Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan harga BBM yang berada di bawah kelolaan PT Pertamina (Persero) tidak akan naik hingga Juni 2024. Meskipun saat ini situasi di Timur Tengah memanas imbas konflik antara Israel dan Iran.
"Kemarin udah kita bahas, jadi kita masih nahan (harga BBM Pertamina) sampai Juni. Kalau ini tidak berkesudahan konflik kan harus ada langkah yang pas," ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Baca Juga
Adapun revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM jadi salah satu strategi untuk menahan harga di tengah gejolak konflik saat ini.
Advertisement
"Nah, sebetulnya kan Perpres 191 itu kan memang untuk mengalokasikan kepada yang berhak subsidi, itu dulu yang perlu diterapkan ya. Jangka pendek itu satu, harus ada jaminan supply," imbuh Menteri ESDM.
Menurut dia, harga BBM milik Pertamina masih akan bertahan hingga Juni dengan mempertimbangkan masa pemulihan (recovery). Pemerintah disebutnya tidak ingin masyarakat kena beban biaya tambahan imbas konflik Israel vs Iran.
"Tapi selanjutnya kita akan ambil Perpres ini untuk supaya tepat sasaran. Kan banyak yang enggak kepakai kan sekarang. Kan banyak yang ketemu, nimbun, itu perlu kita benahin," tegas Arifin.
Setelah Juni Bakal Naik?
Lebih lanjut, ia turut memaparkan langkah selanjutnya pasca Juni 2024. Pasalnya, Indonesia saat ini masih mengimpor sekitar 240 ribu BOPD minyak mentah (crude) dari berbagai macam negara, salah satunya Arab Saudi.
Kemudian, Indonesia juga masih melakukan impor BBM ekuivalen 600 ribu BOPD dari tiga negara yang menawarkan harga paling kompetitif, yakni Singapura, Malaysia dan India.
Â
Tak Mau Terlena
Arifin enggan terlena dengan jaminan suplai BBM dari ketiga negara tersebut. Sebab menurutnya, situasi dunia saat ini masih belum pasti. Tidak hanya di kawasan Timur Tengah saja, ia pun khawatir konflik geopolitik meluas ke wilayah lain, khususnya di sekitar Asia Pasifik.
"Ini kan juga harus mengantisipasi sumber-sumber suplai untuk kilang-kilangnya Singapura, Malaysia, sama kilang India. Kalau India kan dulu Rusia di-banned kan dia tetap aja ambil," ungkap dia.
"Jadi ini yang memang geopolitik ini serius, sangat serius. Ukraina belum selesai, udah timbul di Middle East. Kemudian tensi di asia pasifik juga harus diantisipasi. Karena Amerika udah kirim ke pangkalan-pangkalannya yang di Pasifik ini misah-misah, pasti ada responsnya. Jadi kita berharap jangan ada konflik di wilayah ini," tegasnya.
Selain mencari suplai tambahan, Arifin juga meminta bantuan masyarakat untuk menjaga ketahanan energi. Di samping terus melakukan eksplorasi untuk mencari sumber energi baru di Tanah Air.
"Satu, kita lihat dari sumber pendapatan lain, efisiensi/penghematan apa yang bisa kita lakukan. Masyarakat coba partisipasi kurangin program pemerintah gitu kan, manfaatkan energi yang memang bisa dimanfaatkan dalam negeri," pungkasnya.
Advertisement