Liputan6.com, Jakarta Konflik timur tengah kini menjadi perhatian dunia. Setelah Israel yang tak henti menggempur Jalur Gaza, Palestina, kini Iran ikut ambil bagian.
Iran beberapa waktu lalu menggempur Israel dengan ratusan rudal dan drone. Hasilnya beberapa wilayah Israel rata akibat serangan tersebut.
Baca Juga
Tak mau tinggal diam, Israel baru-baru ini telah melancarkan serangan balasan ke Iran. Hanya saya semua roketnya dihentikan sistem pertahanan udara Iran.
Advertisement
Dibalik konflik tesebut, menarik jika dibandingkan mengenai kekuatan ekonomi masing-masing negara. Pasalnya, kedua negara menjadi kunci ekonomi diwilayah tersebut.
Ekonomi Iran
Dikutip dari data Bank Dunia, Minggu (21/4/2024), Iran pada 2022 memiliki populasi 88,3 juta jiwa. Sedangkan PDB dan PDB per kapita Iran yaitu USD 413,4 juta dan USD 4.670.
Iran pada 2022 berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 3,8 persen, inflasi 43,5 persen, dan rasio utang terhadap PDB sebesar 34 persen.
Iran mencatatkan total ekspor USD 76,9 miliar dengan total angka pengangguran sebesar 8,7 persen.
Â
Â
Ekonomi Israel
Mengutip dari data ekonomi kedua negara 2022 Bank Dunia, Israel memiliki populasi 9.557.500 jiwa. Tercatat, Israel saat itu memiliki PDB USD 525 juta, dengan PDB per kapita USD 54.931.
Sementara itu dari angka pertumbuhan ekonomi, Israel berhasil mencatat 6,8 persen, inflasi 4,4 persen, serta rasio utang terhadap PDB sebesar 59,23 persen.
Israel pada 2022 mencatat total ekspor USD 166 miliar. Selain itu, Bank Dunia mencatat tingkat pengangguran sebesar 3,3 persen.
Ekonom Indef Beri Tahu Cara agar Indonesia Tak Terdampak Konflik Iran-Israel
Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menyoroti dampak dari memanasnya konflik Iran-Israel. Namun, ada sejumlah cara yang dinilai bisa dilakukan oleh Indonesia agar mengurangi dampaknya terhadap ekonomi nasional.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mencatat Indonesia perlu memperkuat fundamental ekonomi nasional. Misalnya dengan meningkatkan rasio ekspor ke luar negeri dan menghasilkan devisa.
 Kemudian, Indonesia juga perlu mengoptimalkan pendapatan dari sektor pariwisatanya. Serta, mengurangi ketergantungan dari negara lain.
"Yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah memperkuat fundamental ekonomi dengan meningkatkan ekspor atau devisa negara yang lebih banyak dari sektor-sektor seperti pariwisata kemudian dari sisi pendekatan ekspor dari barang komoditas non migas dan yang satu lagi adalah kita harus mengurangi ketergantungan dari pihak luar," jelas Esther dalam diskusi Indef, Sabtu (20/4/2024).
Dia mencatat, jika Indonesia tergantung dengan pasokan dari negara lain, seperti melakukan impor, maka dampaknya Indonesia akan menjadi lebih rentan.Â
"Jadi kalau kita semakin tergantung, maka ada shock sedikit dari global shock variable dari luar itu kita akan lebih rentan," kata dia.
"Tetapi kalau kita ketergantungannya itu makin kecil, maka saya rasa apapun yang terjadi diluar itu tidak ada berdampak perekonomian dalam negeri atau kita bisa meminumalkan dampak dar apa yang terjadi dari global," imbuh Esther.
Advertisement