Sukses

Erick Thohir Wanti-Wanti Bos BUMN soal Dampak Konflik Iran-Israel

Menteri BUMN Erick Thohir mengaku telah meminta beberapa direksi untuk mengkaji operating expenditure (Opex) atau biaya operasi capital expenditure (capex) atau belanja modal hingga utang.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir mewanti-wanti kepada seluruh direksi BUMN agar berhati-hati terkait dampak perang antara Iran dan Israel terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Ya saya sudah bikin, dalam tanda kutip bukan surat lah ya, tapi WA kepada seluruh direksi untuk mengingatkan beberapa hal. Bahwa tentu dengan situasi dinamika global hari ini yang di mana juga mungkin dolar AS menguat, kita mesti prediksi 5 bulan ke depan seperti apa. Apakah dolar tetap seperti ini, atau nanti ada stabilitas-stabilitas baru. Lalu pangan seperti apa," kata Erick Thohir di Kementerian BUMN, Rabu (17/4/2024).

Oleh karena itu, Erick mengaku telah meminta beberapa direksi untuk mengkaji operating expenditure (Opex) atau biaya operasi capital expenditure (capex) atau belanja modal hingga utang.

"Saya sudah minta beberapa direksi untuk me-review opex, capex, sudah pasti kan. Terus utang-utang jatuh tempo ya, atau mungkin rencana corporate action," ujarnya.

Tak hanya itu saja, Erick juga meminta para bos BUMN melakukan stress test atau uji ketahanan di masing-masing perusahaan untuk melihat kembali kondisinya di tengah situasi saat ini.

"Ya termasuk juga test stress, maksudnya nge-tes di masing-masing perusahaan ini bagaimana kondisinya dengan situasi-situasi dinamika hari ini. Tidak hanya dolar saja, supply chain, macam-macam. Jadi saya sudah kirim WA, tapi bukan surat," ujarnya.

Menteri BUMN menegaskan, pesan tersebut ia sampaikan keseluruh pemimpin di BUMN. Selain itu, ia juga menugaskan para direksi memberikan laporan kinerja masing-masing BUMN dalam satu hingga dua pekan ke depan.

"Semua dong, semua dirut, semua direksi keuangan, business risk, untuk ngingetin dan saya minta nanti satu-dua minggu lagi mereka coba bikin laporan," pungkasnya.

2 dari 4 halaman

Menteri ESDM Was-Was Harga Minyak Dunia Tembus USD 100 per Barel Imbas Konflik Iran-Israel

Sebelumnya diberitakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif was-was harga minyak dunia melambung hingga USD 100 per barel. Harga minyak ini terjadi ketika pasokan terganggu di masa pandemi Covid-19. 

Dia mengaku masih menunggu perkembangan ke depan terkait dampak konflik Iran-Israel pada rantai pasok dunia. Dia menilai, dampak pasokan itu yang paling terasa.

“Mungkin nanti ya kargo-kargo yang berada di terusan Suez, selat Hormuz itu bisa terganggu. Kalau itu terganggu pasti suplai terganggu ini yang bisa menyebabkan kekurangan produksi," ucap Arifin usai rapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

"Biaya logistik naik, minyak dinaikin, logistik naik, aduh kita berharap jangan sampai seperti kaya Covid dulu itu di atas USD 100 (per barel)," ia menambahkan.

Arifin berharap, tidak ada eskalasi konflik antara Iran dan Israel. Dia khawatir jika konflik memanas, akan mengganggu arus rantai pasok yang akhirnya mengerek harga minyak dunia.

"Jangan sampai eskalasi berkelanjutan makanya semua negara-negara berupaya supaya jangan terjadi eskalasi berkelanjutan," ungkapnya.

Arifin mencatat, kenaikan harga minyak dunia bisa membebani kas negara dari kewajiban subsidi dan kompensasi energi. Maka, diperlukan upaya penghematan melalui sejumlah program.

Misalnya mengurangi konsumsi energi fossil seperti BBM. Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah menyoroti upaya tersebut.

"Kita harus antisipasi ini melihat skenario yang mungkin terjadi, mengambil alternatif untuk bisa meredam (dampak kenaikan harga minyak)," ia menambahkan.

 

 

3 dari 4 halaman

Beban Subsidi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap besaran beban subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung pemerintah dari kenaikan harga minyak dunia. Tak tanggung-tanggung, ada biaya jumbo atas hitungannya.

Arifin menghitung, ketika harga mingak dunia naik USD 1/barel maka beban subsidi dan kompensasi pemerinrah bisa naik Rp 3,5-4 triliun. Belum lagi jika ditambah dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kalau harga minyak naik 1 dollar (per barel) itu bisa naik sekitar Rp 3,5-4 triliun untuk kompensasi dan subsidi. Belum lagi kalau rupiah tiap naik 1 dolar, Rp 100 juga cukup besar," ungkap Arifin di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Dia mengatakan, melihat besarnya pengaruh kenaikan harga minyak dunia dan beban keuangan negara tadi, masyarakat perlu hemat energi. Utamanya menghemat penggunaan energi fosil seperti BBM.

"Makanya kita harus hemat energi, efisiensi energi ini harus terus di canangkan di kerjain dan diprogramkan," tegasnya.

4 dari 4 halaman

Lakukan Efisiensi

Dia mengaku cukup sulit untuk menjaga alokasi subsidi BBM tidak bengkak ketika ada kenaikan harga minyak dunia. Lantaran, harga minyak dan kurs atau nilai tukar menjadi variabel yang tak bisa diatur.

"Jadi kita harus lakukan satu efisensi apa yang bisa kita lakukan, kemudian alternatif energi, apa energi yang bisa kita manfaatkan di dalam negeri untuk bisa menggantikan itu, dampak (bengkaknya subsidi) itu bisa kita redam," kata dia.

"Tapi itu enggak bisa dalam waktu pendek, tapi program itu sudah ada. sudah kita programkan dan juga dijalankan dan mungkin kecepatannya ditambah," ia menambahkan.

 

Â