Sukses

Imbas Perang Iran vs Israel, Ekonomi Indonesia 2024 Diramal Tumbuh di Bawah 5%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 berpotensi meleset dari target 5 persen yang ditetapkan pemerintah. Menyusul, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah akibat konflik Iran dan Israel.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 berpotensi meleset dari target 5 persen yang ditetapkan pemerintah.

Menyusul, meningkatnya ketegangan geopolitik di  Timur Tengah akibat konflik Iran dan Israel.

"Sebenarnya sebelum ada eskalasi iran Israel, semua pihak yakin 5 persen tercapai. Tapi barangkali, kalau eskalasi ini lebih besar dan lebih lama dan membuat gamang banyak pihak, mungkin target 5 persen akan challenging (menantang)," katanya dalam webinar Dampak Konflik Iran - Israel ke Ekonomi RI di Jakarta, Senin (15/4).

Bahkan, ekonomi Indonesia 2024  diprediksi hanya tumbuh di rentang 4,6 sampai 4,8 persen di tahun ini jika konflik antara Iran dan Israel terus berlanjut.

"Mungkin akan bisa terdorong ke bawah, sekitar 4,6 sampai 4,8 persen karena gangguan dari itu," ujar Bambang.

Dia mencontohkan, sejumlah sinyal buruk yang telah dirasakan ekonomi Indonesia adalah tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Merujuk data real time Google Finance, nilai tukar rupiah mencapai Rp16.096 per USD pada penutupan perdagangan Jumat (12/4).

"Jadi, intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius. Dan ini yang bisa membuat Rupiah menjadi tertekan," bebernya.

Selain itu, konflik antara Iran dan Israel juga berpotensi mendorong laju inflasi yang lebih tinggi. Inflasi ini dipicu oleh kenaikan berbagai bahan pangan hingga minyak mentah asal impor akibat meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah.

"Jadi perkiraan saya inflasi akan lebih tinggi. Satu karena memang ada masalah di dalam negeri yaitu harga pangan bergejolak. Dua, inflasi yang kemungkinan berasal dari harga yang diatur pemerintah. Apakah itu BBM, apakah elpiji, atau yang lainnya," ungkap Bambang.

Dia meminta pemerintah untuk memastikan sektor konsumsi domestik tetap terjaga untuk menopang perekonomian nasional. Antara lain dengan mengoptimalkan penyelenggaraan pilkada serentak hingga menjalankan pembangunan infrastruktur fisik di sejumlah daerah. 

"Jadi harapan satu-satunya agar pertumbuhan ekonomi masih bisa 5 persen adalah dampak dari pilkada. Kemudian, barangkali intensitas konsumsi yang sifatnya fisik masih akan terjadi," ujar Bambang.

2 dari 3 halaman

Perang dengan Israel, Indonesia Dipastikan Tak Impor BBM dari Iran

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, memastikan Indonesia tidak mengimpor bahan bakar minyak (BBM) asal Iran hingga saat ini. Menyusul, kekhawatiran masyarakat terkait potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) usai Iran terlibat konflik dengan Israel.

Tutuka menegaskan, pemerintah sendiri mengaku kesulitan untuk mendapatkan impor BBM asal Iran. Meski begitu, dia tidak mengungkap hambatan yang dialami pemerintah untuk mendatangkan impor BBM asal Iran.

"Tidak ada, walaupun kita jalin kerjasama dengan Iran. Tapi, tidak mudah untuk lakukan implementasi, kita sampai saat ini gak ada (impor BBM)," kata Tutuka dalam webinar Dampak Konflik Iran - Israel ke Ekonomi RI di Jakarta, Senin (15/4).

Dalam catatan Tutuka, impor BBM terbesar oleh Pertamina masih berasal Singapura di sepanjang 2023 lalu. Kemudian, diikuti Malaysia dan India.

"Untuk sumber utama crude dari Nigeria, Saudi Arabia, Angola, dan Gabon," jelas Tutuka.

Sementara itu, sumber utama impor LPG Indonesia pada tahun 2023 lalu hanya didominasi oleh dua negara kawasan. Yakni, Amerika Serikat (As) dan Timur Tengah.

Adapun produk utama BBM impor terbesar di oleh Pertamina ialah minyak bensin (90) mencapai 73,52 persen. Di susul, minyak bensin (92) sebanyak 19,44 persen.

Selanjutnya, minyak solar (CN 48) sebesar 3,91 persen, Avtur sebanyak 1,27 persen. Lalu, HOMC 92 sebanyak 0,99 persen, minyak bensin (98) sebanyak 0,50 persen, minyak solar Freeport sebanyak 0,36 persen, dan Avgas sebanyak 0,01 persen.

3 dari 3 halaman

Iran Perang dengan Israel, Pasokan Minyak Dunia Bakal Terpengaruh?

Pergerakan harga minyak dunia cenderung naik pada perdagangan hari ini dan juga beberapa hari ke depan. Kenaikan harga minyak dunia ini didorong oleh sejumlah faktor salah satunya ketegangan yang terus meningkat antara Israel dan Iran.

Analis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer menjelaskan, belum ada tanda-tanda yang cukup kuat yang bisa mendorong harga minyak dunia melemah kedepannya. Fischer menyoroti beberapa faktor yang memberikan dukungan kuat terhadap kenaikan harga minyak.

"Salah satunya adalah ketegangan yang terus meningkat antara Israel dan Iran, yang menghadirkan potensi konflik yang dapat memicu perang di kawasan Timur Tengah. Iran, sebagai salah satu produsen minyak terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk mempengaruhi pasar minyak global," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (15/4/2024). 

Selain itu, ia juga menyoroti kenaikan nilai dolar AS yang cenderung naik. Dolar yang kuat biasanya membuat minyak menjadi lebih mahal bagi investor yang menggunakan mata uang lain, sehingga dapat memberikan tekanan tambahan terhadap harga minyak.

Prediksi dari Fischer menegaskan bahwa tren kenaikan harga minyak masih akan berlanjut, dengan sedikit tanda-tanda perubahan yang mengindikasikan penurunan. Konflik internal di Amerika Serikat, khususnya dengan Texas, juga menjadi faktor yang akan mempengaruhi harga minyak. Texas, sebagai produsen minyak terbesar di AS, memiliki potensi besar untuk memengaruhi pasokan global.

Pada perdagangan Jumat, Futures minyak mentah menunjukkan peningkatan pada jam perdagangan Eropa, mencapai USD87,45 per barel untuk penyerahan Mei, meningkat sebesar 2,86% dari sesi sebelumnya di New York Mercantile Exchange.

 

Video Terkini