Sukses

Iran Vs Israel, Harga Minyak Siap-Siap Tembus USD 100 per Barel

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, memproyeksikan harga minyak akan naik imbas konflik Iran Vs Israel

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, memproyeksikan Indonesian Crude Oil Price akan mengalami tekanan imbas dari konflik antara Iran dengan Israel.

Menurutnya, konflik tersebut berpotensi dapat mendorong ICP naik dikisaran USD 5 - 10 per barel. Sehingga, kemungkinan potensi harga minyak ICP tembus USD 100 per barel bisa terjadi.

"Jadi, ini masih pendapat dan kajian dari kami. Jadi, kalau harga minyak (ICP) dugaan kami akan ada tekanan untuk naik dan tekanan untuk naik itu diwujudkan dalam premium resiko itu kalau menurut pendapat kami 5-10 USD per barel. Jadi, kalau sekarang kan USD 90 per barel,jadi kalau menurut kami memang untuk naik mendekati USD 100 per barel kayaknya bisa terjadi," kata Tutuka saat ditemui usai menghadiri Halalbihalal di Kementerian ESDM, Selasa (16/4/2024).

Sebagai informasi, berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian ESDM, ICP per 12 April 2024 sebesar 89,51 dolar AS per barel. Tercatat sebelum adanya serangan Iran terhadap Israel, kata Tutuka, harga minyak sudah mengalami peningkatan kurang lebih USD 5 per barel tiap bulannya.

Lebih lanjut, Tutuka menjelaskan, Indonesia sendiri memang masih impor minyak mentah dan BBM. Dengan demikian, jika harga minyak mentah dunia meningkat maka akan berdampak pada harga impor minyak dan BBM itu sendiri.

"Kan kita impor crude sama impor BBM. Otomatis kalau impor crude pasti naik kan, BBM akhirnya naik juga. Kita impor BBM itu sebagian besar dari Singapura dan Malaysia. Itu yang sedang disimulasikan, kita minta Pertamina untuk mensimulasikan akibatnya apa," jelasnya.

Naik dan Turun Lagi

Kendati ICP diproyeksikan akan naik, namun diproyeksikan akan turun lagi. Hal itu dilihat dari tensi konflik antara Iran dengan Israel. Jika terus memanas maka dampaknya terhadap kenaikan harga ICP tak akan terbendung lagi.

"Tapi kalau menurut saya kenaikan itu kemungkinan spike terus turun lagi, tapi kita tidak boleh lengah, karena dalam kondisi seperti ini sedikit saja salah bisa jadi besar, itu yang tidak bisa kita semua negara-negara manapun juga bisa mengkondisikan semua berjalan lancar karena ada mistake dan accident saja bisa timbul, jadi kita mesti siap-sipa kemungkinan terburuk," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Israel Siap Balas Iran, Rupiah Tumbang dari Dolar AS ke 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa dibuka merosot usai liburan Lebaran 2024 akibat konflik Iran dan Israel, serta sentimen penundaan pemotongan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).

Dikutip dari Antara, Selasa (16/4/2024), pada awal perdagangan Selasa pagi, rupiah turun 240 poin atau 1,51 persen menjadi 16.088 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 15 April 2024 sebesar 15.848 per dolar AS.

"Sentimen penundaan pemangkasan suku bunga acuan AS dan tensi konflik geopolitik yang meninggi telah mendorong penguatan dolar AS belakangan ini," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra.

Ariston menuturkan rupiah berpotensi melemah terhadap dolar AS di hari kerja pertama pascalibur Lebaran. Indeks dolar AS saat ini sudah bergerak di atas kisaran 106. Selama libur Lebaran di kisaran 105 dan sebelum Lebaran di kisaran 104.

Konflik di Timur Tengah terutama serangan balasan Iran yang langsung ke Israel meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut dan mengundang kekhawatiran pasar akan munculnya perang baru.

Ia mengatakan perang akan menyebabkan gangguan suplai, meningkatkan inflasi, memicu pelambatan ekonomi global sehingga pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset aman dan memicu penguatan dolar AS dan harga emas sebagai aset aman.

Suku Bunga The Fed

Selama libur Lebaran, rilis data inflasi konsumen AS bulan Maret lebih ditunggu, untuk membaca peluang bank sentral AS atau The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan AS. Sementara itu, ekspektasi pasar menurun terhadap pemotongan suku bunga AS dalam waktu dekat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.