Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah pada awal perdagangan Rabu pagi, rupiah tergelincir 76 poin atau 0,47 persen menjadi 16.252 per dolar AS dari sebelumnya rupiah berada di 16.176 per dolar AS.
Pelemahan nilai tukar rupiah ini dipengaruhi oleh data inflasi Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) Amerika Serikat (AS) Maret 2024 yang naik.
Baca Juga
"Hal tersebut terjadi karena pada beberapa rilisan angka fundamental penting Amerika yang mendukung kekokohan dolar AS, angka Inflasi Consumer Price Index periode bulanan naik menjadi 0,4 persen dari perkiraan 0,3 persen," kata analis Finex Brahmantya Himawan dikutip dari Antara, Rabu (17/4/2024).
Brahmantya menuturkan rupiah saat ini terbebani dan telah mencapai lebih dari 16.000, bahkan perputaran uang yang besar selama Ramadan dan Idul Fitri masih belum mampu membendung dampak penguatan dolar AS terhadap rupiah, sehingga dapat dikatakan faktor dari luar yang lebih dominan dalam pelemahan rupiah ini.
Advertisement
Data CPI AS
Angka CPI AS periode tahunan pada Maret 2024 juga naik menjadi 3,5 persen dari periode sebelumnya yang hanya 3,2 persen.
Angka tersebut mengindikasikan bahwa target inflasi bank sentral AS atau The Fed masih jauh sehingga pemangkasan suku bunga kebijakan AS berpotensi tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagaimana yang dikatakan Ketua The Fed Jerome Powel bahwa masih menanti isyarat dan angka inflasi mengarah ke 2 persen.
Disusul angka penjualan ritel Amerika yang meningkat menjadi 0,7 persen, jauh di atas perkiraan yang hanya 0,4 persen, mengukuhkan penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Â
Sentimen Geopolitik
Dari sisi geopolitik, Iran yang menyerang Israel menjadikan pedagang mengalihkan pandangan terhadap aset safe haven mata uang yaitu dolar AS.
"Saat ini tren penguatan dolar AS masih terlihat jelas sehingga rupiah berpotensi akan terdepresiasi lebih lanjut," ujarnya.
Brahmantya memprediksi rupiah akan bergerak pada kisaran 15.850 per dolar AS sampai dengan 16.250 per dolar AS.
Advertisement