semikonduktor.
Namun, para pembuat kebijakan harus tetap waspada karena masih ada sejumlah risiko. Berbagai risiko itu termasuk gangguan rantai pasokan, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di RRT.
Inflasi di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang diperkirakan akan turun ke 3,2% tahun ini dan 3,0% tahun depan, seiring berkurangnya tekanan harga global dan kebijakan moneter yang masih cukup ketat di banyak perekonomian. Namun, di luar RRT, inflasi di kawasan ini masih lebih tinggi daripada sebelum terjadinya pandemi COVID-19.